Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sang Pemimpin dan Pemuda di Dahan Pohon

29 September 2022   20:24 Diperbarui: 29 September 2022   20:29 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gegap gempita karena rakyat jelata bergembira. Mereka membanjiri jalanan dan berseru-seru memanggil nama sang pemimpin yang siang itu bertandang ke kampung mereka yang sederhana.

Seorang pemuda terlambat sampai ke pusat keramaian sehingga kesulitan menyibak kerumunan untuk melihat lebih dekat wajah sang pemimpin.

Percuma dia berteriak-teriak meminta jalan, orang-orang kampung tidak menganggapnya siapa-siapa. Memang sehari-hari dia hanya seorang pemanjat kelapa, menukar otot-otot kakinya dengan rupiah demi rupiah. hanya itu keahliannya.

Dia pun menemukan ide. Di dekat situ ada pohon yang cukup tinggi menjulang dan beberapa dahannya menjorok ke tepi jalan. Dia pun bergegas menuju ke pohon itu, memanjatnya dengan lincah dan menunggu rombongan sang pemimpin lewat di bawah pohon.

Saat yang ditunggu-tunggu pun tiba. Dari situ dia berhasil melihat langsung wajah sang pemimpin. Ternyata ... tidak ada yang istimewa dari sang pemimpin.

Wajahnya biasa saja seperti wajah orang kampung lainnya. Badannya pun ceking seperti orang kebanyakan, tidak sekekar tubuh para atlit. Lalu apa yang membuatnya bersinar?

Setelah diperhatikan baik-baik barulah sang pemuda memahami. Saat sang pemimpin tersenyum, seluruh dunia seperti ikut tersenyum. Saat sang pemimpin singgah dan menyapa satu atau dua rakyat, dunia berhenti berputar untuk memberi waktu pada mereka. Ini yang tidak dimiliki semua orang.

Sang pemuda terkejut karena suara gegap gempita terjeda. Ternyata sang pemimpin sedang menatapnya dari bawah dan ratusan mata lainnya ikut menatapnya di antara dahan pohon.

Tahu-tahu sang pemimpin berseru memanggil namanya, "Turunlah! Hari ini aku akan singgah makan siang di rumah kamu."

Jantung sang pemuda seperti berhenti berdetak tiba-tiba karena terkejut. Dia menepuk pipinya sendiri untuk memastikan ini bukan mimpi. Memang bukan! Keringat dingin pun mengucur dan pegangan di dahan pohon melemas. Sebelum benar-benar jatuh dia pun menyeret tubuhnya turun dari atas pohon

Dia maju dengan pasrah menyibak kerumunan yang kini memberinya jalan lebar-lebar. Yang akan terjadi terjadilah ...  

---

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun