Mohon tunggu...
Politik

Makna di Balik Lebaran Kuda Dan Isu SARA

29 Desember 2016   19:31 Diperbarui: 29 Desember 2016   20:55 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kontestasi Pilkada DKI Jakarta telah menjadi perhatian dan perbincangan publik di seantero tanah air. Setelah mencuatnya isu penistaan agama ke ranah publik, provokasi isu SARA terus disuarakan dengan masif. Pasalnya, provokasi tersebut semakin meresahkan masyarakat. Khawatirnya, isu-isu yang terus disuarakan tersebut dapat memecah-belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Isu tersebut berawal dari wilayah DKI Jakarta yang terus dimunculkan di berbagai media sosial. Isu tersebut membuat masyarakat mudah terprovokasi dengan media-media yang sifatnya berbau SARA tanpa mengkaji ulang validitasnya.

Menurut Arman Salam, seorang peneliti senior Riset Lingkaran Strategis (RILIS), Pilkada DKI Jakarta telah menjadi perhatian publik bukan hanya di Ibu Kota saja, tetapi di seluruh Indonesia. Bahkan sebagian menganggap pertarungan Pilkada DKI Jakarta merupakan jalan menuju RI satu. sejak isu penistaan agama yang disudutkan oleh Basuki Thahaja Purnama (Ahok) sebagai tersangka, keadaan semakin memanas. Sebagai seorang calon gubernur DKI Jakarta Ahok ditekan untuk dipenjarakan terkait isu tersebut.

Sejak saat itu, situs-situs penebar kebencian mulai bermunculan ke ranah publik. Ironisnya, situs-situs tersebut memainkan isu SARA yang dapat memengaruhi pikiran masyarakat ke arah yang lebih ekstrim. Isu-isu tersebut dimainkan demi menurunkan elektabilitas AHOK, terlebih ia adalah double minority yang mencalonkan diri kembali menjadi gubernur. Lawan-lawan politiknya telah menebar isu SARA demi menjatuhkanya agar tidak dapat mencalonkan diri kembali.  

Sekretaris Majlis Tinggi Partai Demokrat, Amir Syamsuddin, memberi himbauan kepada pendukung Agus Harimurti dan Sylviana Murni agar tidak memainkan isu SARA di Pilkada DKI Jakarta. Amir Syamsuddin juga mengatakan “kami tidak pernah mengakomodir jangan bermain dengan SARA, kami tidak memberi tempat karena itu memecah-belah masyarakat”.

Pidato SBY

Di lain sisi, pidato SBY saat konferensi pers pada Rabu (02/11/2016) di kediamannya Puri Cikeas Kabupaten Bogor Jawa Barat mengatakan, “saya menyerukan setiap orang memilki hak politik yang dijamin konstitusi, yang dalam terminologi politik disebut unjuk rasa. Asalkan tertib, damai, tidak melanggar aturan dan tidak merusak.”

Pidato SBY tersebut disampaikan sebelum terlaksananya aksi damai tanggal 4 november 2016. Dalam pidato tersebut mantan Presiden keenam RI ini mengatakan bahwa unjuk rasa di negara demokrasi adalah unjuk rasa yang tertib dan damai. Unjuk rasa yang bersifat destruktif hanya memicu air mata bangsa ini. Kalau unjuk rasa destruktif maka semua akan menangis. Tidak mudah membangun negeri ini, bertahap dan berlanjut dari generasi ke generasi.

Lebih lanjut SBY mengatakan, “kenapa di seluruh tanah air rakyat melakukan protes dan unjuk rasa. Tidak mungkin tidak ada sebab, maka mari kita lihat dari sebab dan akibatnya.” Menurutnya tidak mungkin rakyat melakukan unjuk rasa untuk bersenang-senang atau jalan-jalan ke Jakarta, melainkan karena pasti ada tuntutan yang tidak didengarkan. “Tidak ada rakyat berkumpul untuk “happy-happy” atau jalan-jalan ke Jakarta. kalau tuntutan rakyat sama sekali tidak didengar maka sampai lebaran kuda tetap ada unjuk rasa. Mari bikin mudah urusan ini jangan dipersulit. Mari kembali ke kuliah manajemen dan metode pemecahan persoalan, itu kuliah semester satu manajemen kepemimpinanya.” katanya   

Mantan Presiden keenam itu juga mengatakan bahwa Gubernur DKI Jakarta atau Ahok dianggap menista agama, dan penistaan agama itu secara hukum tidak boleh dan dilarang di negeri ini. Di Indonesia sudah ada yurisprudensi serta preseden yang menyebut urusan semacam ini, dan yang bersalah sudah diberikan sanksi.

Jadi kalau ingin negara tidak terbakar amarah penuntut keadilan pak Ahok ya mesti diproses secara hukum. Jangan sampai beliau dianggap kebal hukum. Penegakan hukum juga harus 'transparan dan adil, jangan direkayasa. Jika proses penegakan hukum berjalan benar, adil, transparan dan tidak direkayasa, rakyat juga harus terima apapun hasilnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun