Mohon tunggu...
Alex Palit
Alex Palit Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Membaca Bambu Mengungkap Makna

Selanjutnya

Tutup

Politik

Prabowo Subianto Salah Pilih Cawapres Bisa Fatal

17 April 2018   08:00 Diperbarui: 17 April 2018   08:39 825
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prabowo Subianto (foto ist.)

Di sini saya tidak ingin mengomentari adakah dan siapakah sekiranya di antara dari sembilan nama disodorkan Partai Keadilan Sosial (PKS) yang layak dan tepat menjadi cawapres pendamping Prabowo Subianto.

Di sini saya juga tidak ingin mengomentari kemungkinan bergabungnya Partai Amanat Nasional (PAN) yang sudah menggadang-gadang Zulkifli Hasan sebagai cawapres, berkoalisi dengan Gerindra dan menyodorkan ketua umumnya sebagai cawapres disandingkan menjadi pendamping Prabowo Subianto.

Mengingat PAN sendiri sampai hari ini terus menjalin komunikasi politik dan belum memutuskan gabung di koalisi pendukung Jokowi atau Prabowo Subianto.

Di sini saya juga tidak ingin mengomentari manuver politik Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar yang akrab dipanggil Cak Imin yang sudah mendeklarasikan diri untuk menjadi cawapres pendamping Jokowi. Pasalnya bukan tidak mungkin bila manuvernya untuk jadi cawapres pendamping Jokowi ini bertepuk sebelah tangan, ketum PKB ini bisa berpaling ke lain hati merapat ke Prabowo Subianto.

Di sini saya juga tidak ingin mengomentari prediksi apakah pada akhirnya nanti partai Demokrat akan mengambil keputusan taktis menyatu berkoalisi dengan Gerindra dan menyodorkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai cawapres untuk disandingkan mendampingi Prabowo.

Di sini saya juga tidak ingin mengomentari adanya kelompok kepentingan (interest group) juga tak kalah intens bergerilya politik melakukan manuver untuk memunculkan dan menyodorkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dipasangkan menjadi cawapres pendamping Prabowo Subianto di kontestasi Pilpres 2019.

Dalam politik tak ada yang tak ada, segala kemungkinan bisa terjadinya. Termasuk mencuatnya nama mantan Pangab Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo ikut bertengger masuk bursa cawapres sebagai pendamping Prabowo Subianto.

Di sini saya tidak mau berspekulasi siapa sekiranya dari nama-nama tersebut dengan segala kalkulasi politiknya paling tepat sebagai cawapres untuk disandingkan menjadi pendamping mantan Danjen Kopassus dan Pangkostrad ini.  

Saya yakin seyakin-yakinya bahwa seorang Prabowo Subianto memiliki ketajaman intuisi politik termasuk dalam hal memilah dan memilih siapa sekiranya sosok cawapres yang dinilainya paling tepat menjadi pendampingnya.

Pastinya dalam hal ini Prabowo Subianto tidak akan gegabah. Dengan segala ketajaman intusisi politiknya, Prabowo pastinya juga akan menimbang secara cermat dan matang, termasuk disertai segala kalkulasi politiknya agar terhindari salah pilih. Karena Prabowo Subianto pastinya juga menyadari bila salah pilih cawapres bisa berakibat fatal.

Sebagai seorang nasionalis sejati, ketua dewan penasehat dan ketua umum Gerindra, pastinya Prabowo Subianto tetap berkomitmen memegang teguh dan setia janji pada idealisme platform ideologi partai yang ia dirikan.

Termasuk dalam hal memilih dan menentukan siapa sosok figurisasi calon cawapres, sebagaimana diungkap Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Ferry Juliantono, mensyaratkan cawapres pendamping Prabowo harus saling memiliki satu kesamaan visi misi, juga satu ide, satu gagasan, satu semangat, satu idelogi, dan satu idealisme.

Karena bagaimanapun juga berpasangannya capres cawapres ini ibaratnya harus sejodoh yang disimbolisasikan dalam harmonisasi dwitunggal, dua dalam satu, satu dalam dua. Saling berpadu satu ide, satu gagasan, satu semangat, satu idelogi, dan satu idealisme.

Bisa saja dalam sebuah koalisi terbangun satu pemahaman satu ide, satu gagasan dan satu semangat, tapi manakala berseberang ideologi dan idealisme bukan tidak mungkin akan terjadi benturan kepentingan.

Dalam hal ini Prabowo Subianto perlu ekstra kehati-hatian dan kecermatan dalam memilah, memilih dan menentukan sosok figurisasi cawapresnya. Karena kalau sampai salah pilih sosok cawapresnya bisa berakibat fatal.

Atas ketidak-tepatan dalam memilih tentukan sosok cawapres ini dikhawatirkan bisa terjadi resistensi apakah itu di internal partai, walau itu dilakukan secara diam membisu.

Bahkan dikhawatirkan pula bukan tidak mungkin resistensi ini melanda rakyat Gerindra dan simpatisan Prabowo Subianto di Pilpres 2019. Pasti hal ini untuk diantisipasi.

Apalagi di tengah ekskalasi politik yang kian mendidih jelang tahun Pilpres 2019 secara psikologis sampai hari ini kita masih merasakan termasuk dihantui kekhawatiran dan ketakutan berulangnya hura-hura "Pilkada DKI Jakarta 2017 rasa pilpres" menjadi "Pilpres 2019 rasa Pilkada DKI Jakarta 2017".

Tapi saya yakin seyakin-yakinnya sebagai seorang nasionalis sejati, Prabowo akan memegang teguh dan setia janji pada spirit ideologis Gerindra, berjuang demi Merah Putih, demi Bhinneka Tunggal Ika, demi NKRI, dan demi lagu kita masih sama Indonesia Raya. Semoga!

Alex Palit, citizen jurnalis Jaringan Pewarta Independen "Merah Putih"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun