Mohon tunggu...
pintukata
pintukata Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis Bebas.

-

Selanjutnya

Tutup

Diary

Bersama Mendekati Cahaya

20 Desember 2021   13:06 Diperbarui: 20 Desember 2021   13:13 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Aku ingin menulis tanpa berpikir. Bukan berarti aku takkan berpikir sama sekali dalam proses kepenulisan. Tetapi, aku tidak ingin menjadi faktor penggerak utama. Yang berpikir hanyalah otakku, dan itu bukan aku. Ia bekerja dengan sendirinya, dan diperjalankan.

Berpikir tentunya adalah proses yang tidak begitu muda, alih-alih mengatakan itu sulit. Tak ada sesuatu pun yang sulit dan mustahil overpass oleh kemampuan kita. Sebab Tuhan telah memberikan perangkat yang begitu kaya dengan pertimbangan bahwa mahkluknya pasti akan menemukan jalan keluar dari setiap kesukarannya, tinggal bagaimana kita ingin meraih itu atau tidak.

Jalan keluar itu semacam cahaya di sudut lorong sana, atau dalam analogi sastra, cahaya itu berada di nun sana, mari kita berpendar singsingkan lengan dan berlari menuju padanya. Tak ada sesuatu yang gelap. Sebab, mungkin, sesuatu itu atau wilayah yang gelap itu berada pada posisi yang tak menemui cahayanya, tertutup oleh tabir. Semacam rumah---jika tanpa rongga-rongga udara, setidaknya jendela di setiap sudutnya yang kacanya transparan, sehingga kita bisa menengok segala hal yang terjadi di luar rumah kita---pasti akan terasa gelap gulita.

Seperti hati yang mudah tertutup oleh bias keinginan. Kita ingin ini dan itu, mau ini dan itu. Selalu merasa kurang dengan segala sesuatu yang berbau materialisme, entah itu uang, benda, dan lain sebagainya. Tetapi jangan salah sangka dulu, aku di sini bukan untuk mengajak Anda sekalian agar segera meninggalkan segala kebendaan dunia yang bersifat sementara, tetapi justru ingin mengingatkan, coba kita atur presisi yang lebih matang tingkat kadar kecukupan kita.

Pertanyaan yang sederhana barangkali bisa Anda tawarkan pada diri Anda sendiri : hal apa saja yang paling bikin Anda merasa bersyukur dan matur nuwun pada Tuhan? Silahkan dihitung-hitung kembali.

Boleh jadi Anda bernafas saja sudah sangat bersyukur. Ketrampilan merasa bersyukur penting bagi kita agar senantiasa bahagia dengan apa yang telah dipinjamkan oleh Tuhan kepada kita. 

Aku mengistilahkan kata 'dipinjamkan' alih-alih diberikan, sebab sejatinya kita tak punya hak atas segala sesuatu terhadap diri kita sendiri apalagi hal yang disekitar kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun