Mohon tunggu...
pintukata
pintukata Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis Bebas.

-

Selanjutnya

Tutup

Diary

Mencicipi Sakit Hati

20 Desember 2021   20:44 Diperbarui: 20 Desember 2021   21:31 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Aku ingin hidup selamanya, bahkan jika aku telah mati pun, aku ingin selalu hidup di antara hati orang di sekelilingku. Aku tak ingin membuat mereka merasa terbebani atas ada dan tiadanya diriku. Aku telah kehilangan berkeping-keping perasaan.

Bahkan aku tak menerimanya bahwa sikap aku sendirilah yang nyatanya sangat egois. Orang lain bahkan sangat khawatir dan ketakutan. Aku tak tahu bagaimana menyikapi ini, tapi memang aku sangat menggebu-gebu, padahal aku tak punya hak atas apapun, aku tak punya daya apapun untuk memiliki orang lain. Biarkanlah dia pergi untuk hari ini dan selamanya, aku tak perlu terus menerus mengejar dia, dia pasti akan semakin jauh dan semakin menghindar dariku.

Yang harus aku lakukan adalah berusaha tenang, selalu merasa bahagia. Ternyata, ada rencana Tuhan yang lebih baik untukku. Aku mungkin hanya perlu menunggu dan terus berjalan mengarungi kehidupan ini. 

Tanpa hiraukan lagi masa lalu itu. Aku memang telah berteman baik dengan segala hal dosa dan keburukan, tetapi aku harus juga tahu bahwa kasih sayang Tuhan selalu lebih besar dan lebih hangat. Itulah yang aku butuhkan saat ini.

Betapa pun, hidup selalu berjalan dan roda terus berputar. Aku harus melangkahkan kaki ini, dan tak boleh diam di tempat mendramatisir kesedihan yang tak sudah-sudah dan tak ada ujungnya, cukup dinikmati saja. Ditertawakan saja. Hidup memang paradoksal. Dan aku selalu tak menduga segala pertemuan, hari ini, besok, dan lusa akan terjadi apa, itu adalah sangat misteri.

Aku selalu berharap semoga apa yang diperjalankan Tuhan untukku pada akhirnya akan membuatku bahagia dan selalu tersenyum. Entah, untuk kesekian kalinya aku mengeluh dan mengeluh. Tangis pun palsu. Air mata yang dibuat-buat. Aku tak pernah tulus dan mengikhlaskan segalanya. 

Padahal itu penting, bukan hanya mengharap ridho Tuhan, tetapi kita harus juga ridho pada Tuhan, dalam artian, apa-apa yang telah terjadi, jangan asal cemas dan murung. Cukup lambaikan tangan dan beri salam selamat jalan pada sesuatu yang bikin hati selalu resah dan tak tenang.

Tarik nafas lagi, berdiri lagi, dan berjalan lagi. Selamat malam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun