Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pejuang Pasar Mama-Mama Papua Itu Telah Pergi

21 Mei 2016   09:40 Diperbarui: 27 Desember 2016   04:36 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jumat, 20 Mei 2016. Matahari sudah kembali ke peraduannya. Hiruk-pikuk dunia malam di jantung kota Jayapura berlangsung normal. Kendaraan lalu-lalang. Manusia berjubel di setiap jalan dan gang. Langit malam cerah. Di kejauhan sana tampak bintang bertebaran di langit. Dan di sini, di tanah ini, tepat di area pasar Mama-Mama Papua, Robert Jitmau (Rojit), sang pejuang tangguh pasar Mama-Mama Papua, terbaring kaku.

Biasanya malam seperti ini Rojit ada bersama Mama-Mama Papua di pasar ini. Sayangnya, malam ini, dia datang untuk terakhir kali di pasar ini dalam kondisi terbujur kaku. Tidak ada lagi senyum, canda dan tawanya. Kini, ia membisu. Tak lagi bergerak. Tak ada lagi kata-kata yang keluar dari mulutnya. Bahkan senyumnya pun lenyap.

Di pasar ini, isak tangis tidak terbendung. Mama-Mama Papua menangis, antara sedih, marah dan kecewa pada sang Ilahi, “Mengapa harus Rojit?” Dan di sudut-sudut pasar, sebagian Mama-Mama Papua duduk termangu dan membisu disertai tetes air mata. Raut wajah mereka ingin berkata, “Rojit, kenapa ko pergi kasih tinggal kami?” Duka tidak terbendung.

Di tengah duka lara ini, Mama Yuliana Pigai, perempuan Paniai yang konsisten bersama Rojit dan Solidaritas Pedagang Asli Papua (SOLPAP) dalam memperjuangkan pasar Mama-Mama Papua angkat bicara. Ia memuji kesetiaan Rojit. “Kami Mama-Mama biasa kasar. Tetapi, begitulah kami. Kami tidak punya pendidikan yang cukup, sehingga kadang kami bicara saja. Kadang kami menyakitimu pahlawan kami, Rojit,” ungkapnya terbata-bata.

Pendeta Dora Balubun, ketua SOLPAP sejak Juli 2012 memimpin doa. Suasana menjadi hening. Semua membisu. Hanya air mata yang tetap mengalir tanpa henti. Derai air mata membasahi tanah, tempat setiap hari Rojit ada bersama Mama-Mama Papua. Semua berharap Rojit beristirahat dalam damai bersama sang Penciptanya.

Kini, giliran perwakilan keluarga yang bicara. “Kami menyampaikan terima kasih kepada Mama-Mama Papua yang selama ini bersama Rojit. Kami mohon maafkan dia punya kesalahan terhadap Mama-Mama dan siapa saja selama proses perjuangan pasar ini. Kami mau bawa pulang anak kami ke Waena. Besok pagi kami antar dia ke Sorong,” ungkapnya. Dan saat paling menyedihkan itu pun tiba. Peti jenazah ditutup kembali. Tubuh kekar terbaring kaku itu dipindahkan ke dalam mobil jenazah. Arak-arakan menuju Waena diikuti ratusan aktivis, tim SOLPAP, Mama-Mama Papua dan sanak keluarga.  

Cuaca cerah mengiringi perjalanan Rojit dan para aktivis sampai di rumah duka Waena. Pada saat jezahnya masuk ke dalam rumah, seketika hujan lebat membasahi bumi. Mama bumi berduka. Duka mendalam dirasakannya, saat harus menerima kembali putra terbaiknya ke dalam rahimnya dengan cara yang tragis.

Isak tangis keluarga mengharu-biru. “Anak, kami semua kumpul di sini, kenapa ko tidak ada? Perjuangan belum selesai, kenapa ko pergi?” ungkap beberapa Mama yang menangis sambil memeluk peti jenazah. Anak-anak kecil, yang merupakan ponakan Rojit menangis sambil berteriak histeris, “Om, bapa ade...” Batin benar-benar tersayat.

Suasana duka menyelimuti relung jiwa keluarga dan segenap rakyat Papua. Tokoh muda Papua itu kini terbaring kaku. Semua mata tertuju kepadanya. Mulut-mulut mengisahkan kegigihan perjuangannya. Telinga-telinga mendengarkan berbagai kisah inspiratif tentangnya. Idealismenya supaya Mama-Mama bisa mendapatkan tempat berjualan yang layak di tengah kota Jayapura tidak pernah pudar.  

 Rojit menjadi salah satu pemuda yang memberi inspirasi dalam proses advokasi ekonomi orang Papua. Pada awal memulai pendampingan, ia tidak sendirian. Ia bekerja di SKP Keuskupan Jayapura, yang menginisiasi proses advokasi ini bersama teman-teman aktivis dari berbagai lembaga yang membentuk SOLPAP sebagai wadah advokasi bersama. SOLPAP terbentuk pada 25 Januari 2007. Sejak terbentuknya, SKP Keuskupan Jayapura menjadi koordinator sampai tahun 2012. Kini SOLPAP dikoordinir oleh KPKC GKI Tanah Papua. Mama Pendeta Dora Balubun menjadi ketuanya. Rojit diminta menjadi sekretaris SOLPAP. Tugas ini ia emban sampai saudara maut menjemputnya ke alam baka.

Praktis dalam berbagai aktivitas advokasi Rojit merangkap semua peran. Seringkali ia mengetik surat dan mengantarkannya kepada kawan-kawan SOLPAP. Ia mengirim SMS. Ia menulis pesan pertemuan SOLPAP di wall FB dan lain sebagainya. Ia selalu hadir di pasar Mama-Mama Papua. Rojit menjadi salah satu aktivis yang paling setia dalam proses advokasi ini. Kawan-kawan lain memiliki kesibukan di kantor dan lembaganya masing-masing, tetapi Rojit membaktikan hampir sebagian besar waktunya untuk Mama-Mama Papua. Ia bekerja dengan hati bersih dan tulus ikhlas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun