Mohon tunggu...
Peter Ahab
Peter Ahab Mohon Tunggu... Administrasi - Berani Hidup.....

Hidup apa adanya dan terus belajar untuk menjadi lebih baik dan juga yang terpenting jgn takut untuk gagal....

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Strategi Pemerintah Mendorong dan Meningkatkan Partisipasi Maysrakata Desa dalam Pembangunan di NTT

16 Januari 2012   05:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:50 2495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

I.LATAR BELAKANG

Gagasan tentang pembaharuan desa telah lama bertebaran. Banyak individu maupun lembaga telah lama mempromosikan pembahruan agraria sebagai jalan untuk menciptakan keadilan sosial bagi masyarakat desa. Kini, di era reformasi, lebih banyak elemen masyarakat yang menghembuskan wacana pembaharuan desa lebih membahana. Fokus perhatian pembaharuan desa sekarang tidak hanya pada pembaharuan agraria, melainkan juga mengusung desentralisasi dan demokratisasi ke level desa. Desentralisasi merupakan kekuatan untuk membela desa dihadapan pemerintah supra desa, sedangkan demokratisasi adalah kekuatan alternatif untuk melawan desa terutama untuk memperkuat partisipasi masyarakat dalam urusan pemerintahan dan pembangunan desa.

Untuk menanggapi wacana pembaharuan tersebut, pemerintah telah melansir begitu banyak program dalam rangka peningkatan partispasi masyarakat desa baik itu dalam proses maupun pelaksanaan pembangunan, yang berupa program-program pemberdayaan yang ditujukan kepada masyarakat desa guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.

Pola pembangunan yang dianut oleh pemerintah pada saat ini adalah bottom up planning, yaitu perencanaan pembangunan yang dimulai dari Musrenbangdus di dusun sampai dengan Musrenbangprov di provinsi, bahkan sampai pada level pemerintahan pusat yakni Musrenbangnas. Pola pembangunan ini mengandung prinsip desentralisasi dan demokrasi lokal, prinsip desentralisasi terkait dengan penempatan kabupaten/kota sebagai wilayah pembangunan otonom yang mempunyai kewenangan untuk mengelola perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di wilayah yurisdiksinya. Sedangkan prinsip demokrasi dijabarkan dalam partispasi masyarakat dalam setiap tahapan perencanaannya.

Melalui konsep pemberdayaan tersebut pemerintah membangun strategi untuk mulai meningkatkan partisipasi masyarakat baik itu dalam proses maupun pelaksanaan pembangunan, kebijakan pembangunan ini menganut dua filosofi dasar yaitu public touch and bringing the public in, yakni sebuah kebijakan yang sungguh-sungguh menyentuh kebutuhan publik dan juga mampu membawa masyarakat masuk kedalam ruang-ruang kebijakan atau yang dikenal dengan sebutan pembangunan partisipatif. Model kebijakan pembangunan seperti inilah yang saat ini sedang dijalankan oleh Pemerintah Provinsi NTT.

Pemerintah Provinsi NTT saat ini telah melaksanakan berbagai macam program pemberdayaan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat baik itu dalam proses, pelaksanaan maupun pengawasan pembangunan program-program pemberdayaan yang telah dan sementara dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi NTT merupakan program-program yang bersifat berkelanjutan serta meletakan masyarakat sebagai pelaku utama program dan yang paling penting adalah program-program tersebut lebih berusaha untuk mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat, sedangkan kemandirian berarti mampu mengorganisir diri untuk memobilisasi sumber daya yang ada di lingkungannya, mampu mengakses sumber daya di luar lingkungannya, serta mengelola sumber daya tersebut untuk mengatasi masalah-masalah sosial yang terjadi di lingkungannya.

Seperti apa yang diutarakan oleh Jim Ife, bahwa pemberdayaan adalah memberikan sumberdaya, kesempatan, pengetahuan, dan keterampilan kepada warga untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menentukan masa depannya sendiri dan berpartisipasi didalamnya serta mempengaruhi kehidupan dari masyarakatnya[1]. Maka dari itu, program pemberdayaan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi NTT pada saat ini adalah dengan memberikan sumber daya berupa modal bagi usaha ekonomi produktif yang ada di pedesaan, kesempatan untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses maupun pelaksanaan pembangunan dan juga pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat desa untuk menyongsong masa depan yang lebih baik. Untuk itu, yang paling penting dalam pemberdayaan adalah upaya membantu orang untuk membebaskan dirinya secara mental maupun fisik.

II.STRATEGI MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA DALAM PEMBANGUNAN DI NTT

Berbicara mengenai strategi berarti secara langsung kita berbicara mengenai bagaimana cara mencapai suatu tujuan bersama untuk kepentingan bersama pula yang dilakukan melalui cara-cara yang disepakati secara bersama.

Strategi yang dijalankan oleh Pemerintah Provinsi NTT untuk meningkatkan partisipasi masyarakat di desa, tergambar melalui visi Pemerintah Provinsi NTT yakni Terwujudnya Masyarakat NTT yang Berkualitas, Sejahtera, Adil dan Demokratis dalam Bingkai Negara Republik Indonesia. Dari visi tersebut Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi NTT sebagai salah satu lembaga yang menjadi pionir untuk menjalankan visi tersebut, pada saat ini telah melaksanakan beberapa program/kegiatan yang merupakan hasil dari pengejewantahan visi tersebut.

Adapun program-program yang sementara dan telah dilaksanakan sampai dengan saat ini dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat desa guna menunjang pelaksanaan pembangunan di Provinsi NTT. Konsep yang digunakan dalam pelaksanaan program tersebut adalah konsep pemberdayaan. Konsep ini digunakan karena munculnya dua premis kepermukaan, yaitu kegagalan dan harapan. Kegagalan yang dimaksud adalah gagalnya model-model pembangunan ekonomi dalam menanggulangi kemiskinan dan lingkungan berkelanjutan. Sedangkan harapan muncul karena adanya alternatif pembangunan yang memasukan nilai-nilai demokrasi, persamaan gender, persamaan antar generasi dan pertumbuhan ekonomi yang memadai[2].

Oleh karena itu, program pemberdayaan yang dilaksanakan oleh Badan Pemberdayan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi NTT, lebih ditekankan pada peningkatan partisipasi secara aktif dari masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan mereka, sehingga program-program yang dilaksanakan tersebut mendukung tercapainya visi Pemerintah Provinsi NTT.

Untuk mendorong terwujudnya masyarakat yang berdaya perlu sekiranya dilakukan upaya pemberdayaan masyarakat (empowerment society) yang lebih komprehensif serta berorientasi jauh kedepan dan berkelanjutan (suistanable). Pemberdayaan yang dilakukan adalah bagaimana pemerintah dan stakeholder lainnya mampu bersinergi dalam merencanakan program dan tetap mempertimbangkan nilai-nilai sosial (social value) dan kearifan lokal (local wisdom) yang sudah ada[3].

Sehingga dalam menjalankan program-program pemberdayaan tersebut, Pemerintah Provinsi NTT senantiasa bekerja sama dengan NGO-NGO yang ada baik itu NGO nasional maupun internasional yang bergerak pada bidang pemberdayaan masyarakat. Selain menjalankan misi pemberdayaan bagi masyarakat desa, Pemerintah Provinsi NTT melalui BPMPD Provinsi NTT juga melakukan tata kepemerintahan yang baik pada level pemerintahan desa dengan mengusung prinsip Good Local Governance akan tetapi tetap berpijak pada prinsip partisipasi aktif masyarakat.

Banyak pakar kebijakan publik yang berbicara mengenai konsep partisipasi, baik itu strategi maupun teknik untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. Unsur penting dari partisipasi adalah keterlibatan dan keterwakilan publik dalam proses-proses kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Ini berarti dalam partisipasi berlangsung proses dimana negara membuka ruang dan adanya aktivitas masyarakat untuk turut mengambil bagian didalamnya.

Keterwakilan warga menjadi salah satu unsur penting dalam partisipasi karena merupakan aspek penting dari apa yang disebut dengan keadilan demokratis. Ini artinya, adanya peluang yang sama untuk memberikan suara dan menyatakan pilihan bagi dari seluruh warganegara tanpa pengecualian menjadi sesuatu yang mutlak. Sebab Konsep keadilan demokratis ini selalu erat kaitannya dengan konsep ”penyertaan” (inclusion). Namun demikian perwujudan partisipasi dalam proses kebijakan tidak berarti mengambilalih mekanisme-mekanisme formal dan ruang lembaga representasi formal yang sudah ada. Pola hubungan mekanisme partisipasi dengan mekanisme perwakilan formal yang sudah ada lebih bersifat saling mengisi bukan saling meniadakan. Kehadiran mekanisme partisipasi akan menjadi elemen penting yang akan membuat proses kebijakan berlangsung optimal. Selain itu dengan adanya partisipasi, ada banyak lesson learning yang akan didapat pemerintah daerah maupun masyarakat sendiri. Sedangkan makna dari keterlibatan adalah adanya keterlibatan pihak-pihak yang berkepentingan dan yang merasakan langsung efek kebijakan mutlak adanya. Sebab pada dasarnya, yang menjadi kehirauan utama dalam kebijakan publik adalah masalah publik itu sendiri. Bila masalah tersebut adalah masalah publik maka publik pula lah yang berhak menentukan penyelesaiannya (if the problem is ours, the solution must be ours)[4].

Berkaitan dengan unsur partisipasi tersebut dan juga berdasarkan visi Pemerintah Provinsi NTT, maka BPMPD Provinsi NTT menetapkan visi sebagai berikut BPMPD Provinsi NTT sebagai Institusi Fasilitator yang Handal dalam Meningkatkan Kemandirian Masyarakat dan Pemerintahan Desa/Kelurahan. Yang dimaksud dengan visi tersebut adalah suatu cara pandang, tekad dan cita-cita untuk mendorong terwujudnya kemandirian masyarakat dan pemerintahan desa/kelurahan dalam : 1). Mengkaji potensi dan permasalahan pembangunan desa/kelurahan; 2). Mengembangkan sistem perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan pembangunan secara partisipatif; 3). Mengembangkan lembaga ekonomi masyarakat dan memanfaatkan sumber-sumber pendapatan desa/kelurahan secara transparan dan bertanggungjawab; 4). Mengelola administrasi desa/kelurahan secara tertib dan profesional.

Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, maka BPMPD Provinsi NTT menetapkan misi sebagai berikut :

1.Pemantapan kelembagaan dan sosial budaya masyarakat

Memperkuat dan meningkatkan fungsi Lembaga Pemerintahan Desa dan Kelembagaan Sosial Masyarakat yang ada di Desa melalui pelatihan dan pendampingan, baik itu lembaga adat, organisasi kepemudaan dan organisasi lainya di desa yang dapat mendukung pelaksanaan pembangunan di desa.

2.Mengembangkan kemampuan dan kemandirian masyarakat untuk berperan aktif dalam pembangunan

Meningkatkan sumber daya masyarakat desa dan mengoptimalkan fungsi-fungsi Pemerintah Desa melalui peningkatan lembaga pemberdayaan masyarakat serta mengoptimalkan pengembangan lembaga adat.

3.Pengembangan usaha ekonomi rakyat

Upaya untuk meningkatkan pendapat masyarakat perdesaan melalui kegiatan pelatihan paket usaha ekonomi produktif bagi masyarakat miskin terutama Kepala Keluarga Perempuan, pemberian paket bantuan usaha dan pendampingan.

4.Peningkatan pemanfaatan sumber daya dan pendayagunaan Teknologi Tepat Guna

Pemanfaatan sumber daya lokal yang ada di perdesaan dengan menggunakan Teknologi Tepat Guna sehingga dapat meningkatkan nilai guna dari produk lokal tersebut dan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat perdesaan.

5.Pemantapan dan penyelenggaraan pemerintahan desa/kelurahan

Fasilitasi kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan desa dan Kelurahan melalui upaya penguatan kelembagaan dan aparatur desa dan kelurahan, penguatan manajemen pengelolaan keuangan desa dan kelurahan serta penguatan proses Musrenbangdus, Musrenbangdes dan Musrenbangkel.

Dari visi dan misi yang diemban oleh BPMPD Provinsi NTT seperti yang telah dijelaskan diatas adalah merupakan strategi pemerintah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan di NTT, yang kemudian strategi tersebut dijabarkan dalam program-program sebagai berikut 1). Program kerjasama dengan dunia dan lembaga bilateral, multilateral dan PBB; 2). Program peningkatan keberdayaan masyarakat; 3). Program pengembangan lembaga ekonomi perdesaan; 4). Program peningkatan partisipasi masyarakat dalam membangun desa; 5). Program pengembangan lembaga ekonomi perdesaan; 6). Program peningkatan peran perempuan di perdesaan.

Program-program yang dilaksanakan tersebut adalah merupakan strategi yang diciptakan oleh pemerintah agar masyarakat dapat terlibat secara langsung dalam proses penentuan kebijakan. Seperti apa yang dikatakan oleh Cornwall dan Gaventa[5], bahwa partisipasi mempunyai 3 derajad yang dilihat dari seberapa besar keleluasaan yang dibuka oleh pemerintah, yaitu pertama; Invited Space. Keterlibatan masyarakat dalam proses kebijakan muncul karena ruang yang disediakan oleh pemerintah daerah. Inisiatif penyediaan ruang partisipasi ini berasal dari pemerintah daerah sendiri. Inisiatif tersebut muncul biasanya dikarenakan semakin kuatnya aksi-aksi kolektif untuk mendesakkan agenda-agenda isu maupun pelembagaan ruang pelibatan publik dalam proses politik-pemerintahan di aras lokal. Namun tidak menutup kemungkinan inisiatif tersebut berasal dari faktor eksternal, seperti dukungan lembaga donor maupun kebijakan pemerintah nasional. Dalam invited space penyediaan ruang partisipasi masih belum terlembaga secara kuat.

Kedua; Conquered Space.Penyediaan ruang bagi keterlibatan warga sudah mulai dilembagakan dalam proses kebijakan. Proses pelembagaan ini bisa dalam bentuk legalisasi pelibatan publik. Proses legalisasi ini biasa muncul dalam bentuk Perda Partisipasi Publik, Transparansi maupun Konsultasi Publik. Pelembagaan juga bisa berupa formalisasi mekanisme partisipasi. Misalnya pelembagaan mekanisme Musrembang dalam proses perencanaan daerah. Ketiga; Popular Space.Dalam ruang ini kehadiran partisipasi publik tidak hanya terlembagakan secara apik tapi juga sudah mampu mempengaruhi seluruh proses kebijakan yang ada.

Hasil evaluasi dari program-program pemberdayaan yang dilaksanakan oleh BPMPD Provinsi NTT menggambarkan bahwa telah terjadi pergeseran derajad partisipasi yang semula berada pada posisi invited space dan sekarang berada pada posisi conquered space, hal ini dikarenakan oleh adanya mekanisme perencanaan dalam wadah Musyawarah Perencanaan Pembangunan baik itu pada tingkat dusun, desa, kecamatan, kabupaten/kota sampai dengan provinsi, selain itu adanya peningkatan animo masyarakat untuk selalu turut serta dalam proses perencanaan, pelaksanaan maupun pembangunan baik itu yang berupa pembangunan fisik maupun non fisik. Pergeseran tersebut juga menggambarkan bahwa telah terjadi peningkatan kehidupan berdemokrasi pada aras lokal, karena adanya kerja sama dari seluruh elemen masyarakat demi terciptanya keadilan dan kesejahteraan bagi kehidupan mereka sendiri.

Sehingga paradigma community driven development yaitu penciptaan iklim untuk memberi penguatan peran masyarakat untuk ikut dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan, ikut menggerakkan atau mensosialisasikan, ikut melaksanakan pembangunan, dan melakukan kontrol publik menjadi sangat signifikan. Hal itu bisa terkait dengan perencanaan, implementasi, dan keberlanjutan berbagai macam program sesuai dengan permasalahan dan urutan prioritasnya yang melalui proses demokratis, inklusif, dan transparan yang disepakati untuk ditangani bersama. Dengan demikian nantinya pembangunan, yang diarahkan mampu memperbanyak pilihan-pilihan yang dapat diambil dan dimanfaatkan secara sungguh-sungguh oleh masyarakat.

III.PENUTUP

Partisipasi memberikan kontribusi yang sangat besar bagi terwujudnya Good Governance, Pemerintah Provinsi NTT memetik berbagai keuntungan administratif dan politis dari ide partisipasi ini dalam proses pembuatan kebijakan. Keuntungan-keuntungan yang dapat diambil, yakni :

1.Adanya saluran komunikasi yang lebih baik

Partisipasi publik dalam proses kebijakan berhasil menciptakan pola komunikasi politik yang baik antara pemerintah dan warganya. Pemerintah daerah bisa menggunakan berbagai sarana intermediasi yang disepakati bersama untuk menyaring berbagai opini dan isu publik. Sedangkan pada saat yang bersamaan sarana intermediasi ini bisa didayagunakan untuk mensosialisasikan dan mengkomunikasikan berbagai kepentingan pemerintah kepada masyarakat secara efektif.

Bila komunikasi antara pemerintah daerah dan warga terus-menerus berlangsung secara efektif maka pasti akan terpola ”bahasa umum” (common language) terkait dengan proses kebijakan dan pembangunan. Bahasa umum tersebut merupakan resultante dari komunikasi intersubyektif yang terbangun dalam berbagai ruang dan mekanisme partisipasi. Kalau bahasa umum ini sudah disepakati maka terjadinya miskomunikasi antara pemerintah daerah dan warga akibat perbedaan tafsir terhadap sebuah isu kebijakan atau pembangunan bisa diminimalisasi. Proses pembangunan pun akan berlangsung secara efektif.

2.Memunculkan ide yang kreatif dan meminimalisasi kritisisme warga

Masyarakat yang terlibat dalam proses partisipasi akan merasa turut sumbang suara dalam keputusan-keputusan yang sudah diambil dan program kegiatan yang sudah disepakati. Akan muncul berbagai ide segar dari warga karena mereka selalu merasa menjadi bagian dari program kebijakan yang ada tersebut. Bila kondisi ini berlangsung maka kritik warga terhadap program kebijakan yang ada akan terminimalisasi. Mereka akan punya kecenderungan untuk menjaga harmoni agar kemitraan dan kolaborasi yang ada akan tetap berjalan. Kalaupun muncul kritik, kritiknya akan lebih bersifat konstruktif demi kebaikan bersama.

3.Lahirnya kebijakan yang responsif dan kontekstual

Partisipasi juga memberikan peluang bagi pemerintah daerah untuk mampu merumuskan desain kebijakan yang sensitif dengan konteks sosial yang berkembang. Dalam proses yang partisipatif, masyarakat berhak merumuskan dan menentukan masalah mereka serta memastikan solusi yang spesifik.

Tentu saja dengan proses ini dapat dipastikan hasil kebijakan yang ada akan sangat responsif. Bila desain kebijakan yang dirumuskan sensitif dengan konteks ini berarti keputusan yang diambil akan sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga masyarakat justru berkepentingan untuk mensukseskan program tersebut.

4.Efektifitas dan efisiensi implementasi kebijakan

Pengalaman menunjukkan bahwa pelibatan publik dalam proses implementasi kebijakan justru lebih efektif. Pemerintah bisa mendayagunakan sarana intermediasi dan modal sosial yang berkembang untuk mengimplementasikan program kebijakan. Masyarakat pun merasa berkepentingan untuk mensukseskan implementasi program yang ada karena mereka terlibat dalam proses perencanaannya.

Meskipun harus diakui bahwa pelibatan publik dalam proses kebijakan pada fase awal proses kebijakan, terutama fase perencanaan, sangatlah menghabiskan energi dan waktu. Sebab fase ini merupakan fase dimana beragam kepentingan yang ada di benak masyarakat dinegosiasikan sehingga nantinya akan terwujud konsensus bersama. Namun bila terwujud konsensus yang melibatkan pihak yang terkena langsung imbas kebijakan dalam tahap perencanaan maka proses implementasi program justru akan berjalan jauh lebih mudah. Implementasi program akan direspon dengan positif dan baik oleh masyarakat karena mempunyai legitimasi yang kuat di mata publik. Oleh karena itu, biaya sosial akibat respon negatif bisa diminimalisasi.

5.Menguatkan modal sosial

Partisipasi publik bisa menjadi ruang untuk menciptakan modal sosial dalam rangka mewujudkan pemerintahan daerah yang efektif. Modal sosial yang dimaksud adalah kerjasama, rasa saling memahami, kepercayaan (trust) dan solidaritas yang terbentuk manakala pemerintah daerah dan warganya bertemu dan berembug untuk mengupayakan kebaikan bagi semua pihak. Modal sosial ini merupakan basis legitimasi bagi lembaga pemerintahan dan sangat penting untuk mewujudkan pemerintahan daerah yang efektif dan efisien.

Poin-poin tersebut menunjukkan betapa keterlibatan publik dalam proses kebijakan bisa memberikan implikasi positif dalam proses pemerintahan di daerah. Keuntungan tersebut tidak hanya menghasilkan hubungan yang semakin dekat antara pemerintah daerah dengan komunitas-komunitas yang ada di masyarakat secara luas tetapi juga menjadikan proses kebijakan yang ada berjalan lebih efektif dan efisien.



DAFTAR PUSTAKA

Cornwall, A., dan Gaventa, J., From Users and Choosers to Makers and Shapers: Re-Positioning Participation in Social Policy, IDS Bulletin, Vol 31 No 4, 2000;

Friedman, John, Empowerment The Politics of Alternative Development, Blackwell Publisher, Cambridge, 1992;

Huri, Daman, dkk, Demokrasi dan Kemiskinan, Program Sekolah Demokrasi PLaCIDS (Public Policy Analysis and Community Development Studies) Averroes dan KID (Komunitas Indonesia untuk Demokrasi), Averroes Press, Malang, Agustus 2008;

Nanang dan Hanif, Mengarusutamakan Partisipasi dalam Proses Kebijakan di Pemerintah Daerah, Modul Partisipasi, S2 Politik Lokal dan Otonomi Daerah UGM, Yogyakarta;

Zubaedi, Wacana Pembangunan Alternatif, Ragam Perspektif Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat, Ar-Ruzz Media, Yogyakarta, 2007.

[1] Jim Ife dalam Zubaedi., Wacana Pembangunan Alternatif, Ragam Perspektif Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat, Ar-Ruzz Media, Yogyakarta 2007

[2] Friedman, John., Empowerment The Politics of Alternative Development, Blackwell Publisher, Cambridge, 1992

[3] Huri, Daman., dkk., Demokrasi dan Kemiskinan, Program Sekolah Demokrasi PLaCIDS (Public Policy Analysis and Community Development Studies) Averroes dan KID (Komunitas Indonesia untuk Demokrasi), Averroes Press, Malang, Agustus 2008

[4] Nanang dan Hanif., Mengarusutamakan Partisipasi dalam Proses Kebijakan di Pemerintah Daerah, Modul Partisipasi, S2 Politik Lokal dan Otonomi Daerah UGM, Yogyakarta

[5] Cornwall, A., dan Gaventa, J., From Users and Choosers to Makers and Shapers: Re-Positioning Participation in Social Policy, IDS Bulletin, Vol 31 No 4, 2000

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun