Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Lip Service

29 Juni 2021   19:45 Diperbarui: 29 Juni 2021   20:00 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Matahari sedang bersinar terik, membakar jalanan, pepohonan, rumah-rumah penduduk dan benda apa pun yang menantangnya di atas bumi.

Gempal, mahasiswa teknik mesin semester 6, sedang berapi-api menjelaskan kondisi republik yang sedang carut marut di warung nasi milik Kang Parjo. Sepiring menu favoritnya, nasi dengan lauk ikan goreng plus sayur nangka bumbu kari, hampir tandas di atas meja. Bibirnya yang mengkilat karena jejak minyak dari makanannya bergerak-gerak penuh semangat.

Siang itu warung sedang sepi jadi Kang Parjo bisa leluasa mendengarkan celotehan Gempal, mirip penonton pagelaran wayang kulit yang sedang menyimak bahasa kata-kata sang dalang.

Ekonomi yang melambat, penanganan pagebluk yang amburadul sampai kasus korupsi menjadi topik orasi Gempal.

"Begitulah, Kang. Masalah tidak habis-habis, tapi bapak presiden hanya jago lip service saja," ucap Gempal lalu memasukkan sendokan nasi terakhir dalam mulutnya.

Kang Parjo terdiam sejenak. Ada istilah asing yang baru saja didengarnya.

"Eh, lip service? Maksudnya lip service itu apa, Mas? Bukannya lip artinya ... bibir ya? Terus, service kan pelayanan. Jadi lip service itu artinya, pelayanan bibir?" tanya Kang Parjo dengan polos.

Gempal spontan tertawa. Dia baru menyadari yang menemaninya saat ini Kang Parjo, bukan teman-teman mahasiswa atau orang-orang berpendidikan tinggi.

"Maaf, Kang. Maksud lip service itu kata-katanya hanya manis di bibir saja, tapi realisasi nol besar, gitu. Jadi kasarnya yah, bisa dibilang sekedar obral janji saja."

Kang Parjo pun manggut-manggut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun