Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Buang Sampah di Twitter, Pamer di Instagram

10 Mei 2021   12:22 Diperbarui: 10 Mei 2021   15:13 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pengguna media sosial. Gambar dari pixabay.com

Saya juga punya akun Youtube, hanya subscriber-nya bisa dihitung dengan jari kedua tangan. Youtube lebih banyak dipakai untuk nonton video-video dari channel orang lain. Jadi dalam ulasan selanjutnya, bisa kita abaikan saja kedua media sosial itu.

Mengapa Twitter dan Instagram?

Silakan lihat lagi judul tulisan ini. Tentu saja, "pamer" dan "buang sampah" yang dimaksud di sini jangan diterjemahkan secara harafiah. Di Twitter misalnya, walaupun memang sering jadi tempat mengungkapkan unek-unek dan kicauan-kicauan tidak jelas, tetap punya manfaat bagi saya.

Di Twitter saya merasa menemukan kebebasan bermedia sosial dengan topik apapun karena hadirnya berbagai circle yang terbentuk secara resmi maupun tidak resmi. Temanya pun macam-macam: politik, sosial, agama, budaya, lingkungan hidup, bahasa, komedi dan banyak lagi tema lainnya.

Fitur List yang ada di Twitter memudahkan kita mengelompokkan akun-akun yang punya keterkaitan kuat dengan tema tersebut. Bukan saja sekadar menjadi pembaca, tapi juga bisa nimbrung dalam percakapan di lini masa bersama penghuni Twitter lainnya.

Banyak keseruan di sana. Bisa saling melengkapi informasi, bisa lucu-lucuan juga bisa menumpahkan dan menanggapi unek-unek satu sama lain. Akhirnya hidup ini jadi kurang klop kalau dalam sehari tidak mengintip lini masa Twitter, paling tidak menjelang tidur malam.

Saat pikiran jenuh, berselancar di Twitter pun bisa jadi kiat tersendiri untuk menyegarkan kembali pikiran.

Bagaimana dengan Instagram? Media sosial berbagi gambar dan video ini memiliki kemiripan karakter dengan Twitter dalam sistem pertemanannya. Agar unggahan akun tertentu bisa beredar di beranda, kita harus mengikuti atau follow akun tersebut. Jadi kita pun bisa memilih gambar atau video terkait topik apa saja yang akan kita ikuti.

Nah, seringkali ada anggapan jika Instagram adalah medsos yang digunakan sebagai ajang pamer belaka. Kata "pamer" di sini dalam konotasi yang negatif ya. Mirip-mirip dengan stereotip pada medsos Twitter yang sudah dibahas di atas.

Mereka beranggapan seperti itu bisa jadi karena akun-akun Instagram yang mereka ikuti memang  berbagi foto/video dengan tendensi pamer. Tapi pandangan seperti ini kurang tepat jika dijadikan penilaian untuk karakteristik Instagram secara keseluruhan.

Konsep awal Instagram sendiri adalah wadah saling berbagi foto dan video berbasis lokasi pengguna. Penggunanya pun didominasi oleh para penggemar dunia fotografi, karena memiliki sejumlah fitur sunting foto yang secara default tertanam dalam media sosialnya. Jadi disebut ajang pamer pun tidak salah, hanya dalam konotasi yang lebih positif.

Seiring semakin banyaknya pengguna Instagram, scope unggahan yang beredar di lini masa pun semakin luas. Bukan hanya tentang fotografi, tetapi juga merambah ke tema lainnya seperti seni, kuliner, lifestyle, bahasa, sampai sosbud dan politik pun bisa ditemukan di sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun