Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Aku Lelah Berderma

3 Februari 2014   14:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:12 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Bukan karena keping dan lembar rupiah telah tiada,

aku orang berada.

Bukan karena pengumpul derma tidak kupercaya,

aku kenal rumah nirlaba yang sungguh peduli sesama.

Bukan pula karena tidak ada pamrih dari Tuhan yang aku terima,

Aku berkelimpahan berkat dari-Nya.

.

Aku lelah berderma karena orang miskin semakin banyak.

Bertumpuk serak seperti semut rang-rang berebut tempayak.

Dermaku tidak membuat orang susah berhenti teriak,

dermaku tidak kunjung membuat mereka hidup layak.

Mengucurkan solidaritas rasanya seperti menuang tuak.

Aku lelah membuat piring peradaban semakin retak.

.

Saat harga beras sampai di titik nadir

orang kelaparan berlomba mempersalahkan takdir

para borjuis asyik menghias bibir.

Dermalah yang mempertemukan keduanya,

Tapi derma pula yang menegaskan batas keduanya.

Jadi apa gunanya mempersoalkan harga?

.

Mata sayu, kulit menghitam, tangan tengadah

Tengkorak berbalut kulit tertatih melangkah

daratan penuh dengan bocah haram jadah.

Setiap kali rupiah keluar dari pundi-pundi,

mimpi buruk itu selalu datang menyinggahi.

Aku lelah bersembunyi dan memaki negeri ini.

.

Saat matahari memanasi bumi

dan membakar para pengemis yang telanjang kaki.

Aku semakin sadar, akulah yang membuat mereka tak pernah berhenti.

Seperti musafir yang mengejar oasis di gurun sahara

lalu berteriak pilu saat sadar itu hanya fatamorgana,

begitulah orang miskin dan derma.

.

Keduanya seperti simbiosis parasistisme,

Saling membutuhkan, dan saling meracuni. (PG)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun