Mohon tunggu...
Reza Pamungkas
Reza Pamungkas Mohon Tunggu... Jurnalis -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

"Mahathir Effect", Generasi Tua, Sudahlah!

4 Juli 2018   14:55 Diperbarui: 4 Juli 2018   15:11 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mahathir Effect: Generasi Tua, Sudahlah!

"Bahkan seseorang yang mampu mengimitasi suara Burung Bulbul sekalipun akan membuat kita kecewa, saat tahu kalau suara itu hanyalah tiruan, bukan aslinya." ~ Immanuel Kant

Baca juga :  Umrah Politik Prabowo-Amien

Sejarah mencatat, Immanuel Kant merupakan salah satu filsuf modern yang terkenal dengan pemikirannya yang rasional dan berdasarkan pengalaman empiris. Penemu hipotesa Nebula asal Jerman ini, percaya kalau segala yang sifatnya imitasi tak akan mampu menyamai keaslian yang diimitasinya.

Berangkat dari kutipan Kant ini, maka sebenarnya upaya Amien dan JK hanyalah sekedar peniruan atau mimicry. Apalagi menurut Homi K. Bhabha dalam buku Cultural Diversity and Cultural Differences, mimicry hanyalah hasrat seseorang menjadi orang lain yang hampir sama, walau pada dasarnya tidak sepenuhnya sama.

Kemenangan kembali Mahathir Muhammad sebagai PM Malaysia memang cukup mengagetkan, mengingat usianya yang telah begitu sepuh. Namun kembalinya Mahathir ke panggung politik, sebenarnya diakibatkan adanya urgensi demokrasi di negara Jiran tersebut, yaitu menumbangkan kekuasaan korup Najib Rajak.

pinterpolitik.com
pinterpolitik.com
Banyak pihak menganggap, dukungan mayoritas masyarakat pada Mahathir lebih pada adanya "musuh bersama". Andai saja Pemerintahan Najib tidak korup, bisa jadi Mahathir pun tidak akan dapat memenangkan pemilu lalu. Sayangnya, di tanah air, kesan tersebut dibiaskan hanya dari segi usia dan kesempatan kembali berkuasa semata.

Padahal kembalinya Mahathir ke dunia politik, berdasarkan Path-Goal Theory dari Robert House, merupakan cara masyarakat dan partai oposisi untuk mengembalikan demokrasi di negara tersebut. Sehingga, kemenangan Mahathir tak hanya karena faktor kharisma dan pengalaman saja, tapi juga kebutuhan transformasi negaranya.

Fakta ini memperlihatkan kalau hasrat Amien maupun JK sebagai capres, sebenarnya hanya sebatas memanfaatkan momentum saja, sebab dari tujuannya sendiri sangat berbeda. Apalagi, Mahathir sendiri telah menyatakan kalau pemerintahannya hanya sebatas transisi, karena nantinya tampuk kekuasaan akan ia berikan pada Anwar Ibrahim.

Genggaman Kekuasaan Gerontocracy

"Apa yang tidak lebih mulia atau berharga bagi negara, selain seseorang yang memberikan kesempatan untuk munculnya generasi baru?" ~  Marcus Tullius Cicero

Dalam sejarah Republik Romawi, Cicero merupakan politikus dengan latar belakang yang bersih. Berbeda dengan rekan sejawatnya, Matellus atau Hortensius, ia tidak berasal dari keluarga aristokrat atau nepotisme politik yang telah dilakukan secara turun temurun dalam setiap Pemilu.

Politikus yang bersih dan tidak terlibat dalam korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) seperti Cicero, di masa Orde Baru, tentu juga akan sulit didapati. Namun setelah reformasi, khususnya setelah undang-undang Pemilu diamandemen, politikus muda dengan track record bersih mulai bermunculan dan mendapat dukungan rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun