Kita sudah seharian berjibaku dengan kehidupan
entah kita menang sebagai jawara
atau kalah babak belur dan berdarah-darah.
Matahari yang tersaji dalam cangkir pun sudah kita minum sampai habis
rasanya kadang getir seperti empedu
kadang juga manis seperti madu
selagi lidah masih bisa mengindra.
Lalu sesampai di ujung malam
tiba saatnya menyeka darah dari luka
memerasnya ke dalam cangkir bekas matahari
untuk meminum sarinya yang memulihkan dan meneduhkan.
Jika malam itu kita beruntung
semesta akan mengisi kembali cangkir dengan purnama
dan kekasih melabuhkan kecupan seperti malam pertama.
Tapi malam yang damai hanya sesaat
karena cangkir seperti itu tidak akan pernah kosong
selagi kehidupan masih menunggu dengan setia di ambang jendela.
---
kota daeng, 18 Juni 2020