Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Api Papua Merdeka Semakin Berkobar

21 Juli 2022   08:04 Diperbarui: 21 Juli 2022   08:05 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jauh sebelum Indonesia menduduki tanah Papua, orang Papua sudah menyalakan api kemerdekaannya. Dalam ingatan kolektif orang Papua, tanggal 1 Desember 1961, api kemerdekaan Papua itu dinyalakan. Sampai hari ini, api itu tetap menyala bahkan semakin berkobar.

Indonesia berupaya memadamkan api Papua Merdeka itu. Pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Trikora, yang berisi: 1) Gagalkan pembentukan Negara Papua buatan kolonial Belanda; 2) Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat, tanah air Indonesia; 3) Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa. Melalui Dekrit ini, Indonesia berhasil menduduki Papua. Tetapi, Indonesia tidak pernah berhasil memadamkan api Papua Merdeka itu.

Pada zaman Orde Baru, pemerintahan Presiden Soeharto menerapkan kebijakan Operasi Militer (DOM) di tanah Papua. Tetapi, rangkaian operasi militer itu pun tak berhasil memadamkan api Papua Merdeka. Demikian halnya, pada era reformasi, pemerintah Indonesia menerbitkan kebijakan otonomi khusus (Otsus) Papua sejak tahun 2001 sampai saat ini, tetapi itu pun tidak berhasil memadamkan api Papua Merdeka.

Mengapa kebijakan Indonesia di Papua selama ini tidak berhasil memadamkan api Papua Merdeka? Apakah ke depan, Papua akan tetap berada di dalam rumah Indonesia atau akan memasuki rumahnya sendiri, rumah Papua Merdeka?

Membuka Pintu Perundingan/Dialog Jakarta-Papua

Sejak zaman Presiden Soekarno sampai pemerintahan Presiden Jokowi, pendekatan kepada orang Papua tidak menyentuh jiwa hidup orang Papua. Tampak jelas bahwa di dalam setiap kebijakan, pemerintah Pusat di Jakarta melihat dan menempatkan orang Papua sebagai yang terbelakang, bodoh, tidak mampu dan lain sejenisnya. Karena itu, orang Papua harus diindoktrinasi dengan berbagai peraturan dan kebijakan Pusat yang tidak menyentuh substansi hidup orang Papua.

Selain itu, ruang ekspresi, ruang bicara bagi orang Papua pun dieliminir dengan doktrin bahwa Papua sudah final di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui Pepera 1969. Meskipun kita tahu bersama bahwa Pepera itu dilaksanakan dalam tekanan dan intimidasi! Tetapi, pemerintah Indonesia tetap bersikukuh bahwa Papua sudah final di dalam rumah NKRI. Karena itu, sampai saat ini pemerintah Indonesia tidak mau membuka ruang perundingan/dialog dengan orang Papua.

Berbicara tentang perundingan/dialog, pada tahun 2009, Pastor Neles Tebay menginisiasi upaya membangun perdamaian Papua melalui jalan dialog Jakarta-Papua. Ia menulis buku, "Dialog Jakarta-Papua, sebuah Perspektif Papua." Di dalam buku itu, Pater Neles memberikan lima belas pokok pikirannya mengenai dialog Jakarta-Papua, (Neles Tebay, 2009, hal viii). Intinya, pemerintah Indonesia dan orang Papua duduk di meja perundingan/dialog, mencari dan menemukan permasalahan Papua sekaligus jawaban untuk penyelesaian permasalahan-permasalahan itu.

Tidak hanya menulis buku, Pater Neles juga mendorong terbentuknya Jaringan Damai Papua (JDP). Ia bersama Muridan S Widjojo dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIP) melahirkan JDP. Melalui JDP advokasi dialog Jakarta-Papua menjadi lebih efektif karena melibatkan berbagai elemen masyarakat, baik para aktivis, akademisi, tokoh agama, tokoh adat, tokoh perempuan dan pemuda. Meskipun Pater Neles berupaya keras mempertemukan pemerintah Indonesia dan orang Papua di meja perundingan/dialog, tetapi sampai akhir hayatnya, impiannya itu tidak terwujud lantaran pemerintah Indonesia tidak menghendakinya.   

Kekinian, situasi di Papua semakin tidak menentu. Kekerasan demi kekerasan datang silih berganti. Rakyat sipil dan TNI-Polri berguguran. Sampai kapan kekerasan di Papua akan berakhir?

Pada era reformasi sampai saat ini, pemerintah Indonesia berupaya membius orang Papua dengan Otsus, yang mengalirkan banyak dana dan pembangunan infrastruktur. Tetapi, Otsus dengan limpahan uang tidak membuat orang Papua menjadi lebih baik. Kita melihat bahwa selama 20 tahun pelaksanaan Otsus, 2001-2021, orang asli Papua di kampung-kampung tetap dalam kondisi 'tidak tertolong!' Selain itu, di kota-kota di Papua sampai di hutan belantara, pekik perlawanan terhadap pemerintah Indonesia tidak kunjung redah.

Kita belajar bahwa Otsus, limpahan uang, pembangunan infrastruktur, pembangunan sarana telekomunikasi dan transportasi tidak mampu meredakan tuntutan orang Papua untuk Merdeka! Mengapa demikian? Karena, pemerintah Indonesia memberikan kepada orang Papua bukan apa yang dikehendaki oleh orang Papua! Orang Papua menuntut pengembalian kedaulatan Papua sebagai bangsa Merdeka, pemerintah Indonesia memberikan pembangunan dan uang! Karena itu, untuk menjembatani jurang pemisah di antara ke dua bangsa ini, maka pemerintah Indonesia perlu membuka ruang perundingan/dialog dengan bangsa Papua!

Menegakkan Keadilan bagi Papua

Di dalam buku Papua Road Map, LIPI mengidentifikasi empat permasalahan pokok Papua disertai dengan upaya mengatasinya. Keempat permasalahan tersebut terdiri atas, 1) Marjinalisasi dan diskriminasi diatasi dengan rekognisi, pemberdayaan orang asli Papua. 2) Kegagalan pembangunan diatasi dengan paradigma baru pembangunan, kesejahteraan orang Papua. 3) Kekerasan Negara dan Pelanggaran HAM diatasi dengan rekonsiliasi dan pengadilan HAM. 4) Sejarah dan status politik Papua diatasi dengan dialog, moderasi politik dan negosiasi, (Muridan S. Widjojo, 2009, hal xviii).  

Konsep penyelesaian permasalahan Papua yang ditawarkan oleh LIPI itu tak pernah digunakan oleh pemerintah Indonesia. Sampai saat ini, kita tidak pernah mengetahui persis, pemerintah Indonesia menggunakan data dari mana dalam merespon setiap permasalahan di Papua selama ini. Kita hanya mengetahui bahwa pemerintah Indonesia sedang menerapkan pendekatan keamanan dan pembangunan infrastruktur di Papua. Hal itu terlihat jelas dari banyaknya aparat militer di tanah Papua dan tindakan represif terhadap ruang demokrasi di Papua. Selain itu, pembangunan infrastruktur gedung pemerintahan, pasar, jalan, jembatan, pelabuhan dan bandara. Semua pendekatan itu, tidak berdampak positif pada hidup dan masa depan orang asli Papua.

Kita menyimak bahwa selama Papua berada di dalam NKRI, tidak ada keadilan bagi orang asli Papua. Orang Papua tidak mendapat ruang untuk berbicara, menyampaikan pendapat dan kehendaknya. Kalaupun ada ruang bicara, itu dalam format NKRI. Tidak ada kebebasan bagi orang Papua untuk menyatakan kehendaknya!

Keadilan bagi Papua bermakna luas. Ia tidak hanya sekedar pemenuhan kebutuhan primer pangan, sandang dan papan serta pembangunan infrastruktur saja! Keadilan bagi Papua bersifat holistik, menyeluruh, meliputi aspek adat, budaya, dusun, alam, sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan, sejarah dan ideologi. Pada semua aspek ini, orang Papua perlu mendapatkan ruang bicara, dan ekspresi tanpa tekanan apa pun!

Selama berada di dalam NKRI, martabat dan kemanusiaan orang asli Papua dipandang dan diperlakukan lebih rendah daripada manusia lainnya. Hal itu tampak jelas di dalam setiap kebijakan bagi Papua, yang tidak mendengarkan suara orang asli Papua. Ketimpangan penghormatan terhadap martabat orang asli Papua juga terlihat dengan jelas di dalam kasus-kasus rasis dan stigma buruk kepada orang asli Papua. Pada titik ini, kita tidak menemukan perlakuan adil dari pemerintah Indonesia terhadap orang asli Papua.

Tidak adanya ruang perundingan/dialog dan minimnya penegakan keadilan bagi orang asli Papua ibarat menimbun sekam dalam bara api Papua Merdeka. Pemerintah Indonesia, entah sadar atau tidak sedang memelihara api Papua Merdeka melalui sikap tertutup, represif, rasis dan stigma buruk bagi orang asli Papua. Semakin hari, api Papua Merdeka itu semakin berkobar. Apabila pemerintah Indonesia masih terus menutup diri dan tidak mau membuka pintu dialog dengan orang Papua, maka lambat laun, api Papua Merdeka akan berkobar dan menghanguskan rumah NKRI di Papua. [21 Juli 2022; 09.30 WIT].

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun