Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penderitaan Orang Papua pada Era Presiden Jokowi

5 Mei 2021   13:31 Diperbarui: 6 Mei 2021   08:32 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu ruas jalan jembatan komposit menuju kampung Kaye di Agats, yang dibangun oleh Presiden Jokowi, 20 April 2020. Dokpri.

Apa filosofi membangun Papua? Kita melihat bahwa pembangunan yang diterapkan pemerintah di tanah Papua tidak bersifat holistik. Padahal, orang Papua memiliki prinsip hidup holistik. Orang Papua menghayati relasi hidup dengan sesama manusia, alam semesta, leluhur dan Tuhan Allah. Selama ini, Presiden Jokowi mengabaikan pembangunan Papua secara holistik. Kita tidak menemukan suatu acuan kerangka dasar pembangunan Papua yang bersumber dari pola hidup orang Papua.

Kita menyaksikan Presiden Jokowi datang ke Sentani, Sabtu, (27/12/2014), kelompok masyarakat minta pasar, maka dia membangun pasar Pharaa, Sentani. Presiden Jokowi ke Agats, Asmat pada saat kasus gizi buruk, pada Kamis, (12/4/2018) Januari 2018, di sana dia membangun jalan jembatan komposit dan penampung air hujan di Kaye dan wilayah lainnya di Asmat. Di seluruh tanah Papua, Presiden Jokowi membangun menurut pikirannya sendiri tanpa suatu kajian antropologis dan ekologis.

Di sisi lain, selama ini, tanah Papua memiliki Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus), tetapi mandul, tidak melahirkan peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan kontekstual Papua. Undang-Undang Otsus Papua tidak memiliki peraturan turunannya, kecuali Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua (MRP). 

Selebihnya, pemerintah provinsi Papua dan DPR Papua menyusun Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) dan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus). Pemerintah Indonesia cuci tangan terhadap pelaksanaan Undang-Undang Otsus. Karena itu, selama 20 tahun (2001-2021), Otsus tidak berdampak pada perbaikan kualitas hidup orang asli Papua. 

Pada era Presiden Jokowi pelaksanaan Undang-Undang Otsus Papua yang selama ini tidak efektif dicederai pula oleh adanya operasi militer di kabupaten Nduga (2018), Intan Jaya (2020) dan Puncak (2021). Operasi militer di ketiga kabupaten tersebut berlatar belakang atas nama pembangunan.

Di kabupaten Nduga bermula pada saat pembangunan jalan dari Wamena ke Nduga. Sedangkan di Intan Jaya dan Puncak terkait erat dengan rencana tambang emas di blok Wabu yang mencapai 40 ribu hektar sebagaimana surat Gubernur Provinsi Papua, tertanggal 24 Juli 2020, yang memberikan rekomendasi Wilayah Ijin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada Direktur Utama Mining Industry Indonesia.

Gelombang perlawanan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) terhadap aneka rencana pembangunan di Papua dihadapi oleh pemerintah Indonesia dengan mengirim pasukan militer ke tanah Papua. Tanah Papua menjadi zona darurat militer. Dampaknya, peperangan tidak terhindarkan. Korban rakyat sipil, guru, Gembala Gereja dan polisi-tentara berjatuhan. Bahkan kita menyaksikan Kepala BIN Daerah (Kabinda) Papua, Brigjen TNI Gusti  Putu Danny Nugraha gugur di kampung Dambet, distrik Beoge, Puncak pada Minggu, (25/4/2021).

Realitas Papua saat ini, memperlihatkan kepada kita bahwa pembangunan di Papua tidak dilaksanakan dengan hati, melainkan pikiran emosional, amarah, dendam dan ketidaksukaan pemerintah Indonesia terhadap orang Papua yang menuntut keadilan dan kebenaran atas sejarah integrasi Papua ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Orang Papua di kota-kota sampai ke pelosok menuntut keterbukaan pemerintah Indonesia untuk meninjau kembali keberadaan Papua di dalam rumah NKRI. Tuntutan tersebut semakin menguat lantaran dokumen sejarah Papua memperlihatkan bahwa bergabungnya Papua ke dalam NKRI penuh rekayasa, intimidasi dan teror. Ironisnya, pemerintah Indonesia secara sadar menutup ruang-ruang dialog dengan orang Papua. Bagi Indonesia, Papua sudah final di dalam NKRI. Situasi demikian, membuat Papua semakin membara dari waktu ke waktu. Korban manusia berjatuhan dari kedua belapihak, Papua dan Indonesia.  

Kekinian, pada tanggal 29 April 2021, Menkopulhukam, Mahmud MD mengumumkan bahwa TPNPB dan segala organisasi yang berafiliasi dengannya dimasukkan dalam daftar jaringan teroris. Kita melihat bahwa Indonesia kewalahan menghadapi tuntutan keadilan dan kebenaran atas Papua sehingga melabeli TPNPB dan organisasi yang bersuara untuk memperjuangkan keadilan dan kebenaran atas Papua sebagai teroris. 

Pelabelan teroris pada organ perjuangan pembebasan Papua tidak akan pernah menyurutkan suara orang Papua menuntut keadilan dan kebenaran. Sebaliknya, pelabelan teroris itu akan membakar semangat perjuangan segenap elemen rakyat Papua agar lekas mencapai garis akhir yang dicita-citakan bersama yaitu Papua merdeka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun