melukis kemarau yang enggan beranjak dari atap rumahnya
daun-daun kering yang berguguran
juga tanah kering yang menciptakan mozaik dalam hatinya.
Setiap senja berakhir dia menyelesaikan satu lukisan
dan menggulung kanvasnya
seperti masa lalu yang menggulung kerinduan
dan menyimpannya rapat-rapat di dalam peti.
Jemarinya lincah mencampur warna-warni kehidupan
dan menghamparkannya pada kanvas bertubi-tubi
walaupun saat malam menghampiri
semua hanya akan menyerupai satu warna saja
hitam
tanpa sedikitpun noktah putih.
Sebelum senja berakhir
dia selalu berharap cinta sejati akan mengetuk pintu rumah
dan membawa fajar di belakangnya
lalu dia akan mengeluarkan semua lukisan dari dalam peti
sebagai hadiah.
Wanita yang merindukan fajar
selalu melihat wajah yang berbeda
tetapi senyum yang sama
senyum itu ada pada sungai yang mengering
pada langit tanpa awan-awan
juga pada ladang yang ditinggalkan petani.
Sebentar lagi dia akan menuntaskan satu lukisan lagi
jemarinya terhenti sejenak
juga napasnya
dan detak jantungnya
Ada suara ketukan di balik pintu...Â
--- Â
kota daeng, 28 September 2019