Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kembaran

7 Mei 2020   20:07 Diperbarui: 7 Mei 2020   20:10 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi gambar dari pixabay.com

"Tidak kok. Kamu tuh yang datang bawa keanehan ke sini."

Sepertinya aku lagi butuh istirahat. Begitu kepala mampir di bantal tahu-tahu aku langsung tertidur pulas, malah sampai mimpi. Seorang gadis yang belum pernah kulihat, tapi entah mengapa wajahnya begitu familiar, hadir di depanku. Wajahnya sedikit pucat tapi tersenyum manis kepadaku. Dia menatapku dalam, seperti hendak menyampaikan sesuatu.

Suara dentingan sendok dengan gelas dan aroma kopi susu kemasan yang memenuhi rongga hidung berhasil mengenyahkan mimpiku. Aku terbangun dan memandang jam tangan. Ah, aku tertidur tak sampai 10 menit.

"Terima kasih, ya," ucapku saat Rara menyodorkan gelas keramik berisi kopi yang masih mengepul. Sebaiknya aku tidak memberitahunya mimpi aneh barusan, dia nanti bisa jadi berpikir macam-macam.

"Ra, teman-teman kamu pada kuliah semua, ya? Kost sepi sekali. Aku minum kopi di teras depan ya."

Rara mengiyakan lalu kembali larut dengan gawainya. Aku keluar kamar sambil meniup-niup udara di atas gelas. Hujan di luar semakin deras.

Pada langkah ketiga setelah keluar dari pintu kamar, aku terhenti.

Di ujung sana, di beranda depan, seseorang sedang menyibak air hujan dari rambutnya. Tangannya memegang plastik berisi belanjaan dan mengeluh sendiri. "Uh, hampir saja kehujanan," serunya heboh saat melihatku keluar kamar.

Untuk kedua kalinya aku terkejut setengah mati. Aliran darah dan detak jantung rasanya berhenti beberapa saat. Rara yang lain beranjak masuk dari beranda depan. Tanpa kusadari gelas keramik meluncur dari genggamanku dan jatuh berserakan ke lantai.

Rara, entah dia atau bukan, menatapku heran. Ya, mahkluk mana pun pasti heran melihat ekspresi kagetku saat ini.

"Kenapa, Boy?" tanyanya berhenti beberapa langkah di depanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun