Mohon tunggu...
Muhamad Adib
Muhamad Adib Mohon Tunggu... Buruh - Wong Alas

Jadikan masyarakat desa hutan,nafas Pembangunan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Air Susu Dianggap Air Tuba

2 Januari 2021   07:25 Diperbarui: 2 Januari 2021   07:32 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kok di anggap ? Apa gak salah tulis ? bukankah seharusnya kata yang benar adalah "di balas' ? Ya... kata di anggap bukan salah tulis. Bukan bermaksud merubah kata dalam peribahasa Air Susu di balas Air Tuba yang bermakna kebaikan yang di balas dengan kejahatan. Memang dalam konteks cerita ini lebih tepat menggunakan kata di anggap. Karena yang di maksud adalah sebuah kebaikan yang di anggap sebagai sebuah kejahatan.

Cerita tentang orang-orang yang berbuat baik tetapi dianggap oleh orang-orang (yang tidak tahu dan atau tidak mau tahu) sebagai perbuatan tidak baik, bahkan di anggap sebagai perbuatan jahat pastinya banyak terjadi. Barangkali sampean (yang sedang membaca tulisan ini) termasuk orang yang pernah mengalami. Betul... 1 Tidak hanya sekali. Bisa jadi malah berkali-kali mengalami.

Di cerita -- cerita sebelumnya, saya banyak menulis tentang tantangan dalam menyelenggarakan kegiatan pendidikan luar sekolah dan pemberdayaan masyarakat desa hutan serta pelestarian sumberdaya hutan yang buaanyak dan super kompleks. Seperti fasilitasi pendidikan gratis tanpa pungutan biaya apapun kepada warga belajar. Berkali-kali melaksanakan Study tour gratis, membantu kegiatan-kegiatan sosial keagamaan  yang ada di desa. Dan masih banyak lagi yang lainnya.

Karena banyaknya kegiatan-kegiatan yang gratis tersebut, di desa, saya menjadi dianggap orang yang "kaya". Memiliki banyak uang dirumah dan uang yang di simpan di Bank. Sering orang datang baik ke Sekretariat Argowilis maupun datang ke rumah dengan tujuan untuk meminjam uang. Banyak yang datang dengan tujuan meminta sumbangan (Seringnya sumbangan untuk pembangunan Sekolah, Masjid dan fasilitas umum). 

Juga permintaan sumbangan pada peringatan hari hari besar nasional dan hari hari besar agama. Saat saya dan atau kelompok  sedang ada rejeki, saya selalu berusaha untuk memberi. Baik itu pinjaman maupun permintaan sumbangan. Ketika lagi tidak ada rejeki, dengan berat hati saya menyampaikan kepada mereka yang datang "Mohon maaf, saya belum bisa membantu. Saat ini belum ada rejeki". celakanya, ketika tidak di beri, banyak yang tidak percaya kalau saya sedang tidak ada uang. 

Asyiiknya ( lebih indah dari pada menyebut kata "Sedihnya" he he he... ) kemudian ada orang yang  menduga duga dan membuat kesimpulan yang keliru. Ada yang membuat kesimpulan bahwa saya  sebenarnya mendapatkan banyak bantuan dari Pemerintah. Bahkan banyak bantuan yang seharusnya untuk masyarakat tetapi malah hanya di pakai untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Dan kemudian anggapan seperti ini dengan cepat menyebar ke seluruh pelosok kampung.

Dampak dari "isyu" tersebut, kegiatan simpan pinjam yang awalnya berjalan lancar. Mulai macet. Banyak peminjam yang tenang-tenang saja saat di tarik. Bahkan ada yang dengan terang-terangan mengatakan tidak akan membayar pinjaman. Karena menurut mereka, uang yang di pinjamkan adalah hak mereka.

Ada kejadian menarik di lebaran idul Adha tahun 2006. Saat itu bekerjasama dengan Dompet Dhuafa Republika program Tebar Hewan Qurban, saya mendapatkan kepercayaan 10 (sepuluh) ekor kambing Qurban untuk di potong dan di bagikan kepada warga belajar dan keluarga pesanggem. Tak lupa di bagikan juga kepada tetangga di sekitar sekretariat Argowilis. Saya yang kebetulan pas penyembelihan hewan Qurban sedang ada kegiatan di luar kota, tidak sempat menikmati sate daging Qurban. 

Dua hari kemudian, kolam ikan milik kelompok habis di curi. Setelah di selidiki dengan bantuan Polisi, di temukanlah pelakunya (Si pencuri). Alasan orang itu mencuri bikin saya kaget, katanya dia kecewa dan jengkel karena tidak menerima daging Qurban. Kali ini saya menjadi sedih mendengarnya. Beruntung saya masih memiliki kesabaran untuk tidak meneruskan masalah ke jalur hukum. Cukup dengan memaafkan dan berharap tidak terulang.

Di bulan Juni 2006, dengan modal meminjam uang dari sebuah BMT di Kecamatan Wangon sebesar Rp. 15.000.000,- (Lima belas juta rupiah), saya memberanikan diri mulai membangun "rumah belajar"  2 (dua) lantai untuk kegiatan belajar warga belajar Paket B dan Paket C dan membangun kantor KTH Argowilis. Di mulai dengan acara Peletakan Batu Pertama oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas dan di hadiri oleh banyak tamu undangan dari dinas dan masyarakat. Nah, ...Gara --gara acara peletakan batu pertama dan yang datang banyak mobil mobil plat merah, berkembanglah isyu di seantero kampung bahwa saya telah menerima bantuan uang ratusan juta dari Pemerintah. 

Lagi -- lagi banyak orang yang datang dengan maksud meminjam dan atau meminta sumbangan. Karena memang sedang tidak ada rejeki (Setelah acara peletakan batu pertama dan beberapa tukang bekerja selama seminggu, uang sudah habis. Pekerjaan di hentikan. Lebih  dari 3 bulan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun