Mohon tunggu...
Siswa Rizali
Siswa Rizali Mohon Tunggu... Konsultan - Komite State-owned Enterprise

econfuse; ekonomi dalam kebingungan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kilas Balik IPO Startup IT 2019: Akhir Euforia

30 Desember 2019   08:50 Diperbarui: 30 Desember 2019   08:59 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sedangkan WeWork adalah sebuah perusahaan yang menyewa properti jangka panjang dalam skala besar, lalu menyewakan kembali dalam jangka pendek dengan skala kecil.

Ketika WeWork melakukan ekspansi agresif di tahun 2018, pendapatan melonjak dua kali lipat ke US$1,8 miliar sementara kerugian usaha naik tajam menjadi US$1,9 miliar. Anehnya, WeWork memiliki valuasi tiga belas kali lipat perusahaan sejenis seperti International Workplace Group (IWG) yang memiliki rekam jejak 30 tahun, pendapatan US$3,4 miliar, dan laba operasional US$0,5 miliar di tahun 2018.

Faktor kedua, perusahaan startup IT tersebut tidak memiliki model bisnis yang terbukti unggul. Perusahaan startup IT yang harga sahamnya terkoreksi tajam paska IPO memiliki model bisnis yang: intensif biaya operasional, marjin usaha yang tipis, kompetisi yang ketat, dan tidak berhasil menciptakan hambatan bagi pesaing baru untuk masuk ke pasar (no barriers to entry).

Aplikasi yang dikembangkan oleh startup IT tersebut hanya pelengkap dari bisnis sektor riil yang coba dipenetrasi, seperti: transportasi perkotaan, penyewaan properti, dan pengiriman barang.

Perusahaan IT unggulan seperti Amazon, Google, dan Facebook, melakukan ekspansi dengan investasi yang menghasilkan/meningkatkan keunggulan software baru dan mengakuisisi perusahaan IT yang potensial memperbaiki layanan yang dimilikinya.

Sedangkan Uber, Lyft, WeWork, berinvestasi dengan mensubsidi konsumer dan mitra usaha untuk memperebutkan pangsa pasar. Menggunakan dana dari VC, mereka mengalahkan pesaing usaha kecil domestik. Tetapi konsumen dan mitra tidak memiliki loyalitas pada startup IT tersebut dan mudah pindah ke perusahaan startup IT pesaing lainnya.

Akibatnya, biaya yang dikeluarkan startup IT untuk mendapatkan konsumen baru (Customer Acquisition Cost) lebih besar daripada nilai umur pendapatan pelanggan (Customer Lifetime Value). Sebuah eksperimen pemasaran yang menyebabkan kerugian besar, tidak akan berkesinambungan, dan biasanya berakhir dengan kebangkrutan.

Faktor ketiga, perusahaan startup IT ini lebih mengandalkan modal besar dari VC untuk bersaing. Perusahaan startup IT seperti Uber, Lyft, dan WeWork dianggap dapat menjadi perusahaan IT unggulan baru menyerupai Amazon, Facebook, dan Google.

Bedanya, Amazon, Facebook, dan Google saat berdiri hanya memperoleh pendanaan pre-IPO yang relatif kecil dan segera untung. Sebelum IPO, Amazon dan Google hanya memperoleh pendanaan sebesar US$8,5 juta dan US$37,6 juta.

Facebook termasuk yang memperoleh pendanaan pre-IPO yang besar, yaitu US$2,2 miliar. Amazon, Facebook, dan Google masing-masing sudah laba dalam dalam tempo 9, 5, dan 3 tahun dengan pendapatan US$5,3 miliar, US$777 juta, dan US$86 juta.

Dengan pendanaan yang terbatas, ketiganya memperbaiki kinerjanya dan berhasil unggul melalui inovasi teknologi dan jasa yang diberikan. Selain mengalahkan Yahoo sebagai search engine terbesar di akhir 1990-an dan awal 2000-an, Google juga mengalahkan: Excite.com, Infoseek.com, Inktomi, Lycos.com, AltaVista, Looksmart.com, Overture, Aol.com, AllTheWeb, dan banyak lagi. Saat ini, Google juga mengungguli search engine yang dimiliki perusahaan IT raksasa Microfost yakni: bing.com.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun