Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kebun Sukun Sebatas Papan Nama di Kampung Yuni

21 Desember 2019   15:57 Diperbarui: 21 Desember 2019   15:58 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Papan nama proyek kebun sukun di kampung Yuni, 15/04/2019. Dokpri.

"Orang dari Dinas Pertanian datang. Mereka suruh masyarakat babat rumput. Kemudian, mereka suruh masyarakat tanam sukun. Pohon sukun langsung taruh saja di atas tanah, tidak pakai bedeng sehingga pohon sukun mati dan rumput yang hidup. Setelah tanam pohon sukun orang Dinas Pertanian pulang dan tidak pernah datang cek lagi," tutur kader pemberdayaan masyarakat kampung Yuni, Lewi Yiarpits pada Rabu, (15/05/2019).

Asmat selalu memiliki keunikan untuk dikisahkan. Sungai berkelok. Hamparan pohon mangrove memenuhi tanah lumpur Asmat. Kekayaan alam melimpah. Pada alam itulah manusia Asmat menggantungkan seluruh hidup mereka. Alam menjadi ibu yang mengandung, melahirkan dan menyusui. Karena itu, orang Asmat meletakkan seluruh hidup mereka dalam kesatuannya dengan alam.

Kehadiran dunia luar, baik Gereja maupun pemerintah, perlahan-lahan mengalihkan ketergantungan manusia Asmat pada alam kepada budidaya pertanian, perkebunan dan perikanan. Secara khusus, sejak resmi menjadi Kabupaten Asmat pada 12 April 2003, pemerintah gencar melaksanakan berbagai program pembangunan. Salah satu aspek yang menjadi fokus perhatian pemerintah yaitu pemberdayaan di bidang pertanian. Maka, Dinas Tanaman Pangan dan Pertanian Kabupaten Asmat berperan penting dalam gerakkan pemberdayaan petani di kampung-kampung di Asmat.

Kehadiran pemerintah Kabupaten Asmat seyogianya meneruskan proses pemberdayaan petani Asmat yang sejak lama telah dilakukan oleh Gereka Katolik Keuskupan Agats. Gereja Katolik telah memulai pemberdayaan pertanian skala keluarga di Ayam, Atsj, Sawa Erma dan lain-lain. Gereja sungguh-sungguh menerapkan pendekatan pemberdayaan. Para staf Delegatus Sosial (Delsos) datang ke kampung-kampung. Mereka memberikan pelatihan pertanian dan tinggal mendampingi para petani sayur-mayur. Begitulah pendekatan yang diterapkan oleh Gereja Katolik Keuskupan Agats melalui Delsos yang kini berubah nama menjadi Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) Keuskupan Agats.

Sejak menjadi kabupaten defitif tahun 2003 silam, pemerintah Kabupaten Asmat terlibat intensif mendorong orang Asmat di kampung-kampung untuk bertani dan berkebun. Dinas Tanaman Pangan dan Pertanian Kabupaten Asmat merancang berbagai program pertanian bagi orang Asmat. Ada program kebun sayur, kebun kelapa, kebun suku, kebun jeruk dan lain-lain. Selain itu, ada pula kebun padi. Orang Asmat dilatih membuka sawah dan menanam padi.

Berbagai program Dinas Tanaman Pangan dan Pertanian Kabupaten Asmat sesungguhnya sangat kontekstual dan menyentuh kebutuhan dasar orang Asmat. Sebab, melalui program pemberdayaan yang kontekstual, orang Asmat didorong untuk menciptakan kemandirian pangan, terutama sayur-mayur, umbi-umbian, dan buah-buahan.

Ternyata program Dinas Tanaman Pangan dan Pertanian Kabupaten Asmat yang bagus di atas kertas dan dukungan dana yang melimpah tidak serta merta membawa orang Asmat menjadi petani yang mandiri berkebun dan berkelanjutan. Kondisi ini terjadi lantaran kehadiran Dinas Tanaman Pangan dan Pertanian Kabupaten Asmat di kampung-kampung  hanya sekedar mengerjakan program yang tertulis di mata anggaran APBD. Pegawai dari Dinas Pertanian datang ke kampung. Mereka membawa bibit. Mereka mengajak orang-orang kampung membuka sedikit kebun. Kemudian menanam sayur. Warga yang terlibat kerja kebun diberi uang saku. Mereka membuat dokumentasi proses pembuatan kebun. Kemudian pulang ke Agats tanpa ada pendampingan lebih lanjut.

Penulis berdiri di lokasi kebun sukun yang telah berubah menjadi semak belukar di kampung Yuni, 15/4/2019. Dokpri.
Penulis berdiri di lokasi kebun sukun yang telah berubah menjadi semak belukar di kampung Yuni, 15/4/2019. Dokpri.

Kisah paling miris terjadi di kampung Yuni. Pada Rabu, (15/05/2019), Pastor Paroki Santo Martinus de Pores Ayam, Pastor Vesto Maing, Pr bersama saya mengunjungi kampung Yuni. Kami pergi ke SD Inpres Yuni yang sedang sekarat lantaran jarang buka karena kepala sekolah dan guru-guru tinggal di Agats. Kami terperanjat menyaksikan persis di samping sekolah tersebut, berdiri papan nama yang bertuliskan: "Pemerintah Kabupaten Asmat, Dinas Tanaman Pangan dan Pertanian, Pengembangan Tanaman Sukun. Lokasi: Kampung Yuni Distrik Akat. Luas 1 Ha. Kegiatan: Pembukaan Lahan dan Penanaman Sukun. Bidang Tanaman Hortikultura dan Perkebunan Tahun 2017."

Di balik papan nama yang berdiri tegak itu, hanya ada hamparan rumput dan semak belukar. Tidak tampak satu pun pohon sukun di sana. Kader kampung Yuni, Lewi menuturkan bahwa dua tahun silam, pegawai Dinas Pertanian datang ke Yuni. Mereka mengajak masyarakat membuka lahan satu hektar untuk penanaman sukun. Kebun dibuka seadanya. Pohon-pohon ditebang dan rumput dibersihkan kemudian sukun langsung ditanam. Menurut Lewi, seharusnya kalau mau menanam sukun, tanah dikasih naik dalam bentuk bedeng-bedeng tinggi kemudian baru tanam sukun. Alasannya, supaya pada saat air naik (pasang) tidak merendam pohon sukun itu. Selain itu, masyarakat juga bisa merawatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun