Mohon tunggu...
pintukata
pintukata Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis Bebas.

-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Multiverse dan Metaverse: Where's My Home?

17 Desember 2021   08:22 Diperbarui: 17 Desember 2021   08:25 1019
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

            Membayangkan masa depan dunia, di mana kita akan hidup dalam matriks. Digitalisasi dan artifisialisasi semakin lunak dan cepat, tinggal menunggu hari, bahkan suatu saat kita akan menciptakan hari kita sendiri. Aku dan Anda berinteraksi tak perlu menempuh jarak dan dalam kedipan mata bisa saling berjumpa, bercumbu dan berpelukan.

            Teknologi yang lembut ini, memungkinkan kita hidup dengan gerak seminimal mungkin. Sekarang saja, kita tak perlu bersusah payah pergi ke sebuah kedai atau restoran memesan makanan. Kita bisa hadirkan mereka, kalau perlu kita sewa restoran itu untuk membuka lapaknya di depan halaman rumah kita.

            Manusia seakan terduplikasi menjadi dua, yang satu hidup utuh secara fisik di dunia nyata dan dapat kita rasakan dengan panca indera kita. Yang kedua, kita hidup di dunia digital, media sosial, bahkan meta-verse, atau dunia dengan kerangka strukturnya serba digital dengan very very high technology. Bahkan, hal ini akan digadang-gadang sebagai amplifikasi kegiatan manusia di dunia nyata di dunia tersebut.

            Ini bukan hanya bicara tentang meta-verse yang di prakarsai oleh Mark Zuckerberg, atau multi-verse nya Spider-man No Way Home, yang ternyata Marvel dan Sony berhasil penuhi harapan para penggemar spidey dengan hadirnya aktor-aktor lama yang telah punya legacy di universe nya, Tobey dan Andrew.

            Tapi, kita bisa berandai-andai seperti kemelut yang terjadi di film super hero manusia laba-laba itu. Bahwa suatu saat, kita bisa menarik ulang diri kita yang dulu di masa kini, atau melihat masa depan di hadapan kita sekarang.

            Pun dirombaknya Facebook ke Metaverse ini adalah awal yang nyata. Bahkan permainan daring semacam The Sims, Sandbox, atau RoG sudah mulai membangun verse nya sendiri. Tetapi para ahli yang bergelut di ruang itu sedang berpikir keras untuk menciptakan dan membangun dunia Metaverse yang terhubung dan terintegrasi tanpa sekat-sekat apapun. Artinya, yang mereka dambakan adalah, jika dianalogikan dengan pikiran bodoh, kita tak perlu currency dollar atau rupiah, atau yuan. Tetapi hanya memakai satu currency mata uang yang sama di seluruh dunia dengan satu pengguna, yang diistilahkan sebagai Avatar.

            Kita bahkan bisa membeli lahan, membuka kampus atau sekolah-sekolah sendiri, mendirikan marketplace yang sangat nyata. Artinya, kita tanpa pergi ke tempat tersebut, dengan kaca mata, atau alat bantu teknologi yang muktahir nanti, kita merasakan secara langsung kegiatan belanja, memilih barang, taruh ke keranjang, dan membayar.

            Harapan lain, kita tak perlu memakan dan merasakan secara fisik, tapi dengan perangkat pembantu itu, kita bisa merasakan secara emosional. Sangat amat ngeri dan bikin kita gigit jari!

            Tetapi kabar buruknya, kita pasti tetap menemui orang-orang yang menyelimuti moralnya untuk sekedar meraup keuntungan semata dengan menyalahgunakan dunia tersebut. Kembali lagi, teknologi apa pun itu semuanya adalah alat pembantu manusia. Yang patuh disadari adalah kita sendiri sebagai pengguna, sebagai mana pisau itu tidak memiliki sifat baik dan buruk, kecuali dari tindakan tangan-tangan kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun