Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pemekaran Papua, OAP Tersingkir dan Perlahan akan Punah

18 November 2022   10:28 Diperbarui: 18 November 2022   10:37 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Manusia orang asli Papua (OAP) tak pernah hidup sendiri. Sebab, sejak semula, OAP memiliki kesatuan erat dengan sesama manusia, alam, leluhur dan Sang Ilahi. Karena itu, kalau relasi rangkap empat ini rusak melalui kehadiran provinsi-provinsi baru di tanah Papua, maka masa depan OAP pasti suram, tersingkir dan perlahan akan punah! (Petrus Pit Supardi).

Cita-cita memajukan OAP dan percepatan pembangunan infrastruktur telah membelah Papua menjadi enam provinsi, yaitu Papua, Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Barat dan Papua Barat Daya.  Pada hari-hari ke depan, kita akan melihat dan mengalami, apakah cita-cita mulai itu akan terwujud, atau sebaliknya orang asli Papua bergerak menuju kepunahannya? Sebab, pemekaran provinsi di tanah Papua, bukan kebutuhan OAP, bukan pula kehendak OAP, melainkan keinginan segelintir elit Papua dan kepentingan Indonesia untuk mempertahankan Papua agar tetap tinggal di dalam rumah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kekinian, tepatnya, Kamis, [17 November 2022], DPR-RI telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya menjadi Undang-Undang. Provinsi Papua Barat Daya terdiri atas kota Sorong, kabupaten Sorong, Sorong Selatan, Raja Ampat, Tambraw dan Mamberamo. Kini, tanah Papua resmi memiliki enam provinsi.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian bilang bahwa pemekaran dilakukan karena pembangunan di wilayah Papua Barat Daya masih tertinggal. "Kita harapkan dengan adanya pembentukan provinsi yang baru, Papua Barat Daya akan mempercepat pembangunan karena kita lihat memang indeks pembangunan manusianya cukup tertinggal dan juga wilayahnya yang sangat luas serta infrastruktur yang masih perlu untuk dipercepat dikembangkan," tutur Tito usai penetapan provinsi Papua Barat Daya itu.

Dalih Tito tersebut bagaikan kaset kusam yang diputar terus-menerus. Atas nama pembangunan, atas nama peningkatan sumber daya manusia OAP, atas nama pembangunan infrastruktur, Papua dengan secara paksa dimekarkan. Kita mesti meragukan dan mempertanyakan, apakah dengan pemekaran provinsi di tanah Papua, OAP akan menjadi lebih baik: hidup sehat, bisa bersekolah sampai perguruan tinggi, ekonomi rumah tangga membaik, memiliki lapangan pekerjaan, dst?  Apakah pemekaran provinsi di tanah Papua adalah solusi menjawab segala macam persoalan OAP, termasuk perjuangan OAP untuk menentukan nasib sendiri?

Jauh sebelum pemekaran provinsi di tanah Papua, Tito sendiri mengatakan bahwa pemekaran di tanah Papua dilakukan atas dasar analisis bidang intelejen. "Ini kan situasional. Kita kan dasarnya data intelejen. Kemudian data-data lapangan kita ada. Situasi nasional," tutur Tito di istana kepresidenan Jakarta, 30 Oktober 2019, pada 30/10/2019 silam. 

Pemaksaan pemerintah pusat di Jakarta terhadap pemekaran provinsi di tanah Papua, tampak jelas melalui revisi UU Otsus Papua. Di dalam pasal 76, ayat 2, UU Nomor 2 Tahun 2021, tentang Otsus Papua itu, "mengatakan Pemerintah dan DPR RI dapat melakukan pemekaran daerah provinsi, kabupaten/kota menjadi daerah otonom untuk mempercepat pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan publik, ...." Revisi UU Otsus ini mendapatkan penolakan dari OAP di tanah Papua, tetapi Jakarta tutup mata. Demi mempertahankan tanah Papua, Pemerintah merevisi UU Otsus dan memekarkan provinsi di tanah Papua. Semua proses ini dilakukan atas nama OAP!

Kita melihat selama pelaksanaan UU Otsus, 2001-2021, Papua tidak menjadi lebih baik. Penderitaan OAP tak kunjung berakhir. Eskalasi perjuangan Papua Merdeka pun tidak pernah surut. UU Otsus tampak jelas tidak mampu mengobati luka Papua sekaligus tidak dapat meredam perjuangan Papua Merdeka.

Pemerintah pusat di Jakarta, mengubah arah kebijakan bagi tanah Papua. Pemekaran provinsi di tanah Papua dilihat sebagai solusi menjawab kegagalan Otsus Papua selama dua puluh tahun lalu. Padahal, OAP tidak membutuhkan kehadiran provinsi baru. Kalaupun ada elit OAP yang berjuang untuk pemekaran provinsi di tanah Papua, tidaklah murni kepentingan OAP akar rumput. Kehadiran provinsi baru hanya untuk memenuhi hasrat kekuasaan elit lokal Papua yang haus kekuasaan, tidak lebih.

Pemerintah Indonesia di Jakarta tidak mau belajar dari kegagala pemekaran kabupaten di tanah Papua. Kita dapat melihat dan mengalami bahwa pemekaran kabupaten di tanah Papua tidak berdampak signifikan pada perbaikan kualitas hidup OAP. Lihatlah bagaimana pelayanan dasar pendidikan, kesehatan dan ekonomi di kampung-kampung di tanah Papua? Di kampung-kampung di tanah Papua, OAP tidak mendapatkan pelayanan berkualitas. Jangan bicara kualitas, petugas medis dan guru saja tidak ada di kampung-kampung! Pada titik ini, apakah pemekaran provinsi di tanah Papua akan menjadi solusinya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun