Mohon tunggu...
Fathan Winarto
Fathan Winarto Mohon Tunggu... Penulis - History and Theology Story-Teller

Hobi Baca Sejarah, Terbuka Untuk Diskusi Masalah Agama, Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Universitas Al Azhar, Cairo.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Saatnya Para Petinju Bersalaman

8 November 2019   14:09 Diperbarui: 8 November 2019   14:27 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia adalah ring tinju. Tempat segala hal -yang sebetulnya jelas- dibenturkan dengan hal jelas lainnya. sebagaimana pertarungan tinju, para Promotor akan mencari petarung petarung terbaik yang bisa mereka temukan untuk saling lempar pukulan di arena 6 x 6 ditengah puluhan ribu penontnon.

Tujuan mereka sedrhana. Hidup dan makan. Semua itu demi keuntungan. Karena sepertinya naluri manusia memang sangat senang melihat orang berkelahi. Mengingat jenis tontonan seperti ini bukan baru muncul di abad modern, tapi sudah mulai populer bahkan sebelum Leif Ericson membangun perkampungan Vinland nya.

Kembali ke topik, dari pertarungan tinju ini, tidak hanya para Promotor yang mendapat keuntungan. Para penonton jelas tersalurkan hasratnya. Para wartawan dan stasiun televisi akhirnya punya tontonan menarik untuk menambah pemirsa, sehingga iklan komersial yang sangat menguntungkan rela memasang satu saampai dua menit promosi produk mereka. 

Belum lagi para makelar judi yang keliiling tribun bersama penjual cemilan untuk mengumpulkan uang taruhan. Banyak sekali keuntungan yang didapatkakn dari sebuah perkelahian.

Ring tinju Indonesia seakan tidak dibiarkan dingin. Selalu ada isu yang dibenturkan. Nasionalisme dengan Sara. Politik dengan Agama. Keadilan dan Kebijakan. Kalau dipikirkan, sebenarnya kedua hal yang berbenturan itu -sebagaimana manusia di ring tinju- bisa di damaikan. 

Mengapa tidak kita melihat kedua petinju saling bersalaman dan memberi ucapan selamat di tiap hari raya? Atau saling mengakui kemampuan masing masing sehingga mereka tidak berkelahi? Jawabannya jelas tidak. Mengapa? Lucu! Ya itu lucu.

Jutaan penonton sudah berniat menyaksikan pertandingan adu pukul. Terbayang naik setinggi apa pitam mereka bila yang mereka saksikan malah dua lelaki berotot yang saling cium pipi kanan cium pipi kiri. 

Hasrat manusia menyaksikan pertandingan bisa disamakan dengan hasrat manusia untuk berkuasa dalam politik. Ini pemikiran radikal, karena seakan akan menyaksikan olahraga tinju adalah hal kotor. Namun bila dipikirkan dengan jernih, akan ditemukan tali penyambungnya.

Tidak ada yang salah dalam menyaksikan atau menggemari Tinju. Karena Tinju sudah ditransformasi oleh manusia menjadi olah raga. Kita sepakat Gladiator adalah hal buruk yang harus dihapuskan. 

Sebuah pertandingan keji dan tidak manusiawi yang sudah tidak layak untuk ditonton. Tapi di dalam hati manusia, hasrat menyaksikan orang berkelahi tetap hidup. Akhirnya mereka mentransformasi Gladiator menjadi kegiatan yang lebih manusiawi. 

Dengan menempatkan beberapa aturan, dan menciptakan standar yang disebut "Sportifitas", lahirlah Olahraga tinju yang sampai sekarang dinikmati bahkan oleh aktifis kemanusiaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun