Mohon tunggu...
BaBe
BaBe Mohon Tunggu... Supir - Saya masih belajar dengan cara membaca dan menulis.

Banyak hal menggelitik di dunia ini yang pantas dikupas!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pemerintah Memberikan Bukti lewat BAKTI

8 Januari 2019   16:25 Diperbarui: 8 Januari 2019   16:30 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petugas sedang mengecek kualitas koneksi di NOC Pantai Amban Manokwari. (foto: Dokumen Pribadi)

Teringat sekali dengan 20 tahun lalu, saat sedikit demi sedikit masyarakat Indonesia mulai melengkapi dirinya dengan apa yang namanya handphone/ponsel. Mereka yang memiliki ponsel bisa dibilang masuk ke dalam level kalangan modern. Karena pelan tapi pasti ponsel menggeser keberadaan pager  radio panggil.

Di kota-kota besar di Indonesia pun belum semuanya tersentuh jaringan 2G. Operator selular yang ada pun masih sedikit. Teknologi yang dipakai pun masih terbagi dalam AMPS (Advanced Mobile Phone System) dan GSM (Global System for Mobile). Tercatat operator Metrosel sebagai operator AMPS, dan Telkomsel, Satelindo dan Excelcomindo yang mulai dikembangkan di awal tahun 1990an.

Dalam beberapa kesempatan saat kita ingin melakukan komunikasi melalui ponsel, seringkali kita harus mencari tempat yang baik untuk mendapatkan sinyal. Hal tersebut bukanlah hal yang tabu saat itu. Baik di Ibuk ota Jakarta maupun di kota-kota lainnya. Bila kita ingin melihat hal seperti itu, bisa kita coba saat kita masuk ke pelosok yang masuk wilayah blank spot area (tidak ada sinyal 2G/3G/4G).

Pelan tapi pasti pemerintah menggalakkan pembangunan untuk menjawab ketertinggalan kualitas sinyal di daerah-daerah yang terpencil. Puluhan ribu lokasi yang dulunya blank spot sekarang sudah bisa menikmati kualitas berkomunikasi yang baik. Selain sinyal telepon, sinyal internet pun bisa dinikmati didaerah-daerah di pelosok.

Menyediakan kualitas sinyal yang baik bagi perusahaan operator selular bukanlah hal yang sederhana/mudah dilakukan. Terlebih di daerah yang jauh dari kota. Karena banyak faktor yang bisa jadi penyebabnya. Kendala selalu ada, apalagi topografi Indonesia tidak lepas dari apa yang namanya lautan dan pegunungan.

Sejak memasuki era milenium baru, tahun 200an. Pemerintah mencoba menggenjot infrastruktur telekomunikasi untuk mempersatukan seluruh wilayah Indonesia ke dalam jaringan telekomunikasi yang cepat dan berkualitas baik. Sempat terhenti sekitar 10 tahun, di 2015 lalu pemerintah kembali menggiatkan tekadnya memberikan layanan telekomunikasi yang baik ke seluruh provinsi di Indonesia.

Melalui BAKTI (Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika) yang merupakan unit organisasi noneselon di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang bertanggungjawab melaksanakan pengelolaan pembiayaan Kewajiban Pelayanan Universal dan penyediaan infrastruktur dan layanan telekomunikasi dan informatika. Pemerintah mentargetkan seluruh wilayah terdepan / terluar bisa terhubung melalui jaringan pita lebar/fiber optik pada 2019.

Apa yang ditargetkan pemerintah ternyata bisa terlaksana, terbukti di awal tahun 2019 ini BAKTI nyaris menyelesaikan semua jaringan fisik penarikan kabel laut dan penanaman pita lebar. Saat ini sedang dalam tahap penyelesaian Palapa Ring peket timur, setelah paket barat dan paket tengah teleh terselesaikan sebelumnya. Paket timur mempunyai tugas paling berat, karena jaringan yang harus dipasang adalah 4426 KM kabel laut, 2452 KM kabel darat dan 59 Hops microwave.

Beberapa waktu lalu saat lalu sebelum Natal 2018, saya berkesempatan mencoba sendiri membandingkan kualitas sinyal di beberapa tempat di wilayah Papua Barat. Hal yang saya rasakan 20 tahun lalu di Pulau Jawa saya rasakan juga sekarang. Yaitu begitu susahnya mendapatkan sinyal yang bagus. Sinyal Telkomsel yang terkenal kuat pun hanya bagus di beberapa wilayah yang dekat dari BTS.

Sempat saya diskusi dengan salah satu kepala Distrik (camat) setempat tentang kondisi sinyal dan pemanfaatan internet untuk mendukung pemerintahan. Beberapa keluhan yang ada adalah sinyalnya terdeteksi di ponsel, tetapi koneksinya tidak bisa untuk dipakai mengakses internet. Hal seperti ini mungkin tidak akan terjadi beberapa saat lagi. Karena di saat 100 persen jaringan fisik pita lebar terpasang, maka operator selular dari perusahaan manapun bisa memanfaatkan/menghubungkan BTS mereka dengan jaringan fiber optik. Ini akan mempunyai dampak yang signifikan terhadap kualitas koneksi yang didapat masyarakat.

Kesenjangan koneksi di daerah dengan ibukota akan terkikis dengan sendirinya. Masyarakat di semua provinsi annti diharapakan bisa menikmati koneksi internet 4G. Sehingga komunikasi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat bisa menjadi lebih kuat. Sekarang sudah terbukti, melalui BAKTI, proyek strategis nasional yang sempat terhenti selama 10 tahun sekarang bisa terealisasi. Tentu ini adalah kabar gembira bagi rakyat Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun