Burung Trucukan dan Sangkar Emas
Cerpen Yudha Adi Putra
Ketika berjalan di pematang sawah, Jarwo melihat rumput bergerak. Seperti ada hewan kebingungan, mencoba untuk pergi, tapi malah bergerak tak menentu arah. Rumput di sekitar pematang sawah itu tampak berceceran darah. Jarwo mendekati, memeriksa dengan teliti. Ia penasaran, ada hewan apa yang kelabakkan di rumput. Seperti didatangi pemangsa, hewan tadi ketakutan. Ternyata, ada seekor burung trucukan tanpa ekor. Sayapnya patah, darah mengalir di dekatnya. Membasahi rumput dan terus kelabakkan ketika Jarwo mendekat.
"Kasihan sekali burung ini. Aku akan merawatnya. Kemarilah burung, nanti aku obati lukamu," ujar Jarwo mencoba menangkap burung trucukan tadi.
Burung trucukan malah kelabakkan, ia berusaha terbang. Mengepakkan sayapnya meski tak bisa. Paruhnya mematuk-matuk dan berbunyi berisik. Seperti trauma dengan tangan manusia.
"Kenapa burung ini. Mungkin, dia tertembak pemburu. Tapi, ada ring biru di kakinya. Pasti sudah sejak kecil di rawat manusia. Apa ini habis lepas terus dimangsa hewan buas seperti kucing di sawah ?" tanya Jarwo ketika berhasil menangkap burung trucukan itu.
Jarwo menjadi sedih, ia tak menyangka ada burung terluka dan masih berusaha hidup. Kalau dibiarkan di sawah, nanti malam pasti di makan ular. Burung trucukan sudah tidak bisa terbang untuk tidur di dahan. Jarwo membawanya, kebetulan ada kardus sisa makanan dari penyuluhan petani tadi siang. Itu dilubangi oleh Jarwo dan burung trucukan dimasukkan di dalamnya.
"Bertahanlah burung, nanti akan aku beri getah lidah buaya. Aku obati lukamu itu, makananmu juga aku pastikan aman. Kebetulan juga, besok aku mau mengecek kebun pisang. Dari pada keduluan sama kelelawar, aku akan menebangnya. Menyimpan beberapa buah dan akan aku berikan kepadamu. Bertahanlah," ujar Jarwo sambil melanjutkan perjalanan pulang melewati pematang sawah.
***
"Kalau saja aku bisa terbang lebih cepat. Mungkin aku tidak akan berada di tempat ini. Aku ketakutan. Entah akan diapakan oleh manusia satu ini. Kemarin, ada manusia yang mencoba mengikat kakiku. Rasanya pegal sekali, kaki tidak bisa digerakkan. Hanya bertengger saja di dahan. Menanti diberi makan, memang itu sudah cukup. Aku bisa melanjutkan hidup, tapi kalau aku menjadi punah bagaimana ? Rasanya iri dengan teman yang bisa bebas. Berkicau di mana saja, bahkan mereka tanpa takut terkena peluru pemburu," gerutu burung trucukan ketika di dalam kardus tempat makanan yang dibawa Jarwo.
Sebulan yang lalu, burung trucukan itu tertangkap pemburu. Masih kecil dia, berada di sangkar seorang diri. Bukan tanpa induk atau saudara, tapi karena dia malas belajar terbang. Hari berjalan begitu saja, awalnya burung trucukan senang karena berada dalam sangkar emas.