Mohon tunggu...
Muhamad Adib
Muhamad Adib Mohon Tunggu... Buruh - Wong Alas

Jadikan masyarakat desa hutan,nafas Pembangunan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cendrawasih Ayam Cemani, Terima Kasih Perhutani

29 Maret 2020   00:20 Diperbarui: 29 Maret 2020   00:31 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perum Perhutani, salah satu Badan Usaha Milik Negara yang mengelola Hutan Jawa menjadi salah satu BUMN yang sangat mewarnai hidup saya sejak kecil. 

Boleh di bilang menjadi bagian dari saya hidup. Ketika masih belajar di Madrasah Ibtidaiyah hamper setiap hari sepulang sekolah, saya pergi ke hutan yang memang sangat dekat dengan rumah orang tua untuk mencari kayu bakar dan daun-daunan sebagai makanan ikan di kolam belakang rumah. Ketakutan terbesar saya dan juga warga kampong saat ke hutan adalah bertemu dengan Polisi Kehutanan. 

Waktu itu kalau  mengambil kayu bakar dari ranting pohon pinus, dan ketahuan polhut sangsinya adalah Parang (Bendo istilah Banyumas) di ambil oleh polhut.

Saat kelas 2 (dua) di Madrasah Tsanawiyah, saya bersama 2 (dua) orang teman pernah dengan sengaja jalan-jalan ke hutan selama 4 ( tiga) hari 3 (tiga) malam tanpa membawa bekal selain tenda yang pinjam dari sekolah dan sebuah parang. 

Bertiga memulai jalan masuk hutan jam 8 pagi dari hutan di belakang rumah berjalan naik kearah utara (Selatan lereng Gunung Slamet) mengikuti jalan setapak yang biasa di lalui warga yang mencari kayu bakar, sampai tidak ada jalan setapak lagi alias buntu. 

Artinya tempat itu sudah merupakan tempat terjauh yang tidak pernah di lewati oleh warga. Lalu bukannya memasang tenda, tetapi tendanya di gelar sebagai alas tidur. Untuk pengamanan, kita membuat api unggun. Paginya kita melanjutkan perjalanan. 

Kali ini arahnya di rubah, tidak lagi ke arah utara tetapi berjalan menuju arah timur hanya dengan berpedoman pada sinar matahari. Tanpa kompas. Perjalanan menjadi lebih berat karena harus baik dan turun bukit yang masih perawan. Perjalanan di hentikan saat hari mulai sore. Kembali kita bermalam. 

Kali ini di sebuah bukit. Hari ketiga masih meneruskan perjalanan ke arah timur dengan target menemukan sungai.di benak kita kalau sudah ketemu sungai perjalanan akn turun mengikuti arus sungai yang kita yakini pasti akan mengantarkan kita ke kampong. 

Dan ternyata perjalan hari ketiga jalan yang di lalui lebih sulit. Harus membuat jalan sendiri dengan menerobos semak belukar dan kembali berahir di sebuah bukit lalu istirahat bermalam dengan cara yang sama. 

Bukan memasang tetapi menggelar tenda. Beruntung selama perjalanan tidak ada hujan. Hari keempat kembali berjalan dan Alhamdulillah sekitar jam 10 pagi kita menemukan sungai kecil yang kemudian kita ikuti dan ternyata berujung di Kampung Cibun Desa Sunyalangu yang merupakan desa tetangga berbatasan langsung desa tempat saya tinggal. 

Selama perjalanan kita makan berbagai jenis makanan  yang kita temukan di hutan, seperti buah Salak, Pisang, Lempining, Lamtorogung, jambu biji dan Singkong yang rasanya pahit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun