Mohon tunggu...
Petrus Rabu
Petrus Rabu Mohon Tunggu... Buruh - Buruh

Harapan adalah mimpi dari seorang terjaga _Aristoteles

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Fenomena "Mahar Politik" dan Rusaknya Tatanan Demokrasi Bangsa

13 Januari 2018   16:23 Diperbarui: 14 Januari 2018   09:58 3417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Tribunnews.com

Hegemoni parpol dalam penentuan calon pemimpin mengaburkan hal ini. Dampaknya banyak kepala daerah terjebak dalam kasus-kasus korupsi. Pelayanan publik terabaikan. Roda pembangunan dan upaya-upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat berjalan di tempat.

"Selama tiga tahun masa pemerintahan Presiden Jokowi ini sudah 33 kepala daerah yang terjerat korupsi, selama KPK ada sudah 351 kepala daerah yang tertangkap belum lagi anak dan istrinya,"  ujar Menteri Dalam Negeri, Cahyo Kumolo (sebagaimana dikutip Bisnis.com  26/9/2017).

Memang "mahar politik" bukan satu-satunya penyebab para kepala daerah terjebak dalam kasus korupsi. Tapi setidaknya proses perekturan awal juga menentukan hasil. Kata orang bijak awal baik maka hasil pun baik. Lao Tzu berkata perjalanan beribu-ribu mil ke depan berawal dari suatu langkah yang sederhana.

Kembali  ke masalah "mahar politik." Berdasarkan pengamatan riil penulis sebenarnya ada dua tipe "mahar politik" antara lain mahar langsung dan mahar tidak  langsung. 

Mahar Langsung

Mahar langsung adalah mahar yang harus dibayar oleh calon pada saat pendaftaran. Kasus La Nyalla adalah termasuk dalam tipe ini. Mahar dalam tipe ini sebagai wujud komitmen politik untuk mendapatkan rekomendasi parpol. Tipe ini sebenarnya baik karena kedua belah pihak sama-sama mendapatkan keuntungan. Parpol mendapatkan fresh money sedangkan calon mendapatkan rekomendasi. 

Sayang tipe ini tidak mengakomodir kader-kader partai ataupun non partai yang berkualitas hanya karena minim materi. Yang diakomodir adalah kaum-kaum bermodal atau kaya secara finansial yang belum tentu kaya hati. Dampaknya lahirlah pemimpin yang tidak sesuai harapan masyarakat.

Mahar Tidak Langsung

Sebenarnya tipe ini sama dengan tipe pertama. Hanya saja mahar dalam tipe ini dibayar setelah calon terpilih sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah ataupun setelah menjadi anggota legislatif. 

Hanya saja prakternya berbeda. Jika pada tipe pertama calon harus membayar sejumlah uang kepada parpol dalam bentuk fresh money tetapi dalam tipe kedua atau tipe tak langsung ada komitmen kedua belah untuk dibayar setelah calon terpilih dalam proses pemilihan. Masyarakat luas menamainya sebagai "politik balas budi." 

Dalam  tipe ini calon terpilih tidak saja menyerahkan sejumlah uang kepada partai pengusung tetapi juga mengintervensi proses penyelenggaraan pemerintahan baik menentukan jabatan strategis dalam pemerintahan maupun  memintah "jatah" proyek atau kegiatan dengan dalih "balas budi."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun