Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kemungkinan Minggu

19 Maret 2023   20:31 Diperbarui: 19 Maret 2023   20:34 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

                "Tak boleh bosan. Sekali berhenti, itu berarti mati. Lebih baik menulis tanpa arti. Namun, belum sempat itu semua jadi hujan,"

                Kepergian harus dialami. Berbaju baru. Adiknya Jarwo sibuk mencari sendal. Menyusuri rumah yang kian lusuh. Barang berserakan. Debu mudah ditemukan. Tak hanya pada kesepian pagi. Ini sudah berlanjut.

                "Tepat jam tujuh pagi. Kurang enam menit untuk persiapan ?"

                "Sudah siap berangkat. Kita akan menemukan jawaban. Kenapa ke gereja di antara kesibukkan ?"
                Mungkin, itu sudah saatnya berganti. Dulu, Jarwo rajin ke gereja. Karena skripsinya memusingkan. Ia menunda, bergantian. Kini, Ibunya membawa banyak doa. Doa menjelma jadi kata dan tindakan nyata.

                "Semoga cara ini meluluskan Jarwo. Tanpa tanda tanya, semua jadi rencana. Kita akan berbahagia meski banyak keinginan tertunda. Apa yang dinantikan ketika nanti pulang ?"
                Tentu semua butuh uang, tak ada kerinduan. Bahkan, untuk ke gereja. Jarwo menatap dan mengharapkan uang.

***

                Setiap perjalanan, dimulai dari tawa yang sama. Tawa itu menjelma jadi dukungan. Bisa saja, tiap tawa lahir dari luka. Bukan berarti, setelah tawa luka tak ada. Menatap hari demi hari. Semua terjadi begitu saja. Memilih kesempatan. Untuk mendapatkan cerita. Pagi kedatangan dua teman. Membawa kabar sukacita.

                "Semoga saja kita bisa dapat banyak keuntungan. Penjualan harus terus dilakukan. Untuk menatap sementara waktu. Kini, nikmati saja dulu !" jawab temannya Jarwo ketika ditanya soal harapan. Apa yang diinginkan selalu bergantung pada modal.

                "Mungkin kita bisa membobol ATM. Beramai, tapi tidak bisa dalam sepi. Kini, sulit sekali menatap saja. Banyak kecurigaan,"

                "Lumayan bukan. Bisa untuk modal memelihara bebek. Perlahan, senyuman harapan itu bisa dinikmati. Semacam telur dicari tiap pagi. Makanan bertambah dalam dambaan,"

                Sementara waktu berjalan, kata akan mendapatkan janjinya. Begitu realita, muncul seketika. Tak bisa dikendalikan. Pertama, ingin makan sup buah. Tapi, semua itu bisa berubah. Tak ada yang berdampak. Tempat ramai, Jarwo bosan dengan keramaian. Langkahnya mencari soto. Mungkin, dapat apa saja. Semacam mie ayam, bisa juga jadi senyuman.        

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun