Mohon tunggu...
Philipus RP
Philipus RP Mohon Tunggu... -

A simple individual trying to share a life reflection. For me, life is a journey. A journey without a journal will only enrich an individual. But to share is to be beneficial for self and other.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kami Poetra dan Poetri Indonesia

28 Oktober 2015   09:50 Diperbarui: 28 Oktober 2015   10:22 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

SOEMPAH PEMOEDA
Pertama :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH AIR INDONESIA

Kedua :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA, MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA

Ketiga :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGJOENJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA

 

Begitulah isi teks asli Sumpah yang diikrarkan oleh pemuda-pemudi Indonesia pada 28 Oktober 1928. Sudah 87 tahun berlalu semenjak itu. Pun sudah banyak peristiwa yang terukir dalam sejarah perjalanan bangsa. Lalu sudahkah sumpah itu engkau tunaikan wahai para pemuda?  

Melihat realitas yang ada saat ini, rasanya menjadi munafik kalau kita berani berkata bahwa sumpah itu telah tertunaikan. Jika kita mau mencoba menilik point demi point sumpah yang telah terikrar lebih dari 8 dasawarsa itu, justru banyak fakta yang menunjukkan gejala sebaliknya.

Bertumpah darah satu, Tanah air Indonesia. Hal ini berarti bahwa kita telah berikrar untuk menjaga tanah dan perairan Indonesia. Namun pada kenyataannya justru sebaliknya. Hutan-hutan Indonesia kini rusak dilalap api sehingga banyak yang menjadi korban. Ironisnya lagi, pelakunya pun banyak orang-orang Indonesia sendiri.

Perairan kita, sungai dan laut banyak yang tercemar oleh perilaku tidak disiplin anak-anak bangsa yang membuang sampah sembarangan. Tengok saja Jakarta yang setiap tahun harus menderita kerugian akibat banjir yang berkunjung secara rutin ke ibukota.

Berbangsa satu, Bangsa Indonesia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sebuah bangsa berarti suatu kelompok manusia. Point ini menyiratkan kita untuk saling menghargai dan bersatu sebagai sebuah bangsa. Namun kenyataannya? Tengok saja kejadian di Aceh Singkil. Begitu mudahnya sesama bangsa kita sendiri terpecah belah dan saling baku hantam.

Para petinggi bangsa pun belum nampaknya belum mampu menunjukkan sikap berbangsa yang arif. Banyak kasus korupsi terjadi di kalangan pejabat. Mereka yang seharusnya menjadi suri tauladan dalam kehidupan berbangsa, malahan tega mengambil jatah yang seharusnya bukan miliknya.

Menjunjung bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan berarti sudah seharusnya kita bangga dengan bahasa Indonesia itu sendiri. Namun pada kenyataannya kini justru banyak pemuda yang merasa lebih bangga kalau dia bisa berbahasa asing. Malahan banyak anak-anak yang sedari kecil sudah dijejali pelajaran bahasa asing terlebih dahulu. Seolah-olah bahasa asing itu lebih penting daripada bahasa kita sendiri.

Jika melihat fenomena-fenomena tersebut di atas, mungkin ada benarnya juga program bela negara yang kini sedang dicanangkan oleh pemerintah. Rasa cinta tanah air yang mulai pudar itu sepertinya perlu dipupuk kembali dalam diri pemuda-pemuda bangsa.  

Kini, tepat pada tanggal 28 Oktober 2015, bangsa Indonesia kembali merayakan hari sumpah pemuda. Mungkin banyak dari kita yang hari ini mendadak jadi nasionalis (Termasuk saya sendiri. Hehehe..) Namun tentunya tidak cukup jika sumpah pemuda itu hanya dirayakan dengan sesuatu yang hanya bersifat seremonial belaka. 

Marilah kita mulai dari diri kita sendiri menghidupi semangat sumpah pemuda itu. Mulai dari hal-hal kecil seperti membuang sampah pada tempatnya, menghargai tempat ibadah umat lain, dan mulai menanamkan rasa bangga berbahasa indonesia dalam diri kita dan anak-anak kita. 

Pagi ini saya mendengar sebuah kisah inspiratif ketika saya mendengar siaran di sebuah radio. Seorang anak muda yang hidupnya berkecukupan dan selalu berorientasi asing bersedia keluar dari pekerjaannya di Inggris dan menjadi tenaga sukarela Indonesia Mengajar. Ketika ditanya apa motivasinya mengambil keputusan itu, dia menjawab kalau selama bersekolah di Inggris, teman-temannya bertanya, mengapa kamu bersekolah di sini, apakah sekolah-sekolah di Indonesia itu jelek?

Kisah tersebut mungkin hanya satu dari banyak kisah yang lain. Sungguh menjadi sebuah refleksi bagi kita semua betapa Indonesia masih dianggap lebih rendah di mata bangsa-bangsa lain. Jika bukan kita yang bangga akan Indonesia, lalu siapa lagi? 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun