Mohon tunggu...
pintukata
pintukata Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis Bebas.

-

Selanjutnya

Tutup

Diary

Bahaya Telat

1 Desember 2021   11:20 Diperbarui: 1 Desember 2021   11:24 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

            Mari kita teruskan. Selanjutnya aku ingin sedikit mengulas bahaya telat dan konsekuensinya. Setidaknya, kita dapat berprinsip tentukan pilihan satu di antara kedua ini : telat atau datang lebih awal. Tapi, aku yakin tidak semua orang dapat menentukan apakah dia benar-benar tepat waktu atau tidak. Sebab, boleh jadi, saat kita tiba pada suatu acara, ternyata masih belum juga dimulai.

            Faktornya mengapa, tentu banyak sekali. Boleh jadi ada perubahan teknis acara, sehingga membutuhkan waktu lebih untuk merangkai susunan acara baru. Atau barangkali pembicaranya yang terlambat hadir, disebabkan satu dan dua hal, misal, asalan yang klise adalah soal macet.

            Atau malah pembawa acaranya yang tiba-tiba sakit perut tidak dapat memimpin jalannya acara pada saat itu, dan di waktu bersamaan, Anda diminta untuk menjadi penggantinya, siapkah?

            Dan masih banyak faktor lainnya yang belum dapat meverifikasi bahwa kita benar-benar tiba tepat waktu.

            Seperti apa yang aku sampaikan di muka, aku secara radikal menyatakan bahwa telat itu bahaya. Mengapa demikian? Aku di sini hanya dapat menjelaskan menurut pengalamanku pribadi, yang menjadi penyebab aku keras menyoal ini. Baru saja terjadi.

            Pukul 10 tadi, aku segera pergi ke kantin untuk makan siang. Akhir-akhir ini, entah aku lebih suka makan di kantin kampus daripada tempat lainnya. Di tempat lain aku kurang begitu suka sebab selain harganya relatif mahal, menu-menu yang disajikan kurang begitu berselera bagiku. Entah, apa mungkin aku yang cenderung tertutup perihal lidah. Sebab, dibenakku, saat sudah menemui makanan yang pas, aku akan membelinya berulang kali sampai bosan. Baru aku mencari makanan yang lain.

            Mungkin penyebabnya malas, atau apalah, sangat melankolis memang. Tapi, jika ada orang yang menawarkan makanan atau mengajak makan di suatu restoran, aku akan mengiyakan. Ya, partner bagiku butuh saat hendak makan di suatu tempat yang di atas standar kantong mahasiswa. Selain makan yang di santap, momen asyik pasti terjadi, seperti mengobrol berbagi keluh kesah, selfie ria, dan temu kangen pastinya.

            Kembali ke soal kantin tadi, setibanya. Aku langsung ambil nampan dan pesan dua lauk serta semangkuk nasi. Lauknya berupa ayam tumis dan sayur brokoli. Aku suka sekali sayur itu. Mungkin ada pengaruh besar dari tontonanku waktu kecil dulu, kartun Popeye si pelaut, tut tut... Eh bukan brokoli ya, tapi bayam. Tapi sama kok, hijau juga. Sebenarnya segala jenis sayur aku suka, tapi aku bukan penganut sekte vegetarian, atau sebaliknya, aku juga bukan penyembah daging ayam, sapi, dan kambing. Pokoknya semua jenis makanan akan aku santap, terkecuali yang haram dimakan.

            Beberapa orang mungkin alergi pada sebagian jenis lauk. Seperti yang banyak ku temui, kawanku alergi makan jenis makanan dari laut, mulai dari ikan, udang, teri, spongebob, patrick, squidward, ehh salah salah.. crab atau kepiting, tapi bukan tuan krab ya hehe. Sebab, selepas dia menyantap jenis makanan tersebut, tubuhnya akan penuh cacar bintik-bintik merah. Mengerikan sih. Dan aku sangat bersyukur tidak memiliki kendala itu.

            Selepas makan di kantin, pada pukul 10.40, aku langsung bergegas menuju perpustakaan. Biasa aku menaiki lift menuju lantai 5  perpus tersebut. Berharap kebagian kursi dan meja belajar kosong. Tapi na'as nasib memang, ternyata mereka lebih dulu mengakuisisi seluruhnya. Aku sangsi, barangkali mereka tiba di sini, pagi sekali, atau barangkali nginap. Sebab tak jarang aku menemui meja belajar disisi penuh oleh buku-buku mereka lengkap dengan rak-raknya. Kadang ada yang bawa selimut, bantal, dan peralatan mandi.

            Dan itulah sebabnya, aku meletupkan kata-kata bahwa telat itu bahaya. Sebab aku akan menyesal. Tapi kabar baiknya, aku bisa membaca kapan meja dan kursi belajar tersebut banyak yang kosong. Seperti pada pukul empat sore, biasanya mereka berhamburan pergi ke kantin-kantin mencari makan malam. Mungkin di sini, kejelihan perlu diasah, tentang bagaimana membaca pola pada suatu peristiwa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun