Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Petir

14 Februari 2023   12:55 Diperbarui: 14 Februari 2023   13:01 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Petir

Cerpen Yudha Adi Putra

Seorang perempuan mendekat. Erni ketakutan. Khawatir dan cemas, sebab perempuan tadi mencurigakan. Berjaket hitam dan membawa tas besar. Erni mengira, tas itu berisi bom dan siap diledakkan. Sama seperti dalam cerita yang dibacanya. Buku cerita banyak mempengaruhi Erni. Ia mungkin tak punya cara lain menghibur diri, kecuali dengan membaca. Karena duduk di pinggir jalan sudah terlalu lama, ada kecemasan dalam pikirannya. Bagaimana setoran nanti malam ? Koran tak ada yang laku.

***

Merogoh saku celana, perempuan membawa uang lima puluh ribuan. Diberikan pada Erni.

"Koran satu, yang terlama saja."

Erni malah ketakutan, kenapa ada orang aneh. Mau membaca koran lama. Setelah mengulurkan koran minggu lalu, perempuan tadi tersenyum. Tak meminta kembalian. Sebuah harapan Erni terwujud. Ada uang lebih untuk diberikan saat setoran. Buru-buru perempuan tadi pergi meninggalkan Erni. Menuju sebuah bus kota. Naik dan langsung tak terlihat. Ucapan terima kasih Erni tak terdengar. Agak heran, tapi itu lebih baik dari pada tak ada yang beli. Sesaat kemudian, asap bus tadi mengepul. Memenuhi jalanan karena memang sudah bus tua. Tidak bertenaga. Asap keluar banyak, tapi kecepatan tetap tidak seberapa.

"Koranmu masih banyak, Mbak. Saya mau beli satu. Apakah ada berita dan cerita menarik di koran hari ini ?" ada seorang laki-laki mendekati Erni dan bertanya. Tanpa menatap Erni, lelaki tadi memberi uang dua puluhan ribu.

Erni hanya berdehem. Tak menjawab. Ditunjukkannya sebuah gambar di koran. Ada gambar petir dan perempuan. Perempuan dalam koran terkena petir, tapi tidak terbakar.

"Kembaliannya buat, Mbak saja. Terima kasih, saya ambil petirnya," ujar lelaki itu sambil tertawa. Erni tak paham, apa yang sebenarnya dimaksudkan dengan petir. Kalau tidak begitu, ia tak dapat pembeli. Siang semakin datang. Hujan sudah mulai terlihat dari tatapan selatan. Erni mulai ketakutan. Genangan air di jalan raya nampak mengering. Ia menduga, kalau petir datang. Nanti akan ada genangan air lagi. Penuh kenangan di hari itu.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun