"Papua Selatan akan menjadi kuat, apabila dibangun di atas fondasi pendidikan berkualitas!"_[Petrus Pit Supardi]
Provinsi Papua Selatan terbentuk melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2022, yang disahkan pada 30 Juni 2022. Pasca pengesahan tersebut, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian melantik Apolo Safanpo sebagai Pj Gubernur Papua Selatan di Jakarta, pada tanggal 11 November 2022. Ia bertugas sampai dengan 5 Agustus 2024, lalu mengundurkan diri lantaran maju dalam Pilgub Papua Selatan. Ia digantikan oleh Komjen (Purn) Rudy Sufahriadi, mulai 5 Agustus 2024-20 Februari 2025.
Pada 27 November 2024, Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) serentak digelar di seluruh Indonesia. Pilkada tersebut diikuti oleh empat kandidat dengan raihan suara sebagai berikut: 1) Darius Gewilom dan Yusak Yaluwo (49.000-18,3%; 2)Nikolaus Kondomo dan Baidin Kurita (12.656-4,68%); 3) Romanus Mbaraka dan Albertus Muyak (68.991-25,53%); 4) Apolo Safanpo dan Paskalis Imadawa (139.580-51,65%).
Kemenangan Apolo Safanpo dan Paskalis Imadawa, yang mencapai 51,65% tidak serta merta diterima oleh semua kandidat. Proses berlanjut di Mahkama Konstitusi, yang pada tanggal 5 Februari 2025, memutuskan menolak gugatan. Keesokan harinya, 6 Februari 2025, KPU Provinsi Papua Selatan menetapkan Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih: Apolo Safanpo dan Paskalis Imadawa. Â
Pada tanggal 20 Februari 2025, bertempat di Jakarta, Apolo Safanpo dan Paskalis Imadawa akan dilantik oleh Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian. Pada hari itu, keduanya akan menerima secara resmi mandat rakyat Papua Selatan untuk menakhodai Papua Selatan selama lima tahun ke depan. Harapan besar rakyat Papua Selatan, agar keduanya dapat membawa Papua Selatan ke masa depan yang sungguh-sungguh bermartabat, aman, damai, sejahtera, dan menjalankan pemerintahan yang aspiratif, sebagaimana Visi yang telah dikumandangkan selama masa kampanye berlangsung.
Fondasi Pendidikan
Berbicara tentang keprihatinan di bidang pendidikan, pada 14 Agustus 2019, pada perayaan 114 tahun Gereja Katolik di Papua Selatan, Uskup Keuskupan Agung Merauke, Mgr. Petrus Canisius Mandagi bilang, "Nelson Mandela, tokoh Afrika Selatan, bahwa hanya dengan pendidikan kita kuasai masa depan. Jangan harap orang Papua Selatan kuasai masa depan kalau tidak ada pendidikan."
Pendidikan berkualitas akan menghasilkan generasi Papua Selatan yang tidak hanya cerdas intelektual, tetapi juga cerdas secara emosional, spritual dan memiliki keterampilan. Tanpa pendidikan berkualitas, orang Papua Selatan pasti ketinggalan dalam semua aspek kehidupan. Karena itu, Gubernur dan Wakil Gubernur perlu memberikan perhatian lebih serius pada penyelenggaraan pendidikan di Papua Selatan.
Secara khusus, dengan bekal sebagai pendidik, Guru dan Dosen, Gubernur Apolo Safanpo dan Wakil Gubernur, Paskalis Imawada pasti memiliki ide, gagasan, konsep terkait pengembangan pendidikan di Papua Selatan. Melalui, perencanaan dan desain pendidikan yang jelas, terukur dan terarah, dunia pendidikan di Papua Selatan bisa berjalan efektif dan menghasilkan generasi yang dapat membangun Papua Selatan.
Fondasi pendidikan di Provinsi Papua Selatan, yang sangat mendesak saat ini yaitu ketersediaan desain/road map/peta jalan pendidikan di Papua Selatan. Dengan adanya "peta jalan" pendidikan di Papua Selatan, maka semua pihak: pemerintah, Gereja, Adat, NGO/LSM, aktivis, dan segenap masyarakat dapat mengetahui dan memahami arah dan tujuan pendidikan di Papua Selatan, dan mau terlibat dalam upaya pembangunan pendidikan di Provinsi Papua Selatan.
Otonomi khusus (Otsus) Papua, sudah berjalan 24 tahun (2001-2025). Apakah ada sekolah-sekolah: PAUD/TK, SD, SMP, SMA/SMK, Perguruan Tinggi di tanah Papua ini sudah sungguh-sungguh berkualitas? Bagaimana kondisi sekolah-sekolah di kampung-kampung di Papua Selatan, yang menjadi basis hidup orang asli Papua Selatan (OAPS)? Selama 24 tahun era Otsus, hanya ada beberapa sekolah di ibu kota kabupaten Merauke, Asmat, Mappi, Boven Digoel, yang berjalan efektif. Di sekolah-sekolah tersebut, tidak banyak OAP, karena OAP ada di kampung-kampung.
Wacana yang selalu diutarakan adalah "Sekolah Berpola Asrama," atau "Sekolah Satu Atap Berpola Asrama." Apakah ada model/contoh di tanah Papua ini? Selama ini, pemerintah berupaya membangun sekolah dan asrama, tetapi keberlanjutan operasionalnya terbengkalai. Sejenak arahkan pandangan ke asrama-asrama yang dibangun oleh pemerintah, bagaimana kondisinya sekarang? Sangat memperihatinkan!