Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Gedung Gereja Megah di Antara Sekolah Dasar yang Tutup di Papua

7 Mei 2021   13:15 Diperbarui: 7 Mei 2021   13:23 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis sedang diskusi bersama Ketua Klasis GPI Asmat, Pendeta Rudi, Pendeta Junus dan Sekretaris Klasi terkait SD Inpres Buetkwar yang tidak ada proses belajar mengajar, Kamis, (15/08/2019). Dokpri.

"Bagaimana mungkin, Bapa punya pendeta berkhotbah tentang Tuhan Allah di mimbar dengan penuh semangat, sedang Sekolah Dasar di samping gereja tutup bertahun-tahun. Anak-anak tidak bisa membaca dan menulis. Bagaimana mereka mengerti tentang Tuhan Allah yang Pendeta wartakan?" 

Nukilan kalimat di atas terlontar, ketika saya bertemu dengan Pendeta Rudi Falirat, Ketua Klasis GPI Asmat, di kantor Klasis GPI di Agats pada Kamis, (15/08/2019). Pada waktu itu, saya datang bertemu dengan Pendeta Rudi menyampaikan bahwa SD Inpres Buetkwar sudah tutup sejak tahun 2015. Ada kepala sekolah tetapi tidak aktif. Ada Pendeta GPI, tetapi tidak terlibat aktif di dalam urusan Sekolah Dasar Buetkwar. Pendeta punya alasan klasik, "Itu sekolah Negeri. Urusan pemerintah. Kepala sekolah saja tidak pernah tinggal di Buetkwar." Padahal, warga masyarakat kampung Buetkwar menganut agama Protestan, jemaat GPI.

Dalam diskusi itu, Pendeta Rudi bilang, "Kami sudah ganti Pendeta di Buetkwar. Sekarang Pendeta Junus yang tugas di Buetkwar. Kami juga sedang siapkan surat ke Dinas Pendidikan minta supaya ganti kepala sekolah SD Inpres Buetkwar."

Narasi Sekolah Dasar tutup di pelosok Papua telah menjadi bagian hidup orang Papua. Anak-anak usia Sekolah Dasar tidak bisa mengenyam pendidikan lantaran sekolah tutup. Ada rupa-rupa alasan yang menyebabkan sekolah tutup. Rumah guru tidak ada. Guru tinggal di kota. Guru tidak bisa ke kampung karena tidak ada transportasi.

Kita melihat bahwa umumnya, orang Papua di kampung-kampung terpencil menganut agama Protestan dan Katolik. Sejak lahir, mereka telah dibaptis menjadi anak-anak Allah dan warga Gereja. Mereka bangga menjadi pengikut Yesus. Mereka memiliki Pendeta dan Pastor.

Meskipun demikian, Gereja yang telah menjadi rumah baru bagi orang Papua belum memberikan perhatian serius bagi pendidikan anak-anaknya. Para Gembala masih fokus memberikan pelayanan seputar altar. Ibadah hari Minggu di gereja diutamakan sambil mengabaikan pendidikan bagi anak-anak yang adalah generasi penerus Gereja dan masa depan Papua.

Para Gembala masih berpikir bahwa sekolah itu urusan Dinas Pendidikan. Status sekolah Negeri, menambah daftar alasan Gembala tidak peduli pada 'anak dombanya' yang dititipkan di sekolah itu. Seorang Gembala semestinya memastikan bawah proses belajar mengajar di Sekolah Dasar di kampung-kampung pelayanannya berjalan sehingga kawanan dombanya tidak terlantar. Tetapi, kenyataan tidak demikian, sebab para Gembala tidak terlalu peduli dengan situasi pendidikan Sekolah Dasar bagi anak-anak yang telah dibaptis dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus itu. 

Sementara itu, di kota-kota di Papua kita menyaksikan gedung-gedung gereja mewah menjulang ke langit. Tampak ngarai lebar terbentang antara anak-anak Papua di pelosok dan kemewahan gedung gereja di kota-kota di Papua. Padahal, Gereja itu satu tubuh. Mestinya, penderitaan anak-anak di pelosok Papua menjadi bagian dari penderitaan Gereja semesta. Sayangnya, sampai saat ini kita jarang mendengar dana solidaritas pendidikan bagi anak-anak Papua di wilayah pedalaman.

Paradoks Gereja Papua mengatar kita bertanya, "Gedung Gereja mewah di kota-kota untuk siapa? Mengapa tidak ada kolekte untuk membantu pendidikan anak-anak Papua di pedalaman? Mengapa Gembala jarang pergi ke Sekolah Dasar di kampung-kampung pelayanannya?"

Gedung Gereja Megah untuk Siapa? 

Sejenak kita mengarahkan pandangan ke kota-kota di tanah Papua. Di sana, kita melihat gedung-gedung gereja mewah berdiri kokoh dan tampak anggun. Kita bangga pada gedung-gedung gereja tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun