Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ini yang Membuat Orang-orang seperti Paul Zhang Tetap Eksis

26 April 2021   20:13 Diperbarui: 26 April 2021   20:50 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paul Zhang. Gambar dari nasional.kompas.com

Beberapa waktu lalu, lini masa kita diramaikan oleh pembahasan tentang konten Youtube bertajuk Puasa Lalim Islam. Tayangan tersebut dinilai menghina agama Islam, sehingga kecaman pun datang bertubi-tubi, bukan saja dari umat Islam. Setelah itu pihak kepolisian langsung memburu sosok Paul Zhang, si empunya konten.

Seandainya semua orang di muka bumi ini seagama dengan Paul Zhang, mungkin tidak akan ada kegemparan seperti ini. Malah konten seperti itu tidak akan pernah muncul, karena tidak ada agama lain yang bisa direndahkan.

Tapi realitanya tidak demikian. Bahkan banyak yang dalam satu keluarga terdiri dari dua atau tiga agama yang berbeda. Jadi konten yang berisi hal-hal negatif pada agama atau kepercayaan tertentu, besar kemungkinan akan terekspos dan berujung pada kehebohan di tengah-tengah masyarakat.

Apalagi dengan perkembangan teknologi informasi kita semakin terhubung satu sama lain. Peluang sebuah konten untuk tersebar luas cukup besar, sekalipun konten tersebut berisi hal-hal sensitif yang bisa memicu keributan.

Tapi di sisi lain, sekalipun kita tahu konten yang menjelek-jelekkan agama lain bukan sesuatu yang baik, konten-konten seperti itu selalu bermunculan. Akhirnya perbedaan agama di tengah-tengah masyarakat menjadi seperti ceruk pasar yang sayang jika dilewatkan oleh produser konten seperti Paul Zhang ini.

Lihat saja, video Yahya Waloni yang menjelek-jelekan agama Kristen beredar luas di dunia maya. Belum lama ini juga ada berita seorang ibu bernama Desak Made yang menjelek-jelekkan agama Hindu.

Memberi Panggung

Ibarat pasar, jualan seperti ini selalu laris-manis. Masih ada saja orang yang lebih tertarik mendengar tentang ajaran agama tetangga, dibanding memperdalam ajaran agamanya sendiri.

Jadi dalam hal ini, orang-orang seperti Paul Zhang, Yahya Waloni, Desak Made, dan sebagainya tidak menanggung dosanya seorang diri. Kita harus ramai-ramai menanggung dosa itu, jika kita juga ikut memberi mereka panggung.

Frase "memberi panggung" yang dimaksud di sini bukan saja jadi penonton langsung ya. Ikut membagikan konten mereka, ikut memperbincangkan konten mereka, juga termasuk hitungan memberi panggung.

Mungkin maksud kita baik, untuk memberi tahu yang lain agar tidak mencontoh kelakuan negatif seperti itu. Tapi entah sadar atau tidak, dengan demikian kita telah membuat mereka semakin terkenal. Kita memang bisa menuding mereka adalah sumber masalah, biang keributan dan seterusnya. Tapi selagi orang-orang seperti ini masih terus diberi panggung, pemeran-pemeran yang lain akan muncul menyusul dari belakang.

Masyarakat Senang Gosip

Kemudian setali tiga uang dengan itu, masih ada sebagian masyarakat kita yang memang gemar mempergunjingkan agama lain. Mirip pergunjingan antar tetangga penghuni kompleks. Sehingga alih-alih menata rumah tangganya lebih baik, mereka lebih senang mendengar kejelekan keluarga lain. Tidak ada gunanya sebenarnya, tapi ya mereka senang saja mendengar gosip-gosip seperti itu.

Dihubungkan dengan kehidupan beragama, masih ada orang yang menganggap agama lain lebih hina atau rendah. Sehingga alih-alih memperdalam ilmu agama masing-masing dan menjadikannya cara untuk menjalani hidup dengan baik, mereka malah lebih senang mendengar hal-hal negatif tentang agama lain.

Jadi tidak heran orang-orang seperti paul Zhang selalu mendapat tempat di hati sebagian orang.

Saat ini pihak kepolisian memang sedang melakukan upaya memburu Paul Zhang di luar negeri. Langkah ini juga penting untuk memberi efek jera kepada si pelaku dan bisa menjadi preseden bagi orang lain yang ingin coba-coba.

Tapi jika fenomena ini dianalogikan dengan melawan tumor, cara represif ibarat memotong tumor, tapi si penderita tumor tidak diberi treatment lain yang dibutuhkan. Akibatnya penderita tumor tetap melakukan konsumsi makanan yang mengandung zat berbahaya untuk tubuh. Jadi risiko tumor berikutnya muncul tetap bisa terjadi.

Jadi selagi langkah memburu pelaku tetap dilakukan, langkah-langkah yang sifatnya antisipatif juga tidak boleh terlewatkan.

Para pemimpin agama mesti mengawasi mimbar-mimbar ceramah, jangan sampai ada ceramah yang melenceng dari marwahnya.

Jika ada kajian-kajian tentang agama lain, idealnya harus dibuat dalam forum tersendiri dan menghadirkan tokoh dari agama terkait agar jalannya forum lebih fair. Ini pun lebih tepat dilakukan di tingkat cendekiawan atau para pemikir.

Di tingkat akar rumput, lebih baik para penceramah banyak berbicara tentang cara menghayati keimanan dengan hidup lebih baik sesuai ajaran agama masing-masing. Saya rasa ceramah-ceramah seperti itu jauh lebih kondusif dan tepat untuk masyarakat kebanyakan.

Kesimpulannya, selagi masih ada masyarakat yang memberi panggung, orang-orang seperti Paul Zhang masih akan terus eksis. Kita semua bisa berkontribusi mengurangi panggung untuk mereka dengan jurus silence is gold untuk konten-konten negatif yang mereka hasilkan. (PG)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun