Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Jenderal Bintang Tiga

21 Agustus 2022   19:45 Diperbarui: 21 Agustus 2022   19:49 640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Angin cukup tenang pagi ini. Di ujung dermaga, sebuah yacht kecil berwarna putih seperti pasir pantai bersandar dengan tenang. Kapten kapal baru saja pergi ke pusat kota untuk membeli bir dan cemilan. Di dalam lounge, lelaki paruh baya, pemilik yacht, duduk bergeming.

Bernadino, nama sang taipan, sedang mengamati pesan demi pesan di layar gawainya. Gurat-gurat yang dibentuk dari usia dan kerasnya intrik di dunia bisnis memahat raut wajahnya yang kokoh. Lembar-lembar koran pagi terhampar di sandaran sofa. Sang taipan nampak tidak terlalu tertarik membacanya, pun menghabiskan isi cangkir kopi espresso yang tinggal setengah.

Terdengar langkah kaki dengan irama teratur dari arah buritan, menyusuri koridor lalu pintu ruangan terbuka.

"Sepertinya kamu membawa kabar buruk," ucap Bernadino dengan tone berat dan dingin. "Tapi aku penasaran apa yang membuatmu memaksa kita harus bertemu di sini, Kim."

Sang tamu yang sudah duduk dengan sopan di depan sofa mencari kata-kata yang tepat untuk memulai kalimatnya. Dia seorang lelaki muda dalam balutan jaket kulit coklat tua. Topi bundar yang tadi menutupi kepalanya sudah tergantung rapi di kapstok kayu. Matanya kecil tapi terlihat dingin dan kelam.

"Ya, Tuan. Barang yang dikirim minggu lalu ditahan kepolisian. Sudah lolos dari bea cukai, sebenarnya. Kontainer dicegat dalam perjalanan ke rumah aman. Mereka berhasil memisahkan paket dan barisan  pengamanan. Ada rekayasa lampu merah dan kemacetan. BNN sekarang semakin canggih," ucap Kim dengan nada berat.

Bernadino mengembuskan napas panjang. "Ini bukan pengiriman kecil, Kim. Dan kamu baru saja mengacaukannya."

"Maaf, Tuan. Aku sudah berusaha semampunya. Kali ini langkah BNN unpredictable," Kim tertunduk

"... dan kamu bukan datang hanya untuk curhat dan minta maaf, bukan? Apa yang kamu temukan?" tanya Bernadino masih dengan suaranya yang dingin.

Kim menyodorkan sebuah tablet dengan layar terbuka. Wajah perwira tinggi, dengan tiga bintang tersemat di kerah bajunya muncul di situ. Wajahnya bersih, tapi mulai dihiasi kerut-kerut usia di sana-sini. Mata sang jenderal menatap tajam, seolah ingin menerkam siapapun yang berani menantang nyalinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun