Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Gedung Gereja Megah di Antara Sekolah Dasar yang Tutup di Papua

7 Mei 2021   13:15 Diperbarui: 7 Mei 2021   13:23 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis sedang diskusi bersama Ketua Klasis GPI Asmat, Pendeta Rudi, Pendeta Junus dan Sekretaris Klasi terkait SD Inpres Buetkwar yang tidak ada proses belajar mengajar, Kamis, (15/08/2019). Dokpri.

Gedung-gedung gereja mewah itu menelan biaya miliaran rupiah. Gembala berdiri di altar dan menyerukkan penggalangan dana pembangunan gereja. Rumah Tuhan menjadi alasan umat sederhana sekalipun berjuang mencari uang dan menyumbang ke panitia pembangunan gereja.

Kita melihat bahwa para Gembala di Papua sedang memperlihatkan kemegahan di atas penderitaan kawanan domba orang Papua. Kita harus mengatakan bahwa gedung gereja mewah tidak menampilkan  kemuliaan Allah, melainkan simbol kecongkakan hati manusia yang mau berjuang menonjolkan kemampuannya di hadapan Allah. Sebab, Allah di dalam kemuliaan-Nya menjelma menjadi manusia paling hina. Sang Emanuel lahir di kadang ternak.

Maraknya pembangunan gedung-gedung gereja mewah di Papua mengingatkan kita pada pesan Yesus, tatkala Ia memandang ke kota Yerusalem dan menangis sambil berkata, "..., dan mereka akan membinasakan engkau beserta dengan pendudukmu dan pada tembokmu mereka tidak akan membiarkan satu batu pun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat bilamana Allah melawat engkau," (Lukas 19:44). Nubuat Yesus ini tergenapi tatkala tahun 70 Masehi, Yerusalem dihancurkan oleh pasukan Romawi. Bait Allah luluhlantak. Bangsa Israel tercerai-berai.

Dalam konteks Papua, pembangunan gedung-gedung gereja mewah tidak cocok dengan kondisi riil kehidupan kawanan domba. Kita melihat bahwa kawanan domba orang Papua hidup sederhana di pelosok Papua. Di dalam segala keterbatasan ekonomi, orang Papua juga berada dalam kondisi politik yang tidak menentu. Situasi politik Papua menyebabkan orang Papua sulit mengakses kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi dan lain-lain.

Para Gembala mestinya membangun Gereja dalam arti sesungguhnya yaitu jemaat, manusia-manusia yang telah dibaptis menjadi anak-anak Allah dan warga Gereja. Pribadi-pribadi kawanan domba seharusnya mendapatkan perhatian serius dari para Gembala. Sebab, Bait Allah sesungguhnya adalah manusia, bukan gedung-gedung, benda-benda mati. Karena itu, di dalam setiap pelayanan, para Gembala mesti memberikan perhatian lebih serius kepada kawanan domba orang Papua, bukan sekedar membangun gedung gereja mewah dan sarana prasarana lainnya.

Kita percaya bahwa bilamana jemaat memiliki tingkat pendidikan memadai, kesehatan terjamin dan ekonomi membaik, maka mereka akan berpartisipasi dalam seluruh kehidupan menggereja. Mereka akan mempersembahkan berkat yang mereka terima kepada Allah. Pada saat itulah, Gereja melalui para Gembala dapat berinovasi melakukan berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan yang lebih luas, termasuk membangun gedung-gedung yang dibutuhkan untuk mendukung penghayatan iman umat.

Saat ini, tatkala kawanan domba orang Papua masih berada dalam situasi sulit, para Gembala memaksakan pembangunan gedung gereja mewah. Kita bertanya, "Gedung gereja mewah untuk siapa? Apakah memang umat membutuhkannya atau demi popularitas sang Gembala?" Seorang Gembala tidak cukup membangun monumen pada benda-benda mati. Jauh lebih bernilai membangun kawanan domba, pribadi-pribadi manusia agar sungguh-sungguh berkenan di hadapan Allah.

Dalam konteks Papua, pembangunaan gedung gereja mewah telah mengabaikan kebutuhan kaawanan domba yang sesungguhnya. Apa saja kebutuhan jemaat di Papua saat ini? Ada banyak kebutuhan. Kita identifikasi, ada kebutuhan ekonomi, layanan kesehatan dan layanan pendidikan di kampung-kampung. Di antara ketiga kebutuhan mendasar itu, pendidikan merupakan yang paling mendesak. Sebab, tanpa pendidikan berkualitas, orang Papua akan tetap termarginal di atas tanahnya karena gempuran gelombang imigran ke Papua yang tidak kunjung berakhir.   

Kita juga mengalami bahwa para Gembala hanya menggerakkan jemaat untuk bersolidaritas membangun gedung-gedung gereja megah di wilayah pelayanannya. Kita jarang mendengar ada Pastor atau Pendeta yang berdiri di altar dan menyerukkan penggalangan dana solidaris untuk pendidikan, kesehatan dan pengembangan ekonomi untuk sesama jemaat di wilayah pelosok Papua. Gereja Paroki atau Klasis di kota-kota di Papua, yang memiliki jemaat mapan dalam urusan ekonomi menampilkan gaya hidup glamour. Pada saat bersamaan sesama jemaat di pedalaman Papua tetap terabaikan.

Gereja di kota-kota, lantaran kelimpahan uang menyimpannya di bank. Gereja memiliki rekening deposit di bank. Sementara di kampung-kampung terpencil, warga Gereja menderita gizi buruk, anak-anak tidak bisa sekolah, layanan kesehatan tutup. Kita melihat bahwa solidaritas warga Gereja di tanah Papua memudar bukan karena jemaat tidak tergerak, melainkan sikap egois para Gembala yang hanya memikirkan dirinya sendiri.

Kondisi hidup kawanan domba di pelosok Papua yang sangat memprihatinkan. Secara khusus bidang pendidikan Sekolah Dasar, yang sekolahnya lebih banyak tutup karena tidak ada rumah guru, ruang kelas, dan lain-lain. Ke depan para Gembala di kota-kota di Papua perlu menggerakkan jemaat untuk menggalang dana solidaritas pendidikan bagi kawanan domba di pelosok Papua. Sebagai sesama warga Gereja Kristus, hendaklah solidaritas, saling mendukung untuk maju bersama dikedepankan. Pada titik ini, peran para Gembala adalah yang utama. Seorang Gembala harus berani melakukan transformasi pelayanannya, tidak lagi hanya di seputar altar dan mimbarnya saja, tetapi juga harus melihat ke luar, ke wilayah pelosok tanah Papua, tempat sesama rekan sepelayanan menggembalakan kawanan domba, orang Papua.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun