Mohon tunggu...
pintukata
pintukata Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis Bebas.

-

Selanjutnya

Tutup

Diary

Belajar Merasa Bahagia

28 November 2021   11:57 Diperbarui: 28 November 2021   12:07 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Mari berpikir kembali. Berapa banyak waktu yang tersisa selama hidup di muka bumi ini? Tentu tidak sebanding dengan waktu yang sengaja berlalu. Mungkin berangsur begitu saja tanpa memaknai dalam memproses jalannya waktu tersebut, atau sebaliknya. Menjadi pribadi yang kaya akan pengalaman dan selalu belajar berproses mengarungi kehidupan.

            Anggapan seseorang mungkin akan menjawab setidaknya masa depan itu sebuah misteri. Kita bisa berangkat dari anggapan itu untuk meyakinkan letupan tindakan di masa sekarang ini adalah proyeksi magma yang nanti akan meledak. Tinggal biarkan sang waktu yang menjawabnya.

            Seringkali aku dihadapkan pada dua pilihan dalam pikiranku sendiri. Menjadi baik atau buruk. Itu pun yang terlintas adalah pilihan yang mengharuskan aku tegaskan secara ekstrem. Artinya, bila aku memilih untuk baik. Menjadi baiklah secara paripurna dan lengkap, sebaliknya jika masih ingin terus menikmati keburukan, tuntaskanlah.

            Terdengar sangat radikal. Dan itu membuatku khawatir alih-alih ingin bertekad untuk mengambil keputusan satu di antaranya. Tentu menjadi pribadi yang baik adalah impian. Setiap orang pun bebas mencitrakan kebaikan itu dalam berbagai bentuk. Bahkan kita dituntuk untuk selalu berhati-hati pada orang yang berusaha beriktikad baik ke kita. Sejauh kita mengenali orang tersebut sekian lama. Katakanlah dia sahabatmu, mungkin volume waspadanya bisa dikecilkan atau dimatikan sekali pun.Tetapi tidak dengan orang yang tak dikenal.

            Ragam cara bisa dilakukan menjadi pribadi baik, tentu dengan tindakan nyata. Bisa berupa bantuan, senyuman, sikap ramah, atau kasih sayang. Bagiku perilaku tersebut adalah anasir seberapa baik orang itu. Bukan pada melihat bagaimana cara berbusana. Meski pun dengan berbusana rapi dan tidak acak-acakan kita berpeluang besar dianggap oleh orang lain sebagai pribadi yang baik.

            Balik pada cerita di awal tadi, akhirnya aku menemukan jalan keluar bagaimana menentukan sikap secara sadar dalam hidup. Tentu manusia diciptakan memiliki kecendrungan kepada hal-hal yang baik atau istilah kosakata dalam bahasa Arabnya hanif. Namun, beriringnya waktu kemudian teredusir oleh peristiwa sejarah yang makin hari memupuk tabir akan kecendrungan itu.

            Siapa sangka utamanya dalam menjalankan ibadah sholat, kita sering meminta kepada Tuhan agar kemudian selalu ditunjukkan kepada jalan yang benar. Itu merupakan bentuk penegasan bahwa sejatinya kita masih berpeluang berada dalam lintasan kesesatan.

            Beberapa hari terakhir aku mulai kembali sering-sering melakukan kontemplasi diri di luar mengerjakan ibadah yang memang merupakan kewajiban. Mungkin pula, karena anggapanku bahwa ibadah itu wajib, maka aku merasa terbebani. Padahal kalau aku ubah pola mindset itu dengan menganggap bahwa ibadah itu adalah kebutuhan, barangkali output yang dihasilkan benar-benar sebuah ketenangan dan ketentraman dalam hidup.

            Dengan berkontemplasi melalui permerenungan atas apa-apa yang telah ku lakukan serta apa yang ada di sekitar kita, aku sadar bahwa aku bukan apa-apa, dan aku harus tuntas dengan diriku sendiri. Baru mulailah dengan hal kecil, yaitu selalu merasa bahagia, alih-alih menjadi bahagia yang itu adalah posisi nisbi. Sebab kita belum bisa mencapai puncak kesejatian yang bernama bahagia, yang saya tahu kita selalu berusaha mencicipi manisnya bahagia. 

Berangkat dari situ, aku perlahan menggoda energi positifku perlahan naik ke permukaan, dengan segala perangkat yang dipinjamkan Tuhan padaku dan itu adalah segalanya yang ku butuh untuk disyukuri. Nikmat sekali menjalani hari-hari dengan ceria dan optimis. Cobalah!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun