Mohon tunggu...
Phadli Harahap
Phadli Harahap Mohon Tunggu... Freelancer - Aktif di Komunitas Literasi Sukabumi "Sabumi Volunteer"

Seorang Ayah yang senang bercerita. Menulis dan Giat Bersama di sabumiku.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Soal Frasa "Tanpa Persetujuan Korban" yang Disebut-sebut Mendukung Seks Bebas dan Zina

13 November 2021   21:46 Diperbarui: 14 November 2021   16:52 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Polemik Permendikbud ristek PPKS yang kian pelik/kompasiana.com 

Frasa "tanpa persetujuan Korban" dinilai mendukung seks bebas dan pro zina oleh pihak-pihak yang menolak Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Penolakan terutama berasal dari beberapa Organisasi Keagamaan.

Padahal tidak begitu, Menteri Nadiem Makarim dalam acara Mata Najwa yang membahas pro-kontra Permendikbudristek tersebut, menegaskan bahwa sama sekali tidak mendukung seks bebas dan zina. Peraturan tersebut dibuat untuk menghasilkan sebuah regulasi yang spesifik tentang permasalahan yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi negeri. Sang Menteri juga menguraikan kekerasan seksual definisinya adalah kegiatan yang dilakukan secara tanpa persetujuan. Jadi, korban  tidak mau tindakan tersebut dilakukan ketika terjadi.

Jika merujuk BAB I mengenai Ketentuan umum Pasal 1 pada Permendikbudristek dijelaskan pula bahwa kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan tinggi dengan aman dan optimal.

Itulah alasan yang mendasari adanya uraian mengenai "tanpa persetujuan korban" dan fokus Permendikbudristek tersebut hanya untuk kekerasan seksual. Sehingga, ketika peraturan Kemendikbudristek dianggap mendukung seks bebas atau zina, Menteri Nadiem mengaku terkejut luar biasa.

Menariknya dari sisi pihak yang menolak Permendikbudristek tersebut, frasa tanpa persetujuan korban memiliki makna ganda. Frasa tersebut dianggap mengandung makna persetujuan seksual alias hubungan seks atas dasar suka sama suka. Padahal tidak begitu logikanya. Justru pemaknaannya bersifat tunggal berdasarkan definisi kekerasan seksual itu sendiri yang konteksnya adanya tindakan pemaksaan di dalamnya.

Begitu pula, apabila dilihat dari tujuan Permendikbudristek yang tercantum pada Bab I, Pasal 2, Poin a. Peraturan Menteri bertujuan sebagai pedoman bagi Perguruan Tinggi untuk menyusun kebijakan dan mengambil tindakan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual yang terkait dengan pelaksanaan Tridharma di dalam atau di luar kampus. Sehingga tercipta regulasi yang jelas ketika terjadi kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tinggi di Indonesia.

Pada Acara Mata Najwa tersebut pula, Menteri Nadiem Makarim memaparkan cukup jelas bahwa tujuan utama lahirnya peraturan tersebut adalah agar mahasiswa dapat belajar dengan nyaman dan aman di kampus. Tidak ada tujuan untuk mendukung seks bebas dan zina. Pada penutup acara ada satu pertanyaan menarik yang dilontarkan Mendikbudristek terkait pro kontrak peraturan tersebut, yaitu Apa yang Anda lakukan untuk melindung para mahasiswa di kampus? Jawabannya adalah silakan isi sesuai pikiran Anda masing-masing.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun