Mohon tunggu...
Zefanya Pilar Tiarso
Zefanya Pilar Tiarso Mohon Tunggu... Lainnya - .

Mahasiswa Ilmu Komunikasi di Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Persepsi Itu Selektif

29 September 2020   13:20 Diperbarui: 29 September 2020   17:58 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa yang anda pikirkan setelah melihat gambar tersebut? Presiden Indonesia? Mantan Walikota Solo? Mantan Gubernur Jakarta? Atau justru mengingatnya sebagai kakek Jan Ethes? Dari satu gambar yang sama saja, pemahaman dan pengertian masing-masing orang berbeda. Itulah persepsi. Ada yang menganggap Joko Widodo, atau yang lebih akrab disebut dengan Jokowi, sebagai presiden hebat dan sukses menangani Indonesia, namun tidak sedikit juga yang menganggap Joko Widodo gagal dalam menjalankan tugasnya sebagai Presiden Indonesia.

Menurut Samovar, Porter, dan McDaniel (2017), persepsi itu selektif. Pola persepsi bisa dipelajari dan bisa juga dipengaruhi oleh orang lain. 

Jika kita hubungkan pengertian Samovar, Porter, dan McDaniel dengan kasus di atas, bahwa kita semua memiliki persepsi masing-masing. Bukan hanya terhadap seseorang, tapi juga terhadap benda, sifat, ataupun suara. Pola persepsi bisa dipengaruhi oleh orang lain, hal ini dapat terlihat bahwa persepsi orang kepada Jokowi bisa sangat dipengaruhi oleh perkataan orang lain. Misalnya di media sosial, banyak orang mengatakan Jokowi tidak tegas, maka persepsi ini bisa memengaruhi orang lainnya sehingga banyak orang memiliki persepsi sama yaitu Jokowi tidak tegas.

Contoh lain dari persepsi, coba tanyakan pada orang-orang di dekatmu, siapa presiden Indonesia terbaik menurut mereka. Pastilah jawabannya berbeda-beda, ada yang menjawab Soekarno, Soeharto, Habibie, Megawati, Gus Dur, Susilo Bambang Yudhoyono, ataupun Joko Widodo. Orang-orang ini menjawab sesuai dengan persepsi mereka, bahwa mereka memiliki pendapat yang berbeda bukan berarti mereka salah. Alasannya mungkin karena mengenal Soeharto sebagai proklamator, menyebut Soeharto sebagai bapak pembangunan, kagum dengan kepintaran Habibie, kagum dengan pribadi Gus Dur, dan lain-lain. Itulah mengapa persepsi disebut selektif, karena persepsi tidak bisa hanya melihat dari satu sisi saja, tetapi juga dari sudut pandang yang lain.

Menurut Adler dan Gunderson dalam Samovar (2017), ada lima karakteristik persepsi:

- Persepsi itu selektif, karena ada banyak stimulus yang memacu persepsi, maka orang akan cenderung memilih informasi-informasi tertentu saja.

- Persepsi itu dipelajari, pengalaman hidup memberikan cara pandang yang berbeda dalam memberikan persepsi.

- Persepsi ditentukan oleh budaya, perbedaan budaya dapat membuat persepsi orang berbeda-beda

- Persepsi itu konsisten, sekali orang memiliki persepsi tentang suatu hal, maka persepsi itu biasanya tidak akan pernah berubah

- Persepsi itu tidak akurat, artinya bahwa kita melihat dunia secara subyektif, maka hanya akan melihat sesuatu yang kita pandang sesuai dengan persepsi kita saja.

Karakteristik-karakteristik inilah yang bisa menjadikan persepsi masing-masing orang berbeda padahal memberikan pendapat pada hal yang sama. Dengan mempelajari karakteristik persepsi akan memudahkan kita menerima pendapat orang lain karena tentunya pendapat atau persepsi masing-masing orang memiliki alasannya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun