Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mengintip IPM Negara Kita

4 November 2015   17:53 Diperbarui: 4 November 2015   17:54 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Human Development Indeks (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah indikator yang digunakan oleh PBB untuk mengukur laju pembangunan di sebuah wilayah.

IPM dikembangkan oleh peraih penghargaan Nobel asal India, Amartya Sen dan seorang ekonom Pakistan Mahbub ul Haq, serta dibantu oleh Gustav Ranis dari Yale University dan Lord Meghnad Desai dari London School of Economics. PBB kemudian menggunakannya sebagai dasar klasifikasi tingkat pembangunan sebuah negara.

Pada waktu-waktu sebelumnya, indikator dititikberatkan hanya pada dimensi ekonomi saja seperti pendapatan per kapita atau produk domestik bruto. Namun kemudian dengan indeks IPM yang lebih lengkap ditambahkan paramater lain seperti tingkat harapan hidup dan tingkat pendidikan dari masyarakat di wilayah sasaran.

Jadi dalam penilaian IPM ada tiga dimensi penilaian utama yaitu: 1) Kesehatan (angka harapan hidup), 2) Pendidikan (angka melek huruf, angka lama sekolah) dan 3) Standar Hidup (PDB per kapita). Setiap dimensi memiliki indikator penilaiannya sendiri-sendiri.

Setelah berjalan hampir puluhan, PBB dalam hal ini UNDP kemudian menyempurnakan lagi metode penghitungannya. Dalam metode baru, Angka Melek Huruf (AMH) tidak lagi dimasukkan ke dalam perhitungan melainkan diganti dengan Harapan Lama Sekolah (HLS). Standar Hidup Layak juga mulai diukur dengan PNB per kapita, bukan lagi PDB per kapita. Selain itu perhitungan agregasi indeks-nya juga sudah menggunakan rata-rata ukur/geometrik bukan lagi rata-rata hitung.

Metode baru ini diklaim lebih presisi karena menggunakan indikator yang tingkat diskriminatifnya lebih baik. Dengan menggunakan rata-rata geometrik, pencapaian rendah pada salah satu dimensi tidak mudah tertutupi oleh pencapaian dimensi pengukuran yang lain.

Akibatnya pada tahun 2008, IPM Indonesia mengalami perubahan. Dengan metode baru ini terlihat IPM Indonesia lebih rendah dibanding IPM yang menggunakan metode pengukuran sebelumnya. Pada pengukuran tahun 2007 IPM Indonesia berada pada angka 73,4. Tahun 2008 setelah menggunakan metode baru, IPM melorot ke angka 65,4. Skala tertinggi IPM adalah 100.

Untunglah secara konsisten setiap tahun selalu terjadi peningkatan IPM dengan rata-rata peningkatan di atas 0,8% per tahun. Sehingga pada tahun 2013 IPM kita telah berada pada angka 68,4 dan menjadikan negara kita berada pada peringkat 108 dan 187 negara. Sedangkan di kawasan Asia Tenggara kita menempati posisi ke- lima dari 10 negara, berada di bawah Singapura, Brunei, Malaysia dan Thailand. Sebagai perbandingan IPM Singapuran 90,1 menjadikannya peringkat 9 dunia, IPM Brunei 85,2 menjadikannya peringkat 30 dunia dan IPM Malaysia 77,3 menjadikannya peringkat 62 dunia. Negara ASEAN yang IPM-nya paling bontot adalah Myanmar dengan IPM 52,4 dan menjadikannya peringkat 150 dunia.

Negara-negara dengan IPM rendah didominasi oleh negara-negara di benua Afrika dan beberapa negara Asia Tengah.

Nah, jika melihat lebih dekat ke dalam negeri kita, setiap propinsi juga memiliki IPM masing-masing dengan rentangan yang cukup dinamis. Ternyata 10 tempat teratas didominasi oleh propinsi di luar pulau Jawa. Padahal selama ini kita cenderung berpikir kiblat pembangunan Indonesia berada di kawasan barat khususnya pulau Jawa dan sekitarnya. Sedangkan lima tempat paling bawah dihuni oleh propinsi-propinsi di kawasan timur Indonesia yang memang masih membutuhkan sentuhan pembangunan lebih komprehensif lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun