Mohon tunggu...
Siswa Rizali
Siswa Rizali Mohon Tunggu... Konsultan - Komite State-owned Enterprise

econfuse; ekonomi dalam kebingungan

Selanjutnya

Tutup

Money

Ketimpangan dari Perspektif Pasar Bebas

2 Februari 2018   12:55 Diperbarui: 2 Februari 2018   13:44 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Publikasi di Kolom Opini Bisnis Indonesia, 20 September 2017

======

Pemerataan ekonomi Indonesia membaik dalam periode 2014-2017, ditandai penurunan rasio Gini dari 0,41 menjadi 0,39. Tetapi, jumlah penduduk miskin di periode yang sama cenderung naik, mencapai 27,8 Juta jiwa per Maret 2017 dari 27,7 Juta jiwa di September 2014 (BPS). Timbul pertanyaan: sebagai target kebijakan ekonomi, pemerataan atau pengentasan kemiskinan yang lebih penting?

Sumber Ketimpangan

Penyebab tidak meratanya distribusi hasil pembangunan, atau ketimpangan, dapat dibagi dua faktor: mekanisme pasar dan intervensi pemerintah. Ketimpangan ekonomi dari hasil proses mekanisme pasar, dapat diterima sebagai bagian alamiah bermasyarakat. Sebaliknya, ketimpangan ekonomi akibat intervensi pemerintah, seperti regulasi monopoli, tidak dapat dibenarkan.

Misal, ada sebuah masyarakat berpenduduk satu juta jiwa dengan kekayaan awal nol, dan diberikan uang sebesar Rp 50 Juta per orang. Setiap orang memiliki kemampuan dan kesempatan yang sama; sebuah kondisi ideal pemerataan ekonomi.

Sejalan waktu, adanya perbedaan selera konsumsi, keinginan menabung, dan sikap wirausaha, akan menyebabkan masyarakat tersebut mengalami ketimpangan ekonomi. Mereka yang sangat boros, segera menghabiskan uangnya dan bisa terjerat utang. Orang yang hemat, akan menabung dan mendapat tambahan penghasilan bunga dimasa mendatang. Mereka yang agresif, dapat mendirikan perusahaan dan menjadi sukses (atau gagal total).

Misal seseorang membuat usaha yang produknya berharga Rp 50.000 (0,1% kekayaan awal masing-masing pembeli) dan dibeli oleh 500.000 jiwa. Maka ada seorang pengusaha dengan penjualan Rp 25 Miliar (dari Rp 50.000 X 500.000 Jiwa). Bila laba si pengusaha 20% dari penjualan, atau sebesar Rp 5 miliar, maka terjadi ketimpangan pendapatan dan kekayaan antara si pengusaha dengan mayoritas penduduk.

Dalam kondisi statis, total nilai ekonomi tetap dan hanya terjadi perpindahan kekayaan dari satu orang ke orang yang lain (zero sum game). Dalam dunia nyata, kondisi dinamis berupa peningkatan pendapatan masyarakat terjadi. Misal produk si pengusaha meningkatkan produktivitas pembeli, sehingga pendapatan si pengguna meningkat 5% per tahun. Maka terjadi tambahan kegiatan ekonomi dengan nilai Rp 1,25 triliun (dari [Rp 50 Juta X 5%] X 500.000 Jiwa). Total perekonomian tersebut tumbuh 2,5%, dan menghasilkan seorang super kaya dengan harta Miliaran Rupiah.

Akumulasi ketimpangan pendapatan dan kekayaan selama 20 tahun ke depan mungkin terus meningkat, sehingga ada seorang super kaya baru. Skenario ini terjadi di dunia nyata, khususnya di sektor teknologi yang banyak melahirkan orang terkaya baru dunia.

Dalam daftar The Forbes World's Billionaires,beberapa pengusaha di sektor teknologi mendirikan usahanya dari nol pada 1990-an atau awal 2000-an, seperti: Jeff Bezos (amazon.com), Mark Zuckerberg (Facebook), Larry Page (Google), Sergey Brin (Google), Jack Ma (alibaba.com), dan Ma Huateng (Tencent).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun