Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pangeran Sawah

29 Januari 2023   19:00 Diperbarui: 29 Januari 2023   18:57 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pangeran Sawah
Cerpen Yudha Adi Putra
Perasaan kesal tentu dirasakan tukang parkir. Setelah dibantu mengeluarkan motor. Seorang pemuda dan kekasihnya pergi begitu saja. Tanpa ucapan terima kasih. Tidak memberi uang kecil. Bunyi peluit tidak terdengar. Hanya umpatan dan ejekan temannya.
"Motor ini sudah belum ?"
"Kau ini mau saja ditipu. Sudah mending kita mau menjaga !"
Tukang parkir tadi merasa bersalah.  Seolah, pekerjaannya begitu dihindari. Mengumpulkan uang kecil. Menunggu motor ketika ditinggal belanja. Menata motor sesuai arah. Tidak jarang, motor disusun rapi. Semua seperti miliknya sendiri.
"Tukang parkir itu pekerjaan paling tidak berguna !"
"Kenapa memangnya ?"
"Buat apa coba ? Sudah aman masih saja ditunggu. Bukti kalau masyarakat kita tidak aman. Ada banyak pencuri ?"
"Hitung-hitung sedekah."
"Melanggengkan kemiskinan itu namanya!"
Ada alasan kenapa Jarwo tidak pernah mau bayar parkir. Selain karena pekerjaan tukang parkir mirip pengemis. Jarwo merasa, adanya tukang parkir bukti kalau banyak pengangguran.
"Kalau pemuda itu bekerja. Pasti tidak jadi tukang parkir ! Uang dari parkir untuk apa ? Khas daerah ? Enggak ! Itu Cuma dipakai mabuk-mabukan !"
Kekesalan Jarwo pada tukang parkir bermula ketika motornya dulu hilang. Saat asyik menonton pasar malam. Jarwo parkir ditepi jalan. Parkir bersama ratusan motor lain. Tak memakai baju dinas tukang parkir. Ada seorang pemuda mendekat.
"Parkirnya sepuluh ribu, Mas. Ini penutupan pasar malam soalnya. Jadi mahal !"
"Kenapa bisa seperti itu, Mas ?" tanya Jarwo. Pertanyaan itu hanya dijawab dengan jawaban lain.
"Nanti. Cuma sampai jam sebelas malam ya, Mas !"
Lalu, pemuda tadi pergi. Gepokan uang dihitungnya. Menatap sekeliling, menawarkan tempat parkir. Pemakai sepeda motor banyak yang tertipu. Motor mereka tidak dijaga. Pemuda yang mengaku petugas parkir hanya pengangguran. Mencari kesempatan di acara pasar malam. Ada banyak kerumuman. Parkir menjadi kesempatan mendapatkan uang. Cara mudah, tinggal membawa kertas bertuliskan.
"BARANG HILANG BUKAN TANGGUNG JAWAB PETUGAS!"
Seolah, itu menjadi mantra sakti. Tidak bisa disalahkan. Ketika kembali, Jarwo tak menemukan motornya. Motor yang dibelikan oleh Bapaknya. Kesenangan di pasar malam hilang. Tawa setelah makan permen kapas. Keindahan lampu pasar malam. Semua yang tadi dilihat Jarwo, tak berarti lagi. Motor hilang berarti kemarahan. Ia bisa dipukuli. Tidak hanya itu, sangat mungkin diusir dari rumah.
"Dimana motorku tadi?"
"Petugas parkir yang menjaga sudah tidak ada ! Ini belum ada jam sebelas. Kenapa tidak ada tanggung jawab ?"
Seorang pemuda datang, bukan membawa hiburan. Tapi, pemuda itu menyuruh Jarwo membaca ulang.
"BARANG HILANG BUKAN TANGGUNG JAWAB PETUGAS !"
Kesal tak menentu, sejak itu. Jarwo tidak pernah mau bayar parkir liar. Ia membenci tukang parkir.
"Mereka itu seperti pengemis berseragam !"
"Tapi, ada juga yang benar-benar parkir resmi. Ada yang membutuhkan uang. Macam-macam !"
"Apa kau tidak kasihan?"

"Semua menyebalkan !"
***
Sawah samping rumah makan masih luas. Makan dengan pandangan sawah, tentu akan nikmat. Orang kota terbiasa dalam ruangan. Hal baru ditawarkan. Setelah makan selesai, mereka menyalakan rokok. Percakapan tentang keburukan orang baik. Semua hal diungkapkan.
"Dulu, di sawah ini ada temuan menarik !"
"Apa memangnya?" Jarwo makin penasaran.
"Ada seorang pangeran. Tapi, tidak pernah pergi ke luar istana. Ia hanya pergi ke sawah waktu keluar. Takjub dengan sawah. Hingga meminta dibuatkan sawah !"
"Dimana sawahnya ?"
"Tepat yang kau duduki sekarang. Dulu pangerannya mondar-mandir di sini !"
"Kau ini ada-ada saja. Mana mungkin ada pangeran sawah. Jadi dongeng pun belum tentu ada anak mau percaya." Ujar temannya Jarwo. Wajah nampak serius membicarakan sawah dan pangeran yang ingin sawah.
"Mana buktinya ? Jangan berbohong. Kau terlalu kenyang mungkin !"
"Itu. Ada yang menunggu di depan. Mereka memakai blangkon. Menjaga sawah. Menarik uang pada siapa saja yang datang membawa kendaraan !"
Kawan Jarwo menunjuk pada tepi jalan. Ada tukang parkir dengan blangkon. Mereka sedang menghitung uang.
"Sialan. Itu bukan hanya pengawal. Tapi jelmaan pangerannya menarik upeti !"
Mereka tertawa bersama. Kekesalan Jarwo pada tukang parkir kian tumbuh.
Rumah Makan Krajan, 29 Januari 2023

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun