Mohon tunggu...
Piccolo
Piccolo Mohon Tunggu... Hoteliers - Orang biasa

Cuma seorang ibu biasa

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Menunggu Mati

20 Mei 2020   23:21 Diperbarui: 20 Mei 2020   23:24 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku kehilangan aksara
Barisan kata membisu, gerak membatu
Jarak merenggang, memisahkan aku dan kau, kita dan mereka
Menatap lewat layar, menyentuh lewat udara
Temu kian langka bagi kaum bodoh
Kematian makin dekat bagi kaum egois
Miskin kian melarat, kaya kian serakah
Makan rasanya begitu berkah, liburan rasanya begitu di damba
Sebagian menahan lapar, sebagian menimbun pangan
Sebagian memanen kepicikan, sebagian terancam mati kelaparan
Jurang kian memisahkan, jurang kian dalam
Tangan-tangan tak bersentuhan
Hati nurani mulai dimakamkan
Sebagian sibuk kampanye new normal, sebagian sibuk untuk sekedar bertahan hidup
Sebagian sibuk berkata kita bisa, sebagian sibuk menunjukkan kebodohan
Ini bumiku yang baru
Ketika kenal menjadi asing
Mimpi anak-anak digadaikan
Sekolah diliburkan, provider dikayakan
Perut-perut dikosongkan dan diisi beras berkutu
Mari saling tatap,
Kelak ketika kau sudah puas menjadi perpanjangan rantai, bertindak seolah kau bisa beli nyawa baru setelah kau beli baju barumu
Berbaringlah, dan tuai apa yang sudah ditabur
Menunggu satu per satu mata terpejam
Lalu saksikan, siapa yang bertahan sampai akhir
Bahkan yang terakhir,
Bertahan untuk menggali lubang sendiri setelah semua pergi lebih dulu

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun