Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Uskup Agats-Asmat, Mgr. Aloysius Tegaskan Pentingnya Pendidikan Karakter bagi Anak-anak

30 Juli 2018   13:58 Diperbarui: 30 Juli 2018   14:08 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Uskup Keuskupan Agats, Mgr. Aloysius Murwito OFM sedang berbicara di hadapan para guru SD se-Distrik Akat pada saat pelatihan SPM dan MBS di aula Kantor Distrik Akat di Ayam, 23 Mei 2018.

Cuaca di Kampung Ayam cerah. Di balai kantor Distrik Akat sedang berlangsung pelatihan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) bagi para kepala Sekolah Dasar, guru operator, kepala kampung dan komite sekolah. Pada hari terakhir Pelatihan MBS, 23 Mei 2018, saat hari menjelang siang, dari balik ruang pelatihan, tampak sosok sederhana melangkahkan kaki menuju balai pertemuan. Dia adalah Uskup Keuskupan Agats, Mgr. Aloysius Murwito OFM.

Uskup Alo datang ke Ayam bertemu dengan para kepala Sekolah Dasar, guru operator, Kepala Kampung dan Komite Sekolah se-Distrik Akat. Di hadapan para peserta pelatihan MBS, Uskup berbicara tentang "Pendidikan Karakter". Mengapa pendidikan karakter penting bagi anak-anak Asmat?

"Saudara-saudari sekalian. Saya punya latar belakang sekolah guru. Tetapi, saya belum punya pengalaman mengajar seperti bapak ibu. Latar belakang pendidikan saya adalah pendidikan guru di Muntilan yang dikenal dengan sekolah Van Lith. Dalam perenungan, Tuhan memanggil saya untuk menjadi Pastor, maka saya sekolah Pastor. Kemudian jadi Uskup sampai sekarang," tuturnya.

Mengawali pemaparan materinya, Uskup kaum papah ini menyampaikan terima kasih kepada tim LANDASAN Papua yang menyelenggarakan pelatihan MBS di Distrik Akat. "Saudara-saudara, saya amat menghargai teman-teman LANDASAN yang mengorganisir, menawarkan berbagai macam program pemberdayaan adik-adik kita, anak-anak kita, kepada siapa kita diserahi tugas yang mulia dan luhur ini karena ini sungguh-sungguh penting sekali untuk masa depan anak-anak kita. Anak-anak kita inilah yang akan menjadi pemimpin masa depan di Asmat, baik sebagai Bupati, kepala dinas, maupun para guru dan lain sebagainya. Karena itu, saya mau mengajak kita untuk menaruh perhatian pada pendidikan karakter atau pendidikan kepribadian."

Uskup menegaskan bahwa meskipun kurikulum sering berubah-ubah, tetapi pendidikan karakter mutlak perlu. Apapun kurikulumnya, pendidikan kepribadian harus ada karena menyangkut tingkah laku anak-anak. Kita semua bertanggung jawab terhadap anak-anak karena kita diserahi tugas oleh Tuhan melalui atasan kita masing-masing. Kita mesti melihat SK sebagai guru merupakan perutusan Tuhan.

Menyinggung tentang pendidikan karakter, Uskup mengatakan bahwa pendidikan karakter pertama-tama harus bermula di dalam keluarga sebagai pusat pembentukan kepribadian anak.  Selanjutnya, berkaitan dengan menanamkan kepribadian yang paling efektif adalah melalui guru yang memberikan keteladanan. Guru sebagai panutan. Kalau guru tidak bisa menjadi panutan, maka berapa ribu kata pun yang disampaikan kepada anak-anak tidak akan diikuti. Tetapi, kalau  guru-guru sendiri memperlihatkan, melalui perkataan dan perbuatan menjadi contoh, teladan dan panutan, maka para murid pasti mengikutinya.  

"Anak-anak mendengar kata-kata para guru yang dibuktikan dengan perbuatan-perbuatan. Misalnya, berkaitan dengan kebersihan, kalau ada kertas yang ada di atas papan guru harus memberi contoh dengan memungut dan meletakkannya di tempat sampah. Ini membentuk sikap dan kelakuan anak terhadap lingkungan. Tetapi, kalau guru melihat sesuatu yang kotor dan membiarkannya, maka anak-anak pun tidak akan peduli pada kebersihan lingkungan," tutur Uskup yang ditahbiskan menjadi Uskup Keuskupan Agats pada 15 September 2002 ini.

Ia juga menambahkan bahwa kalau guru-guru tidak disiplin waktu, lalu mengajar anak-anak supaya rajin, tertib waktu, maka tidak efektif, karena tidak cocok antara kata-kata guru dan perilakunya. Kepribadian menyangkut kedisiplinan dari beberapa unsur yang membentuk hidup manusia. Kalau bapak dan ibu guru tidak disiplin dalam menjalankan tugas, maka anak-anak juga tidak akan disiplin.

Ke depan, para guru harus memperlihatkan dan menunjukkan komitmen untuk hadir di sekolah tepat waktu. Kita harus disiplin. Lingkungan sekolah memainkan peranan penting sekali dalam pembentukan kepribadian dan karakter anak-anak. Karena itu, bapak ibu guru, harus menjadi teladan bagi anak-anak supaya anak-anak memiliki kepribadian yang baik, khususnya dalam hal kepudulian terhadap lingkungan dan kedisiplinan.

"Pada waktu saya mendampingi frater-frater di Biara Sang Surya, Abepura, kami membagi tugas. Ada seksi humas, urus dapur, kebersihan halaman, liturgi, olah raga dan lain-lain. Kami beri uang kepada para frater untuk mengurus seksi masing-masing. Mereka harus membuat laporan pertanggung jawaban. Demikian halnya, anak-anak sejak kecil harus dilatih untuk mempertanggungjawabkan kepercayaan yang diberikan oleh orang tua kepada mereka. Di sini, sekolah mempunyai peran penting dalam membentuk kepribadian anak-anak. Kalau faktor ini diperhatikan dengan baik, maka anak-anak perlahan-lahan akan mempunyai kepribadian yang baik," ungkap Uskup yang kini berusia 68 tahun ini.

Ia menjelaskan bahwa pendidikan karakter merupakan berbagai usaha yang dilakukan oleh para pendidik bersama dengan mitra-mitra: orang tua, komite sekolah dan anggota masyarakat untuk membentuk kepribadian anak menjadi satu sikap dasar sehingga bisa mengolah tingkah lakunya sedemikian rupa dalam relasinya dengan Tuhan, sesama dan alam sehingga memiliki watak dan kepribadi yang baik.  

Uskup juga menegaskan bahwa para guru diberi otoritas untuk mendampingi anak-anak supaya ada perubahan yang positif dalam hal perilaku. Kalau tidak terjadi perubahan tingkah laku, maka kita seperti bebek, yang hanya bisa ikut yang ada di depan; kalau yang di depan belok ke kanan ikut ke kanan, kalau yang di depan belok ke kiri ikut ke kiri. Tetapi, manusia bukan bebek. Setiap orang mempunyai kekhasan dalam hal kepribadian masing-masing. Kita semua diberi otoritas untuk mendalami dan membentuk kepribadian anak-anak. Kita mendidik anak-anak supaya mereka memiliki kepribadian tegas, pintar, tetapi  juga mempunyai perilaku yang positif.

Tokoh adat Kampung Cumnew, Pius Cimanam sedang bicara tentang masa depan orang Asmat. 23 Mei 2018
Tokoh adat Kampung Cumnew, Pius Cimanam sedang bicara tentang masa depan orang Asmat. 23 Mei 2018
Pada kesempatan tersebut, salah satu tokoh adat dari kampung Cumnew, Pius Cimanam mengungkapkan bahwa  saat ini di Asmat ada banyak sarjana, tetapi proses pembangunan tidak berjalan sebagaimana mestinya. "Waktu ikut Muspas di Agats, saya dengar bahwa kalau ada 30 sarjana saja di Asmat, mereka sudah bisa bangun daerah ini. Sekarang jumlah sarjana sudah banyak, tetapi kami orang tua melihat bahwa pemerintah sedang membangun sistem yang tidak jelas. Sistem yang dibangun itu sangat emosianal. Kita berharap para sarjana di Asmat bisa membangun Asmat supaya menjadi lebih baik di masa depan," tuturnya penuh harap.

Menyikapi ungkapan hati dari tokoh adat, Pius, Uskup Alo menandaskan bahwa kalau orang tidak punya kepedulian, apalagi kalau sudah sarjana sehingga tidak mau cuci piring, itu tidak boleh. Pikiran bahwa cuci piring itu tugas perempuan tidak boleh. Kita harus memiliki kepedulian. Di Asmat, kita sudah mempunyai banyak sarjana, tetapi siapa yang betul-betul menjadi pemimpin? Uskup menegaskan, "Kita tidak hanya membutuhkan kepintaran dan kecerdasan intelektual saja, tetapi juga tingkah laku menjadi panutan hidup. Kita mempunyai banyak sarjana pendidikan, sarjana ekonomi dan lain-lain, tetapi berapa orang yang  menjadi pemimpin yang jujur dan pemberani serta bertanggung jawab," lanjutnya.  

Menyinggung keterlibatan orang tua, terutama melalui Komite Sekolah, Uskup Alo menuturkan bahwa komite sekolah sangat penting dalam mendukung pendidikan karakter anak-anak. Komite sekolah tidak mewakili pribadi. Komite sekolah mewakili orang tua untuk menyuarakan pendapat, pikiran orang tua dan bisa menjadi alamat untuk sekolah menyalurkan harapan-harapan. Di sinilah harus terjadi komunikasi, tidak sekedar komunikasi satu arah, misalnya apa yang diharapkan dan dikerjakan oleh sekolah perlu dikomunikasikan kepada orang tua anak-anak. Tetapi, juga menyangkut tingkah laku anak-anak. Karena itu, perlu dibangun dikomunikasi antara sekolah, komite sekolah, unit yang paling kecil yaitu keluarga dan masyarakat dalam rangka mengembangkan kepribadian dan karakter anak-anak.

Foto bersama perwakilan peserta dengan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Asmat, Donatus Tamot, Uskup Keuskupan Agats, Mgr. Aloysius Murwito OFM, aktivis Pendidikan Papua, John Rahail pada saat penutupan kegiatan SPM dan MBS bagi para guru SD di Distrik Akat, 23 Mei 2018.
Foto bersama perwakilan peserta dengan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Asmat, Donatus Tamot, Uskup Keuskupan Agats, Mgr. Aloysius Murwito OFM, aktivis Pendidikan Papua, John Rahail pada saat penutupan kegiatan SPM dan MBS bagi para guru SD di Distrik Akat, 23 Mei 2018.
Kehadiran Uskup Keuskupan Agats, Mgr. Aloysius Murwito, OFM bertatap muka dengan para guru sekaligus membawakan materi "Pendidikan Karakter" di Ayam merupakan bentuk dukungan Gereja terhadap LANDASAN Papua dalam proses pendampingan di unit layanan kampung, sekolah dasar, Puskesmas dan menyebarkan informasi pencegahan HIV-AIDS di Kabupaten Asmat. Terima kasih Bapak Uskup Alo. Semoga anak-anak Asmat bertumbuh menjadi pribadi yang cerdas intelektual, cerdas emosional, berkepribadian, berkarakter dan berintegritas. [Petrus Pit Supardi; 23 Mei 2018].

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun