Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penderitaan Orang Papua pada Era Presiden Jokowi

5 Mei 2021   13:31 Diperbarui: 6 Mei 2021   08:32 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu ruas jalan jembatan komposit menuju kampung Kaye di Agats, yang dibangun oleh Presiden Jokowi, 20 April 2020. Dokpri.

Kita melihat tanah Papua menjadi ladang perebutan ekonomi bagi pemilik modal. Mulai dari pedagang kaki lima sampai konglomerat berlomba-lomba berinvestasi di tanah Papua. Orang Papua menjadi penonton. 

Di dalam situasi ini, pemerintah Indonesia tidak hadir melalui perundangan-undangan yang mengatur ruang gerak ekonomi orang Papua. Situasi ini membuat orang Papua terkapar karena belum mampu bersaing dengan kaum imigran yang memiliki modal, keterampilan dan keulatan menjalankan bisnis di tanah Papua.

Kita juga melihat layanan dasar di bidang pendidikan dan kesehatan untuk orang Papua terbilang buruk. Di kampung-kampung pelosok Papua, tidak ada guru dan tenaga medis. Anak-anak usia sekolah tidak bisa mengenyam pendidikan dasar berkualitas. Demikian halnya, orang sakit tidak bisa mengakses layanan kesehatan di kampung.

Ketersediaan dokter, perawat, bidan, guru, orang asli Papua sangat terbatas. Selama 58 tahun (1963-2021), kita dapat menghitung berapa dokter, perawat, guru dan dosen orang asli Papua? Berapa kampung di pelosok Papua yang ada dokter, perawat, bidan dan guru?

Kondisi hidup orang Papua sebagaimana digambakan di atas  mengantar kita pada pertanyaan, "Apa arti orang Papua menjadi warga negara Indonesia kalau harus menanggung segala penderitaan yang disebabkan oleh ketidakpedulian negara Indonesia terhadap mereka?"

Selama Presiden Jokowi berkuasa sejak bulan Oktober 2014 sampai saat ini, pembangunan di Papua hanya berorientasi pada infrastruktur jalan, pelabuhan, bandara dan beberapa pasar rakyat. Kita mengetahui bahwa infrastruktur tersebut lebih banyak digunakan oleh kaum imigran, yang memiliki motor dan mobil serta suka keluar dan masuk Papua. Orang Papua, yang sebagian besar tinggal di kampung tidak merasakan pembangunan itu.

Membangun Papua dengan Hati

Banyak orang bicara tentang membangun Papua dengan hati. Tetapi, berapa banyak orang yang berkomitmen sungguh-sungguh menerapkannya? Berapa banyak orang yang mau memahami orang Papua dengan kompleksitas kehidupan sosial, budaya, adat dan sejarahnya? Berapa banyak orang yang mau mengajak orang Papua yang berseberangan pemikiran dengan pemerintah Indonesia untuk duduk bicara di meja perundingan?

Apa sebenarnya hakikat membangun Papua dengan hati? Datang masuk ke dalam rumah hidup orang Papua dan duduk bicara dengan mereka. Bangunlah diskusi, percakapan, dialog dari hati ke hati. 

Melalui percakapan itu, masing-masing pihak saling mengungkapkan pendapatnya. Segala pendapat tersebut menjadi acuan dalam melaksanakan kebijakan pembangunan untuk orang Papua. Poin penting adalah datang masuk, dengarkan orang Papua dan perbuatlah sesuai permintaan orang Papua.

Selama ini, pemerintah Indonesia, khususnya pemerintahan Presiden Jokowi tidak mendengarkan orang Papua. Presiden Jokowi datang ke Papua, tetapi hanya berdiri di muka pintu rumah. Dia belum masuk ke dalam rumah hidup orang Papua. Karena itu, Jokowi menerapkan pembangunan yang tidak menyentuh esensi hidup orang Papua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun