Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kehidupan Bercanda dengan Kematian

17 Oktober 2019   21:43 Diperbarui: 17 Oktober 2019   21:48 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi gambar dari wallpaperaccess.com

Gugusan bintang yang indah menghiasi langit kota. Doren menatap malam yang semarak itu dengan sedih. Perasaan sedih berganti dengan perasaan haru, lalu putus asa dan campuran perasaan-perasaan lainnya.

Gadis berambut panjang itu sedang berdiri di tepi pagar pembatas jembatan. Tepat di bawahnya, belasan meter di bawahnya, terpampang sungai Rhein yang mengering karena kemarau panjang. Batu-batu kali raksasa menyembul di sana-sini. Sepertinya jika dia berhasil menjatuhkan diri, kecil kemungkinan dia akan terpisah dari kematian.

Tapi dia masih hendak menikmati malam ini, malam terakhirnya sepuasnya.

Seorang lelaki berlari dari seberang jalan melintasi jembatan yang lengang seperti kuburan dan berseru kepadanya.

"Doren! Jangan bodoh! Aku mencintaimu ..."

Doren mengangkat tangannya.

"Stop Andre! Jika kamu maju selangkah lagi aku akan memanjat pagar ini dan melompat ke sana," serunya dengan nada penuh emosi.

Andre berhenti tiba-tiba. "Please, Doren. Jangan seperti ini... Aku minta maaf atas perkataan bodohku tadi. Aku --"

"Terlambat, Dre. Keputusanku sudah bulat... Sampaikan sendiri permohonan maafmu pada anak malang ini."

Air mata Doren mengalir deras.

"Aku akan menikahimu, Doren! Segera!"

Doren tercekat. Dia seperti tidak percaya dengan pendengarannya. Padahal dua jam yang lalu, Andre mati-matian menyuruhnya menggugurkan janin hasil perbuatan terlarang mereka. Apa yang membuatnya berubah pikiran seketika?

"Kamu menikahiku karena aku akan bunuh diri atau ... kamu mencintaiku?" suaranya melunak.

"Karena keduanya, Doren."

"Kamu berjanji?"

"Tentu."

Andre menunggu reaksi Doren. 

 "Apa aku sudah boleh mendekat?" 

Doren mengangguk. Ini pertanda baik. Andre pun berlari ke arahnya. Dia terlalu bahagia sehingga tidak menyadari, sebuah mobil mercedes sedang melaju kencang menyeberangi jembatan. Suara panjang decitan ban yang beradu dengan aspal terdengar menggigit pendengaran. Doren berteriak histeris menyebut nama Andre. Mercedes hitam pekat itu hanya berhenti beberapa detik lalu kembali berlari kencang.

Doren berlari sambil mengedarkan padangannya dengan nanar, mencari dimana tubuh Andre tergeletak. Air matanya kembali mengalir deras.

"Andre?! Andre!"

"Sakit, bukan? Begitulah tadi perasaanku saat melihatmu berdiri di tepi pagar jembatan itu. Ingin mati saja rasanya."

Andre ternyata sedang berdiri di dekat tiang papan penunjuk jalan sambil tersenyum menggodanya. Doren terkejut, lalu menghela napas panjang sembari menjatuhkan lututnya di atas trotoar. "Aku pikir kamu sudah mati, Dre," ucapnya lirih.

"Aku harus tetap hidup untukmu ... juga untuk anak kita."

Doren tersenyum. Ini senyuman pertamanya hari ini.

"Apa yang membuatmu berubah pikiran?" tanyanya.

 Andre terdiam sejenak. "Entahlah. Aku hanya punya perasaan kuat, sesuatu yang buruk, sangat buruk, akan segera terjadi jika aku tidak segera menyusulmu."

Tak lama kemudian, keduanya larut di dalam pelukan. Pelukan yang dalam dan mesra.

Gugusan bintang perlahan-lahan tertutup awan mendung. Sepertinya hujan akan segera datang, hujan pertama di musim ini. 

--- 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun