Mohon tunggu...
Alex Palit
Alex Palit Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Membaca Bambu Mengungkap Makna

Selanjutnya

Tutup

Politik

Antara Kepemimpinan Sabda Pandita Ratu dan Revolusi Mental Trisula Wedha

25 Januari 2019   11:05 Diperbarui: 25 Januari 2019   11:10 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto dok. Alex Palit

Di sini saya tidak ingin mengomentari silang sengkarut prihal jadi tidaknya pembebasan narapidana terorisme Abu Bakar Ba'asyir (AAB), yang kemudian meletupkan polemik opini dan tafsir yang melibatkan ragam kepentingan didalamnya.

Seperti apakah benar pembebasan AAB murni atas dasar pertimbangan kemanusiaan dengan segala tinjauan aspek hukumnya, politisnya, atau jangan-jangan untuk pencitraan.

Maklumlah namanya juga tahun politik jelang Pilpres 2019 yang tinggal 2,5 bulan lagi, adalah wajar bila kemudian ditafsir beragam, termasuk tafsir pencitraan. 

Tapi di sini saya tidak masuk wilayah itu. Di sini saya hanya diingatkan pada sebuah filosofi kepemimpinan bahwa pemimpin itu sabda pandita ratu. Dalam terminologi kepemimpinan budaya Jawa, sabda pandita ratu itu diartikan bahwa ucapan pandita, raja atau pemimpin tidak boleh mencla-mencle.

Seorang pemimpin itu berbudi bawalaksana itu diartikan bahwa pandita, raja atau pemimpin harus setia janji dengan apa yang ia ucapkan, satunya kata dengan perbuatan.

Disebutkan pula, kalau menurut Prabu Jayabaya atau Sabdo Palon sebagaimana tertulis di serat Darmogandul bahwa seorang pemimpin dibekali trisula wedha yaitu benar, lurus, jujur.

Adapun yang dimaksud dengan trisula wedha ini penggambaran watak atau personality yang dimiliki seseorang pemimpin yaitu memiliki kepribadian yang benar, lurus dan jujur.

Dalam konteks ini, benar bisa diterjemahkan bahwa yang bersangkutan harus berjalan di atas kebenaran dan demi kebenaran dalam mengemban tugas sesuai titah amanah yang diberikan kepadanya, bukan demi untuk pencitraan diri.

Lurus, ia akan menjalankan segala tugasnya sesuai aturan hukum yang ada, dan tidak mempermainkan hukum untuk kepentingan politiknya.

Sedang kata jujur, ia dalam mengemban dan menjalankan tugasnya tidak melakukan penyelewengan jabatan yang disandangnya, tidak berlaku korup memanfaatkan kuasa jabatannya untuk kepentingan pribadinya misalnya dengan menumpuk pesugihan harta duniawi bagi diri pribadi, orang-orang terdekatnya atau kelompok golongannya.  

Dan, filosofi sabda pandita ratu ini harus jadi jiwa raga seorang pemimpin. Apalagi jika pemimpin tersebut berasal dari orang Jawa, pastinya kenal betul dengan filosofi kepemimpinan kultur masyarakat Jawa yang menyebutkan bahwa pemimpin itu sabda pandita ratu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun