Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Anomali Gibran Kembalikan Uang Pungli

4 Mei 2021   20:36 Diperbarui: 4 Mei 2021   21:17 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gibran Rakabuming, Wali Kota Solo Mengunjungi Toko Warga yang terkena Pungli. Gambar dari regional.kompas.com (foto: Labib Zamani)

Berita tentang Gibran Rakabuming, Wali Kota Solo, yang mengembalikan uang pungli (pungutan liar) ke masyarakat hari Minggu (2/5) yang lalu mengejutkan kita semua. Ini bukan hal yang biasa dilakukan oleh pemerintah kota atau daerah. Selama ini para pejabat malah seolah-olah tutup mata terhadap praktik pungli yang terjadi.

Berita itu berawal dari laporan yang sampai ke telinga Wali Kota tentang adanya permintaan dana sedekah dan zakat untuk sejumlah petugas linmas Kelurahan Gajahan dari masyarakat yang memiliki toko atau usaha. Permohonan permintaan dananya pun ditandatangani oleh bapak lurah Kelurahan Gajahan.

Tapi walaupun menggunakan nama yang santun, tetap saja permintaan dana tersebut dikategorikan sebagai pungli karena tidak ada dasar hukumnya.

Menurut Gibran aparat tidak boleh meminta zakat fitrah maupun Tunjangan Hari Raya (THR) kepada warga. Fungsi tersebut hanya boleh dijalankan oleh Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).

Konon permintaan dana semacam itu sudah lumrah terjadi setiap tahun menjelang hari raya Idul Fitri. Salah satu petugas toko yang didatangi Gibran, Nining Nur Oktavia (25) mengatakan praktik pungutan kepada pengusaha di Kelurahan Gajahan sudah berlangsung lama.

"Saya kerja di sini sudah 4-5 tahun. Setiap tahun pasti ada," ucapnya sebagaimana dikutip portal CNN.

Biasanya, toko tempatnya bekerja memberi uang 100-150 ribu rupiah, tapi karena tahun ini usaha sedang sepi imbas corona, tokonya hanya memberi sebesar Rp50.000 saja.

Sesuai pepatah, sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit. Total dana dari masyarakat yang terkumpul mencapai 11,5 juta rupiah dari 145 toko di Kelurahan Gajahan. Gibran langsung beraksi. Hari Minggu kemarin, didampingi Camat Pasar Kliwon, Gibran mendatangi kembali satu persatu toko yang terkena pungli tersebut untuk mengembalikan uang yang diminta petugas linmas kelurahan sembari meminta maaf kepada warga.  

Sayangnya, dalam berita saya tidak melihat sumber dana pengembalian pungli tersebut. Apa langsung ditagih ke linmas, ke kelurahan atau sumber lain? Yang jelas buntut dari pungli ini adalah pencopotan lurah Gajahan, Suparno.

Jika melihat beritanya sekilas, pengembalian pungli ini seperti sebuah anomali di tengah-tengah budaya pungli yang sudah biasa terjadi dalam masyarakat. Kebijakan Gibran ini bukan sesuatu yang biasa kita dengar atau lihat.

Masyarakat sudah sangat terbiasa dengan pungli. Saking biasanya, masyarakat menganggap itu sudah lumrah sehingga ikhlas saja melakoninya. Apalagi jika pungli tersebut terjadi saat sedang berurusan dengan birokrasi. Sudah tahu sama tahu-lah.

Tapi seperti yang disampaikan Gibran saat bertemu warganya, pungli ini adalah hal yang melanggar aturan. Walaupun masyarakat sudah terbiasa dan ikhlas, ini tidak bisa dibenarkan.

Betul sih, tapi seberapa banyak pejabat publik yang berniat membersihkan pungli dari scope pelayanan yang menjadi wewenangnya? Mungkin tidak banyak.

Sekarang mari melihat kepemimpinan Gibran yang semakin menarik ini dari kaca mata yang lain.

Gibran sendiri lahir pada tahun 1987 jadi sudah termasuk generasi milenial. Generasi milenial ini memang identik dengan generasi yang fasih dengan perangkat teknologi, tapi juga mudah bosan. Walaupun kebutuhan mereka untuk berjejaring cukup tinggi, pada hal-hal tertentu mereka juga cenderung egosentris.

Tapi ada karakter yang cukup positif pada generasi milenial yaitu berpikiran terbuka dan sangat menghormati keputusannya sendiri.

Karakter ini membawa hal yang positif dalam gaya kepemimpinan, seperti yang baru saja diperlihatkan oleh Gibran, yaitu kritis terhadap budaya atau kebiasaan lama, apalagi kalau memang terbukti salah. Jadi walaupun nampak anomali, budaya kerja yang benar seperti ini harus ditegakkan.

Jika ada yang bilang kalau Gibran hanya ingin pencitraan saja, ya terserah. Setiap orang bebas berpendapat. Pencitraan untuk hal yang dapat menolong rakyat banyak malah bagus, bukan? Syukur-syukur kalau pencitraan seperti ini bisa menular kepada kepala-kepada daerah yang lain.  (PG)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun