Jam dinding putih di pojok ruangan memang sudah menunjukkan pukul 21.15, tetapi suara alat cukur rambut elektrik itu masih terus berbunyi, seiring potongan-potongan rambutku yang jatuh ke lantai.
"Jokowi kemarin serangannya bagus waktu debat ya, mas", akhirnya suara si tukang cukur keluar juga.
Arif -- demikian namanya -- sudah 6 tahun membuka tempat cukur di salah satu pojok keramaian daerah Kemang, Jakarta Selatan. Sembari merapikan rambutku, ia terus berceloteh tentang kekagumannya pada penampilan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di debat kedua Pilpres beberapa hari lalu.
Menurutnya, Jokowi jauh lebih luar biasa dibandingkan Prabowo di malam itu. Apalagi ketika ia menyinggung soal ratusan ribu hektare lahan yang disebutnya milik Prabowo di beberapa daerah. Pria yang cuma lulusan SMA itu menyebut penampilan Jokowi di debat kedua menutupi kekurangannya di debat pertama.
"Jadi, mas, berilah kesempatan pada yang sudah terbukti untuk memimpin lagi 5 tahun ke depan", selorohnya saat aku hendak pergi.
Aku hanya tersenyum mendengarnya. Strategi kampanye yang efektif nih lewat tukang cukur. Bayangkan jika ia punya 30 pelanggan dalam satu hari, sudah berapa banyak orang yang diajaknya bicara tentang penampilan Jokowi.
Yang jelas Arif adalah satu dari jutaan penduduk Indonesia yang mungkin sedang terpukau dengan penampilan Jokowi pada debat kedua Pilpres. Mantan Wali Kota Solo itu memang dianggap lebih baik dibanding lawannya, Prabowo Subianto.
Jokowi terlihat menguasai topik bahasan dengan sangat baik. Ia juga membicarakan dan menjawab pertanyaan panelis dengan menggunakan data berupa angka-angka yang spesifik dan meyakinkan.
Bagi masyarakat awam seperti Arif yang hanya menilai dari sisi komunikasi politik dan performa tampilan debatnya, Jokowi memang terlihat jauh lebih unggul. Hal itu juga ditambah dengan penampilan Prabowo yang terlihat kurang maksimal dan cenderung lebih banyak mengiyakan apa yang dikatakan oleh Jokowi.
Namun, dalam hal konten, tidak sedikit data-data yang diklaim Jokowi justru bertentangan dengan fakta yang terjadi di lapangan. Soal kebakaran hutan misalnya, Jokowi menyebutkan bahwa dalam 3 tahun terakhir hal tersebut tidak lagi terjadi.Â
Faktanya, data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) justru menyebutkan kebakaran masih terus terjadi, sekalipun skalanya tidak mencapai status bencana.