Mohon tunggu...
Pertiwi Madayanti
Pertiwi Madayanti Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Alumni Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga 2016 | Social Worker

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Periksa Koruptor Dengan Hipnotis

17 November 2013   19:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:02 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Korupsi  bukan lagi menjadi salah satu bentuk kejahatan yang mengherankan lagi. Indonesia, merupakan salah satu negara tekorup kelima didunia pada tahun 2012 lalu. Setiap tahun kasus korupsi muncul di Indonesia. Baik dari tingkat desa sampai pejabat pemerintahan yang di agung-agungkan. Kasus korupsi muncul dan menjamur di negara yang kata orang adalah negara kaya ini. Kasus Bank Century merupakan salah satu contoh kasus korupsi yang dari dulu hingga detik ini belum juga menemukan ujung masalahnya.

Semakin hari korupsi di Indonesia semakin mnegerikan saja. Bayangkan saja, mentri, anggota dewan yang terhormat, gubernur, bupati, camat, lurah hingga aparat penegak hukum yang diberi amanah dari rakyat dengan harapan semoga membawa perubahan yang lebih baik bagi rakyat justru “membunu” perlahan rakyatnya sendiri. Lihat saja saat ini isi berita di media baik media cetak, elektronik maupun media online tidak pernah luput membahas mengenai tindak kejahatan yang satu ini, korupsi. Banyakya kasus korupsi di Indonesia menjadikan Presiden RI kelima dan keenam ini kemudian membentuk sebuah lembaga yang khusus untuk menangani dan mengusut kasus korupsi. Lembaga tersebut dinamai KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).

Selain KPK, ada juga pengadilan khusus yang menangani masalah korupsi, yakni Pengadilan Tipikor (Pengadilan Tindak Pidana Korupsi). Kedua lembaga ini sama-sama berfokus mengurusi masalah korupsi. Tidak peduli siapa saja yang melakukan korupsi akan berurusan dengan dua lembaga tersebut. Hingga saat ini KPK telah berhasil menangkap koruptor-koruptor yang berkekiaran bebas memakan yang bukan haknya seperti Gayus Tambunan, Nazarudin, Angelina Sondakh, Lutfi Hasan Ishaq dan masih banyak lagi. Namun dari sekian banyak orang-orang, pejabat-pejabat yang tertangkap dan kemudian dijadikan tersangka korupsi tidak semua mengakui bahwa itu adalah perbuatannya. Sebagian berkelit, sebagian jujur walau awalnya membatah. Bahkan ada pula koruptor yang mengatakan bahwa ia dijebak dan sama sekali tidak bersalah. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pihak berwenang dalam rangka mengusut tuntas kasus korupsi tersebut.

Seakan tidak takut tertangkap dan dihukum akibat korupsi, koruptor lain bermunculan mengikuti jejak koruptor-koruptor yang telah tertangkap. Public terkadang dibuat pusing dengan pernyataan-pernyataan koruptor di depan media. Sebut saja Anas Urbaningrum dan Nazarudin. Entah yang mana yang benar dari keduanya saya sama sekali tidak tahu. Yang saya tahu hanyalah bahwa mereka adalah koruptor. Sedikit menilik mengenai kasus korupsi yang menimpa Anas  Urbaningrum, bahwa Anas jika dirinya satu rupiah pun korupsi Anas bersedia digantung di Monas (Monumen Nasional). Banyak yang menghujatnya banyak pula yang masih setia mendukung Anas ketika tuduhan korupsi dilayangkan kepadanya.

Disini saya mungkin juga Anda, mungkin juga kalian tidak akan pernah tau apa dan bagaimana sesungguhnya kasus yang menimpa Anas dan koruptor-koruptor yang lain. Berbohong, bersilat lidah, membual mungkin sudah mereka pelajari terlebih dahulu sebelum mereka tertangkap atau mungkin justru jauh sebelum mereka melakukan korupsi mereka memperlajari teknik-teknik berbohong di depan public. Bahkan ada yang memasang muka sedih, menagis di depan kamera saat sedang diwawancari yang seolah-olah koruptor tersebut minta dikasihani dan diampuni.

Ada pepatah mengatakan “dalamnya hati tak bisa diukur, dalamnya lautan bisa diukur”. kan mereka pikirkan dan mereka tutupi. Secara lahiriah mungkin dapat diketahui dari gesture tubuh, tatapan mata, mimik muka namun dalamnya hati seseorang sungguh tidak akan pernah ada orang yang tahu kecuali ia memberi tahu dan mengatakannya. Dari sinilah kemudian timbul pertanyaan tentang bagaimana agar koruptor itu mau berkata jujur apa adanya dan mau mengakui kesalahannya. Tentu KPK dan pihak yang berwajib (mungkin seperti polisi) tidak ingin salah tangkap, orang yang tidak bersalah justru menjadi tersangka bahkan hingga masuk bui dan kejadian-kejadian lain yang seharusnya tidak terjadi.

Tahap pemeriksaan adalah salah satu tahap penting dalam sebuah penyelidikan. Sebab dari penyelidikan inilah kemudian ditemukan bukti-bukti yang dapat memperkuat fakta apakah tersangka korupsi benar melakukan korupsi atau tidak. Ada beberapa tersangka yang mungkin susah untuk berkata jujur saat dimintai keterangan oleh petugas atau penyidik. Cara-cara meminta keterangan kepada tersangka mungkin bisa diberi variasi seperti dengan cara hipnotis seperti acara di televisi yang dipandu oleh seorang magician. Bintang tamu dalam acara tersebut dihipnotis oleh sang magician agar tertidur. Dari tidur inilah kemudian dapat ditanyai beberapa pertanyaan dan akan dijawab melalui ala sam bawah sadar sang bintang. Jawaban jujur sering kali keluar dari bintang tamu yang dihipnotis tersebut. Naaah, cara ini mungkin juga bisa diterapkan oleh par penyidik untuk mendapatkan keterangan yang seujur-jujurnya tentang koruptor dan apa saja yang telah dikorupsinya. Bukan saja untuk korupsi, tetapi juag untuk kasus-kasu yang lain. Aaahh, alangkah lucunya negeri ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun