Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jargon "Wayang Kulit Bukan Budaya (dari) Islam" Benarkah?

29 Januari 2017   16:17 Diperbarui: 30 Januari 2017   14:35 2331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 (sumber gamabr: http://www.ngelmu.com/)

Hebohnya netizen menanggapi kemunculan spanduk bertuliskan “Wayang kulit bukan budaya dan ajaran umat Islam” tentu menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan. Sebagai negara dengan beragam suku, budaya daerah, hadirnya spanduk berpesan ini sangat mengandung provokasi membingungkan, terlebih pelakunya masih misterius.

Moment pilkada rupanya menjadi ajang-ajang black campign beberapa oknum guna menjatuhkan salah satu pasangan calon kepala daerah. Era Wali Songo, Sunan Kalijogo syiar agama islam salah satu penyebarannya melalui media wayang kulit. Sangat disayangkan jargon-jargon berbau provokatif hadir ditengah kemajemukan.

Lucunya, ketika budaya asli indonesia di klaim negara lain seperti Malaysia, rame-rame rakyatnya berdemo menyalahkan pemerintahnya sendiri, nah sekarang ketika ada pagelaran wayang kulit kok dilarang, kepiye to?. Pertanyaannya apakah ini ada kaitannya dengan Pilkada DKI? Apakah masih ada penolakan dari beberapa orang/kelompok tertentu apabila wayang kulit digelar usai Pilkada? Hmm.

Spanduk bertuliskan “wayang kulit bukan buadaya (dari) islam dan wajib menolak, pagelarannya,” sebagai orang jawa yang terasing di Pulau Sulawesi tentu sangat menyayangkan dan membingungkan, lantas seperti apa tontonan layak bagi bangsa indonesia, apakah kekerasan, pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, korupsi, narkoba, prostitusi online, termasuk budaya orang indonesia?.

Oleh sebab itulah muncul spanduk larangan pagelaran wayang kulit tersebut, entah siapa yang memancing di air keruh. Berarti tidak hanya wayang kulit saja yang bukan budaya indonesia khususnya klaim berbunyi bukan budaya (dari) islam tapi juga wayang golek, wayang wong/orang, Ludruk, kethoprak, Reog Ponorogo, Tari Pendhet, Tari Kecak, Bathik dan lain sebagainya. Terdapat kalimat ekstrem mengatakan “jika wayang kulit itu budaya dari islam, maka dia adalah orang yang tidak tahu sejarah, bahkan pemasangan spanduk penolakan sudah tepat”.  Sebuah pertanyaan berat yang harus dijawab ahli sejarah jawa dan ahli sejarah islam, sebab saya sendiri merasa heran dengan permasalahan wayang kulit ini. Dengan menyaksikan pagelaran wayang (kulit, wong) bukan berarti kita menuhankan/menyembah wayang, lantas dikatakan bid’ah. Benar wayang kulit hanyalah benda mati, akan tetapi adakah yang merasa dirugikan dengan terselenggaranya pagelaran wayang kulit tersebut. Sebagaimana kita ketahui bersama wayang kulit merupakan salah satu budaya indonesia yang diakui dunia.

Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) pada tanggal 7 November 2003 melalui Pemerintah Indonesia menetapkan Wayang Kulit sebagai warisan budaya dunia yang berasal dari Indonesia atau sebagai World Master Piece Of Oral and Intagible Heritage of Humanity. Sudah sepatutnya kita bangga menjadi anak indonesia, meski mendapat tentangan dari bangsanya sendiri. Negara tetangga saja berani mengklaim wayang kulit sebagai budaya mereka, dengan membawa-bawa islam pula.

Mengenai isu itu saya turut priahtin akan pesan-pesan tidak benar. Pencopotan spanduk yang dilakukan KPU sudah tepat. Tindakan tegas ini patut diapresiasi dari arogansi segelintir oknum tidak bertanggungjawab demi menjaga marwah dan martabat bangsa. Sikap arogan ini bukan berkaitan dengan Islam akan tetapi berbau politis mencampuri urusan politik menggeliatkan kembali budaya melalui wayang kulit di negeri ini.

Maka dari itu, mari kita dukung kebaikan, kita buang segala bentuk intimidasi, intervensi oleh oknum tidak bertanggungjawab, kita support kesuksesan Pilkada serentak semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan kita. Tidak ada yang salah dengan wayang kulit, yang keliru kita sendirilah memusingkan pagelaran wayang kulit. Keberadaan wayang kulit merupakan budaya jawa bisa saja beragama Islam, Kristen, Hindu, Budha, Kepercayaan (Kejawen) jadi tidak identik dan tidak bisa di klaim umat islam, terlalu luas jika wayang kulit itu hanya ditempatkan pada satu agama saja, esensinya itu bisa diterima semua agama, karena nilai-nilai tokohnya bisa diterapkan di semua agama termasuk islam.

Diibaratkan sebuah benda mati berupa tanah kosong milik kita di biarkan terbengkalai tak terawat, lalu tiba-tiba ada tetangga yang menggarapnya dengan telaten, dan akhirnya memanen hasil milik kita. Akhirnya karena merasa nyaman atas panen dari lahan tersebut diakui sebagai miliknya. Nyahok loh!!!

Lebih baik melestarikan budaya sendiri, ketimbang budaya asing/penjajah. Jika kita sudah mempedulikannya, maka jangan salahkan negara tetangga mengklaim miliknya, sebab bangsanya lebih memihak budaya asing. Bahkan tayangan televisi nasional kontinyu menayangkan telenovela hingga sinetron-sinetron Indonesia berbau eropa. Belajar dari masalah pelik ini, kita harus segera mempererat persatuan dengan tujuan saling menjalin keamanan dalam negeri didasarkan atas saling menghormati dan saling menguntungkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun